Momen lebaran menjadi momen menyenangkan bagi setiap orang, khususnya umat Muslim di Indonesia, karena bisa berkumpul bersama keluarga besar, dengan anak, cucu, om, tante, Eyang Kakung, Eyang Putri dan anggota keluarga besar lainnya.
Di momen yang penuh rasa silaturahim, kasih sayang dan kebersamaan antar anggota keluarga, menjadi semakin menyenangkan dengan adanya hidangan lebaran favorit anggota keluarga.
Banyak sekali hidangan yang tersaji, dari mulai camilan, minuman menyegarkan hingga makan besar yang selalu ditunggu. Namun, diantara berbagai jenis makanan yang selalu ditunggu, opor ayam dan ketupat selalu menjadi jujugan untuk dinikmati dan selalu laris manis.
Makna Opor Ayam dan Ketupat di Setiap Momen Lebaran
Opor ayam menjadi makanan yang selalu dan sering disajikan saat lebaran, makanan  yang hampir sama dengan kari ayam ini dibuat dengan campuran santan dan rempah-rempah khas Indonesia.
Dalam tahap penyajian, biasanya opor ayam dinikmati dengan potongan ketupat yang dipotong kecil-kecil, apalagi dengan taburan bawang goreng yang gurih. Hhmmm... sangat enak sekali.
Terlepas dari sensasi rasanya yang enak dan lezat, ternyata pembuatan opor ayam tidak hanya sekedar dibuat dan disajikan saja, namun ada filosofi didalam proses terciptanya makanan lezat ini.
Apa sebenarnya 'filosofi dari opor ayam'? Opor ayam dalam budaya Jawa sebagai "simbol atau lambang permintaan maaf".
Opor ayam yang dibuat dari santan ini, dalam bahasa Jawa memiliki arti sebagai 'pangapunten' atau wujud dari permintaan maaf.
Bagaimana dengan ketupat?
Ketupat adalah singkatan dalam bahasa Jawa yaitu "Ngaku Lepat dan Laku Papat", dalam bahasa Jawa 'ngaku lepat' ini berarti sikap mengakui kesalahan.