Mohon tunggu...
Firman Rahman
Firman Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger Kompasiana

| Tertarik pada finance, digital marketing dan investasi |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Harus Menyalakan Lilin dalam Diri

11 Februari 2023   23:31 Diperbarui: 11 Februari 2023   23:37 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda mendengar sebuah perkataan, pendapat atau pemeo yang mengatakan, saat Anda memikirkan bahkan menginginkan sesuatu, tiba-tiba tidak begitu lama, dalam media sosial yang Anda ikuti membahas hal yang sama dengan yang Anda pikirkan. Mungkin Anda menganggap hal ini suatu kebetulan saja, namun secara tidak sadar Anda pasti meng-iyakan hal tersebut. 

Sebenarnya hal ini sama saat Anda mengalami sebuah masalah, tidak tahu harus memulai darimana untuk menyelesaikan masalah tersebut, membenarkan tindakan juga tidak ada yang percaya, meminta tolong juga tidak ada yang menolong. Saat harus menyalakan lilin dalam diri itulah menjadi tonggak awal Anda bisa menikmati sebuah perjalanan hidup.

Kembali pada pembahasan di atas, atau bahkan yang terjadi beberapa waktu lalu, ada pendapat tentang ketidakinginan memiliki anak, memilih hidup sendiri, lebih menikmati sebuah kesibukan, hal ini adalah hal yang biasa dalam sebuah pilihan.

Dalam hubungan antar manusia, sebenarnya orang lain yang ada dalam lingkaran Anda adalah merupakan cerminan Anda. Penggambarannya seperti ini, bila melihat wajah yang berjerawat di cermin, maka yang diobati adalah wajah, dan bukan cerminnya bukan? Dan apa yang terjadi dalam sebuah pilihan hidup Anda secara tidak sadar dipengaruhi oleh apa yang ada dalam lingkungan dan lingkaran hidup Anda. Begitu pula saat melihat kesalahan di orang lain, meskipun terkadang berhasil membuahkan perubahan yang temporer, hal ini sama saja mengobati jerawat di cermin, bukan di wajah Anda.

Nah... Terdapat 4 (empat) langkah yang bisa dilakukan agar bisa menyalakan lilin tersebut dengan mengacu pada apa yang disampaikan Gede Prama, seorang 'Resi Manajamen' versi Majalah Infobank, sebagai berikut:

Pertama, tidak antiego. Sebenarnya banyak kemajuan yang didorong oleh mesin ego, namun yang harus dijaga adalah saat ego yang berlebihan muncul, karena sangat potensial mematikan lilin dalam diri.

Penyeimbang paling efektif dari ego adalah kebijakan atau "bijak" yang bisa berasal dari kedewasaan, belajar mendalam tentang agama atau sumber kebijakan lainnya. Bahkan Anda bisa belajar dari orang-orang yang berada di bawah misalnya dalam taraf ekonomi, tukang becak, sopir angkot dan masih banyak lainnya. Dari sini Anda bisa belajar sedikit arif, karena dengan uang yang sedikit mereka masih bisa bersyukur kepada Tuhan. Bahkan dengan penampilan yang sederhana, masih memiliki kepercayaan diri bisa berkomunikasi dengan orang lain, dengan kerut muka hitam dan kotor, masih bisa trsenyum pada orang lain.

Baca juga: "Possible", Satu Mantra Menuju Sukses.

Kedua, dalam proses berkomunikasi, sering dikemukakan seseorang bisa dikatakan berhasil bila sudah mencapai tataran "communication with heart".

Heart ini pun kalau dirinci berasal dari dua kata, yaitu kata 'hear' dan kata 'art', yang bisa diartikan sebagai seni mendengar. Tentu saja banyak hal yang bisa diperoleh ketika Anda bisa menguasai seni mendengar.

Ketiga, setiap orang memiliki sesuatu yang kecil bagi orang lain, namun sangat besar artinya bagi pemiliknya.

Keempat, lilin dalam diri kita akan tampak terang bagi orang lain, apabila kita memberikan our total body language. Contoh mudahnya seperti ini, bila Anda berbicara dalam posisi sedang berdiri, jangan lupa mengarahkan ujung kaki, dada dan muka ke lawan bicara. Atau bila seseorang sudah bercerita tentang hal pribadi, tunjukkan empati Anda, dan juga ajukan pertanyaan, yang bisa membuat orang semakin bangga akan dirinya.

Joseph Goldstein dan Jack Kornfield dalam The Path of Deep Meditation, pernah menulis:

Wisdom is not one particular experience, nor a series of ideas or knowledge to be collected. It is an on going process of discovery.

Nah daripada harus memikirkan berbagai langkah di atas, maka ada hal paling mudah yang bisa dilakukan, yaitu "Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan."

Semoga sedikit catatan "saat harus menyalakan lilin dalam diri" ini bermanfaat dan bisa memberi makna bahwa apa pun yang terjadi semuanya kembali pada diri kita, baik untuk memulai, belajar atau melakukan instropeksi diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun