Mohon tunggu...
Firman Rahman
Firman Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger Kompasiana

| Tertarik pada finance, digital marketing dan investasi |

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Evaluasi Kecelakaan Bus Study Tour dan Efek Diabaikannya Early Warning System (EWS) dalam Penggunaan Bus Wisata

16 Mei 2024   15:48 Diperbarui: 16 Mei 2024   15:51 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Gambar: Kemenhub via Kompas.com)

Berita mengagetkan terjadi pada hari Sabtu, 11 Mei 2024 lalu, saat bus yang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok mengalami kecelakaan di Ciater, Subang, Jawa Barat yang mengakibatkan 11 orang meninggal dunia.

Kecelakaan bus yang menewaskan para siswa dan guru di Subang tersebut tentu mengagetkan semua pihak, khususnya bagi keluarga  yang ditinggalkan. Selain itu, yang lebih penting adalah peran pihak terkait dalam penyelenggaraan perjalanan wisata, khususnya penggunaan bus sebagai moda transportasi.

Pro dan kontra pun timbul karena kejadian kecelakaan tersebut. Terlepas dari pro dan kontra tersebut, seharusnya juga tidak menyamaratakan pelarangan sebuah kegiatan, namun harus dipilah dan dipilih apa sumber penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.

Bus Bermasalah dan Lalainya Pemilik Bus Wisata 

Yang menjadi fokus permasalahan disini adalah "BUS BERMASALAH" dan operator bus penyedia bus wisata tersebut.

Bus bermasalah? Dugaan penyebab kecelakaan pada bus ini adalah rem blog, sang sopir juga diketahui sempat memperbaiki bagian rem bus di lokasi istirahat.

Berdasarkan informasi dari Direktur Lalu Lintas Polda Jabar Kombes Pol Wibowo, terdapat beberapa hal yang membuat bus seharusnya tidak digunakan, antara lain (Kompas.com):

  • Rem blong.
  • Selain kerusakan utama pada sistem rem. Bus yang dikendarai tidak layak jalan. Hal ini diketahui dari kompresor mesin yang tercampur oli dan air di ruang udara, dan seharusnya ruang udara kompresor hanya berisi angin.Hall ini mengindikasikan adanya kebocoran oli.
  • Oli bus berwarna keruh karena lama tidak diganti.
  • Minyak rem diketahui mengandung air melebihi ambang batas normal 4%.
  • Jarak antar kampas rem di bawah standar, yaitu 0,3 mm. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian 0,45 mm.
  • Hal yang paling parah, yaitu ditemukannya masalah kerusakan pada alat booster rem yang diakibatkan karena komponen rusak, hal ini menyebabkan sistem rem bus menjadi tidak berfungsi.
  • Tidak adanya perpanjangan uji KIR (diketahui uji berkala habis sejak tanggal 06 Desember 2023).
  • Fakta lain, yaitu perubahan badan bus dari bus biasa menjadi jetbus atau high decker.

Fakta yang paling mencengangkan dari penggunaan bus tidak layak pakai tersebut sebenarnya adalah perubahan bus biasa menjadi jetbus atau super high decker (SHD).

Bisa jadi pemilik bus berusaha untuk mengganti bus biasa dengan SHD, karena ingin mendapatkan keuntungan lebih. Dengan hanya menjadikan bus ini sebagai bus biasa tentu saja pendapatan yang didapatkan hanya segitu-gitu saja, hal berbeda bila merubah bus menjadi SHD, tentu membuat pendapatan bertambah karena bus tersebut diubah menjadi pus wisata.

Namun, ada hal penting yang membuat pemilik bus harus bertanggung jawab. Tentu saja spesifikasi yang tidak sesuai, menjadikan bus tidak sesuai untuk digunakan, apalagi sebagai bus pariwisata.

Hal yang menonjol dalam hal ini adalah sasis yang digunakan adalah sasis Hino tipe AK1JRKA yang diproduksi tahun 2006, hal ini berarti usia sasis ini sudah mencapai 18 tahun.

