Hal ini berarti opsi tersebut belum akan diterapkan untuk karyawan perusahaan pemerintahann.
Tentang keefektifan libur 3 hari kerja, memang terjadi pro dan kontra, salah satunya yang disampaikan Ahmad Tauhid yang merupakan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), yang kontra atas rencana wacana tersebut, dengan alasan libur 3 hari kerja sulit untuk diimplimentasikan karena pada dasarnya jam kerja pegawai BUMN tidak menentu dan sangat sulit diukur.
Masih menurut Ahmad Taufik, wacana libur 3 hari sebaiknya diganti dengan insentif atau biasa disebut dengan uang lembur. Waktu ekstra yang dikeluarkan para pegawai tersebut bisa diganti dengan uang yang dihitung berdasarkan kehadiran kerja.
Tentu wacana atas kebijakan tersebut memang perlu dilakukan kajian lebih mendalam, meskipun di berbagai negara kebijakan tersebut sukses dilaksanakan seperti yang dilakukan perusahaan Perpetual Guardian dari Selandia Baru, yang kemudian kebijakan tersebut diimitasi oleh perusahaan riset, Wellcome Trust dari Inggris.
Hal penting yang harus menjadi catatan disini adalah sampai seberapa efektif dan efisienkah penambahan hari libur tersebut bisa dilakukan. Karena beda negara, beda kebiasaan, beda pula pola pikir dan pola pandangnya dalam menghadapi sesuatu.
Semoga informasi tentang "Efektifkah Wacana Libur Tiga Hari Kerja?" ini bermanfaat dan menjadi referensi informasi untuk kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H