Melihat kondisi tersebut, memberi tantangan tersendiri bagi kita untuk membangun dan menjadikan nazhir menjadi pengelola wakaf yang professional, apalagi dalam kondisi sekarang yang harta wakaf begitu banyak dan pengelolaan serta pemanfaatan wakaf yang masih bersifat konsumtif tradisional dan juga belum dikelola secara produktif, yang mejadikan wakaf dan berikut lembaga wakaf belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan bagi kesejahteraan masyarakat.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana agar seorang nazhir yang diberikan amanat untuk menjaga harta wakaf dari wakif ini bisa profesional?Â
Profesional disini, berarti orang yang mengemban suatu pekerjaan atau jabatan yang dilakukan dengan keahlianm yang berpengaruh terhadap performance seseorang dalam melakukan pekerjaan.Â
Berkaitan dengan hal tersebut maka seorang nazhir yang professional berarti adalah seorang pengelola wakaf yang mengerjakan atau bekerja secara penuh, dan juga memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengembangkan harta wakaf dan juga dibayar sesuai dengan profesionalitas hasil kerjanya.
Dengan begitu, maka nazhir professional berarti mengelola wakaf sebagai sebuah pekerjaan atau profesi utama, sehingga bukan merupakan pekerjaan sampingan.Â
Dan di Indonesia yang terjadi saat ini adalah para nazhir ini tidak fokus dalam mengelola wakaf, karena mereka kebanyakan bekerja sebagai sambilan dan kebanyakan juga tidak diberi upah. Hal ini yang menjadi kendala bagi perkembangan wakaf apalagi wakaf diharapkan bisa menjadi tulang punggung ekonomi umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H