Bila orientasinya keuntungan, sesuai dengan hukum ekonomi, modal sekecil-kecilnya dan berusaha mendapat untung sebesar-besarnya, apalagi di tengah sulitnya kondisi ekonomi, maka cara memodifikasi bus biasa menjadi bus wisata tentu tidak dibenarkan. Dan yang menyedihkan adalah karena masyarakat Indonesia pada umumnya terbiasa melihat segala sesuatunya tampak "wah" diluar, hal sama juga dengan bus yang digunakan ini, tampak keren di luar namun rapuh di dalam, yang membuat bus ini menjadi bermasalah.

Dalam hal ini, pemilik perusahaan bus seharusnya juga dijerat hukum atas segala bentuk kecelakaan bus yang terjadi, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kelalaiannya yang disengaja tersebut.

Study Tour, Masih Perlukah?

Akibat terjadinya kecelakaan bus yang menewaskan 11 orang, guru, murid dan pengendara motor, hal ini mengakibatkan sejumlah daerah melalukan pelarangan kegiatan study tour, salah satunya Pemprov Jawa Tengah. Di sejumlah daerah lainnya, seperti Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, melakukan evaluasi dan juga pengetatan atas kegiatan study tour.

Namun berbicara tentang kegiatan study tour, terlepas penting atau tidaknya kegiatan ini, kalau dipikir secara akal sehat, sebenarnya yang menjadi masalah bukan pada study tour, namun pada kendaraan atau moda transportasi yang digunakan, atau bus wisata tersebut,

Disinilah yang harus dilakukan oleh para pihak dan pemangku kepentingan untuk berpikir jernih dalam memutuskan suatu kebijakan termasuk pelarangan suatu kegiatan, karena hal ini berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.

Bila menyalahkan pihak sekolah dalam proses penyelenggaran study tour juga tidak mungkin, karena sebagai pengguna dan yang membayar semua fasilitas perjalanan, tentunya tidak ada kemampuan untuk memeriksa bahkan melakukan penilaian atas kelayakan bus yang dipergunakan dalam proses terselenggaranya study tour.

Pada dasarnya penting atau tidaknya study tour, tentu pelaksanaan study tour juga ada baiknya dan tergantung tujuan, yang berfungsi sebagai pembelajaran atau untuk edukasi. Yang menjadi salah bila pelaksanaan study tour ini tidak memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan. Mislanya kegiatan yang semata-mata hanya untuk mencari untung dan dilaksanakan karena tergiur harga murah.

Tips Cek Kelayakan Bus Bagi Sekolah yang Akan Melaksanakan Study Tour

Terlepas penting atau tidaknya melaksanakan study tour, setuju atau tidak setuju diselenggarakannya study tour, maka bagi sekolah yang akan berencana mengadakan perjalanan bersama dengan bus tentunya harus ikut melakukan check dan re-check sebagai bentuk EWS (Early Warning System) agar kejadian seperti di Subang tidak terulang kembali.

Sekolah bisa berkoordinasi dengan pihak komite, untuk membuat SOP (Standar Opersional Prosedur) yang jelas sebelum study tour dilaksanakan, yang dimulai dari pemilihan tujuan tempat wisata, pemilihan tranpottasi, akomodasi, semua harus clear di awal.

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:

  • Sewalah bus wisata yang perusahaannya legal dan berizin. Caranya dengan meminta kartu pengawasan (harus asli) ke perusahaan atau pengelola.
  • Transportasi harus bener-benar terjamin, karena kebanyakan bus yang digunakan adalah bus antar kota dan bukan khusus untuk study tour, dan juga laik jalan dengan meminta buku uji kelayakan ke pengelola.
  • Memastikan pula bahwa kendaraan dilengkapi dengan surat tugas dari perusahaan dan memastikan SIM pengemudi sesuai dengan kendaraan yang dipakai.
  • Carilah tempat penginapan yang nyaman dan menjamin keselamatan untuk anak, dan jangan tergiur harga penginapan murah.

Itu dia sedikit informasi tentang "Evaluasi Kecelakaan Bus Study Tour dan Efek Diabaikannya Early Warning System (EWS) dalam Penggunaan Bus Wisata". Semoga informasi dan tips tersebut bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun