"Masih teringat jelas di benak Saya, saat seorang emak-emak ngomel tak karuan di pasar. Setelah ditelisik ternyata harga beras yang naik tak karuan tersebut menjadi penyebabnya. Apalagi saat itu dia membutuhkan beras lumayan banyak untuk acara ngunduh mantu. Tentu hal ini membuat kaget semua orang, termasuk Saya dan istri."
Saat itu sekitar Februari 2024 lalu, kabarnya beras memang naik di pasaran atau toko kelontong. Memang informasi tersebut membuat kaget, karena kebetulan kami jarang membeli dipasaran, karena kami langsung membelinya di selep atau penggilingan padi milik masyarakat setempat, dengan satu alasan untuk mendapat harga sedikit miring.
Begitu pula kali ini, tujuan tulisan ini memang tidak mengkritisi mengapa harga beras sampai naik atau bahkan sampai mengkritisi apa yang dilakukan pihak terkait.Â
Namun lebih banyak, mencari cara dan alternatif, bagaimana kalau mencari sumber karbohidrat atau sumber pangan lain dengan tingkat gizi yang sama dan juga disukai seluruh anggota keluarga.
Memang terlihat tidak masuk akal, karena beras atau nasi sudah menjadi bagian hidup sehari-hari, dan sumber pangan inilah yang selalu membersamai kita untuk hidup
Simpang Siur Harga Beras
Berbicara tentang permintaan dan penawaran suatu produk, khususnya harga beras, tentu tidak bisa dilepaskan dari ketersediaan beras di Indonesia sendiri.
Yang menjadi pertanyaan saat itu adalah "Mengapa harga beras bisa mahal, padahal Indonesia katanya negara agraris yang pernah menjadi produsen beras terbesar di Asia?"
Berdasarkan informasi dari I Gusti Ketut Astawa, Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan -- Badan Pangan Nasonal (CNBC, 22/2/2024) disampaikan bahwa penyebab kenaikan harga saat itu adalah adanya faktor perubahan iklim yang tidak menentu yang menjadi penyebab tanaman padi milik petani menjadi gagal, yang menyebabkan harga beras di pasaran menjadi naik.
Selain itu, kondisi tersebut juga semakin diperparah dengan kenaikan harga pupuk yang naik, yang diakibatkan masih terjadinya perang di Ukraina.