Pagi yang cerah di kota kembang dihiasi oleh pelangi, serta cuaca yang dingin menemani sibuknya pagiku. Bergegas, aku harus bergegas, ini hari penting bagiku. Sampailah aku ditempat tujuanku .Dinginnya  cuaca pagi ini dan pendingin ruangan sudah tidak terasa akibat hiruk pikuk calon penerus bangsa yang sedang bereuforia atas kelulusannya, ibarat seorang anak yang baru lahir ini adalah babak awal perjuangan di dunia nyata.
Menangis, entah menangis bahagia atau takut menghadapi kenyataan dunia di luar sana. Sosok tua diatas tribun memberikan senyuman kepadaku dengan penuh bahagia. Mereka adalah orang tuaku. Hari ini aku bersama teman-temanku diwisuda, sebuah pesta atas kelulusan pendidikan yang kami tempuh dan sekarang dinamaku tersemat gelar. Muhammad Ikhsan Hanifah, S.E.Sy. Aku adalah lulusan dari jurusan muamalah fakultas ekonomi syariah dari Institut agama islam swasta di kota Bandung.Â
Senang rasanya akhirnya aku bisa menyelesaikan masa studiku dengan tepat waktu dengan predikat cumlaude,seusai prosesi sakral ini aku bergegas menemui kedua orang tuaku dan keluargaku, kepeluk mereka dengan rasa bahagia, mereka menagis tanda bahagia melihat anak satu-satunya yang sedang berbahagia, dalam pelukannya ibuku berkata, "Alhamdulillah nak, kamu sudah lulus. Ibu bangga sama kamu." Sambil memelukku dengan erat.Â
Dalam pelukan ayahku memberi sedikit wejangan. Selamat datang San (panggilan untuk Ikhsan) di dunia nyata, perpengang teguhlah dan tetap dijalan yang lurus. Sambil ayahku menahan air matanya. Dipelukan ibu pun aku tertegun dengan kata-kata ayah. Namun, aku pun kembali dalam rasa bahagia atas kelulusanku
Sudah tiga minggu dari kelulusanku, kini aku disibukan dengan rencanaku sebelum wisuda. Mempersiapkan pernikahanku dengan wanita yang ku kenal disemester tujuh, wanita yang kusayangi dan kucintai karena Allah, yaitu Aisyah. Dia sama sepertiku seorang sarjana yang baru lulus, Aisyah satu perguruan bersamaku, bedanya Aisyah dari jurusan pendidikan agama Islam fakultas tarbiyyah. Cocok sekali untuk menjadi ibu bagi anak-anakku calon generasi rabbani, dan akhirnya pun kami menikah.
Seminggu setelah aku menikah dengan Aisyah, aku masih disibukan mencari pekerjaan. Aku menikah dengan Aisyah masih dalam keadaan menganggur, untunglah keluarga dari Aisyah tidak berkeberatan. Kini Aisyah disibukan menjadi seorang guru PAUD di dekat tempat tinggal kami, lumayan gajinya masih bisa membiayai hidup kami.Â
Akupun bersedih, karena seharusnya aku yang menafkahi istriku bukannya istriku yang menafkahiku. Aku pun masih disibukan mencari pekerjaan yang tak kunjung dapat, walaupun aku lulus dengan predikat dengan pujian, tetapi tenyata sulit untuk mendapat pekerjaan di lembaga keuangan Syariah, memang aku berkeinginan untuk dapat bekerja di lembaga keuangan syariah,.
Namun dalam hati ku berkata. "tak apalah walaupun bukan di lembaga keuangan syariah yang penting aku punya pekerjaan dan tidak bertentangan dengan syariat islam". Perlahan idealismeku pun luntur oleh kerasnya dunia. Aku pun pulang dan disambut oleh istriku yang sangat ku kasihi dengan senyuman yang tulus, serasa lelahku pun hilang.
"Gimana bi. Lelah ya, mau minum teh atau kopi." Kata istriku sambil menggantungkan jaket.
"Masih belum dapet mi, susah juga ya nyari kerja. Abi mau dibuatkan teh saja." Jawabku.
Istriku pun ke dapur membuatkan teh untukku. "Iya abi, mungkin belum rejeki."
Sambil menyeruput. teh aku bingung melihat istriku yang senyum-senyum, lalu akupun bertanya. "Ada apa umi senyum-senyum, seneng sekali keliatannya."
Lalu istriku mendekatkan badannya kepadaku dengan manja. "Ada apa sih mi.?" Aku pun bingung.
"ini bi, liat aja sendiri," sambil tersenyum istriku menunjukan tes kehamilannya, dengan hasil positif.
"Alhamdulillah makasih ya Allah atas rejeki-Mu" Aku pun sangat bahagia.
Malam pun datang, aku dan istriku pun bergegas istirahat. Dalam baringanku, aku pun mengucap syukur, atas rejeki ya Allah berikan kepada kami berdua. Namun, tiba-tiba terselip perasaan kekhawatiran dalam benakku. Bagaimana aku akan membiaya kebutuhan istriku saat hamil, bagaimana aku membiayai persalinan istriku nanti.Â
Lalu aku buang pikiran itu jauh-jauh, karena aku yakin Allah akan memberi rejeki kepada keluargaku. Sudah pagi, seperti biasa istriku disibukan dengan mengurusiku dipagi hari serta mempersiapkan diri untuk pergi mengajar dan pagi ini pun aku masih sibuk untuk berangkat mencari pekerjaan. Sudah berapa kira-kira uang yang sudah kuhabiskan untuk melamar kesana kemari. Kami pun pergi dengan aktivitasnya masing-masing.
 Seperti biasa aku menunggu bis sambil membaca Koran, lama rasanya bis yang ku tunggu tak kunjung datang. Sambil menunggu aku lanjutkan membaca koranku, seperti biasa, bukan berita yang ku baca, tetapi info tentang lowongan kerja. Tiba-tiba aku tertarik pada lowongan kerja disalah satu bank konvensional milik BUMN dengan penerimaan karyawan yang cukup besar, tetapi apa iya aku yang lulusan ekonomi syariah bekerja ditempat yang sudah jelas melakukan transaksi riba, apa iya aku yang dulu aktif di kelompok studi ekonomi islam yang meneriakan anti riba sekarang malah ingin masuk kedalam lingkaran riba.Â