Mohon tunggu...
Firman Hakim
Firman Hakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan penulis ulung

Khoirunnas anfa’uhum linnas sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain ini

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menelisik Akar Problematika Kepatuhan Hukum Dalam Proses Seleksi Calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI 2021

21 September 2021   08:09 Diperbarui: 21 September 2021   08:54 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Didalam bukunya Abdul Hamid terkait teori negara hukum modern menurut pendapat Srie Soemantri yang harus diperhatikan di dalam negara hukum adalah pemerintahan dalam menjalankan tugas dan kewajibanya harus berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan. Sandaran dalam proses penyelengaraan negara harus berpacu kepada hukum (rechtstaat) yang berlaku tidak atas berdasarkan pada kekuasaan belaka (machtstaaat) namun sering kali kita jumpai bahwa aturan hanyalah sebagai formalitas belaka berbanding terbalik dengan implementasinya yang seharusnya untuk taat dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang belaku. Study kasus fenomena hari ini sebagai lembaga yang disematkan sebagai wakil rakyat yang berada disenayan seharusnya DPR RI lebih jeli dan patuh terhadap ketentuan hukum pasal 13 huruf (j) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Padahal aspirasi atau masukan dari masyaakatpun tidak digubris untuk mengingatkan hal ini tentunya sangatlah miris sekaliber lembaga tinggi negara dalam mekanisme penyelenggaraan pengangkatan seleksi anggota BPK RI tidak patuh terhadap undang-undang yang berlaku tentunya menjadi preseden buruk bagi citra negara hukum di indonesia.

Adapun adagium hukum menyatakan Politiae legius non politii adoptandae, Hukum harus berada diatas politik bukan sebaliknya mengikuti keinginan para politisi dengan kata lain sebagai penegasan norma pasal 13 huruf (j) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan haruslah menjadi syarat mutlak untuk menjadi pedoman di atas politik kekuasaan para politisi karena bunyi undang-undang sebagai produk hukum yang telah disepakati bersama untuk dijalankan dan sekali lagi harus dipatuhi apalagi oleh pembuat undang-undang yakni DPR RI demi menghasilkan anggota BPK RI yang baik. Karena ketika mekanisme yang ada tidak di taati maka cenderung akan menghasilkan pemimpin yang tidak bekualitas bukan berarti penulis suudzon sebagai dugaan kekhawatiran saja.

Upaya Solusinya                                               

Pertama menakar persoalan yang tejadi yang dilakukan oleh DPR RI yang telah meloloskan calon anggota BPK RI 2021 cacat secara formil dan prosedural padahal dikategorikan tidak memenuh syarat (TMS) maka bertentangan dengan Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan maka dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa  (onrechtmatige overheidsdaad) yang memenuhi syarat untuk menjadi objek TUN. Dengan demikian dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, dengan mengajukan Gugatan onrechtmatige overheidsdaad yang merupakan kewenangan PTUN. Bahkan ketika presiden mengeluarkan Keppres terkait pengangkatan calon anggota BPK RI 2021 yang tidak memenuhi syarat maka bisa diajukan juga kepada pengadilan tata usaha negara (PTUN) karena objek sengketanya adalah gugatan keputusan TUN (beschikking) karena tidak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Kedua mengutip dari paparan tulisan Adv. Prof. Denny Indrayana, S.H, LL.M, Ph.D seorang guru besar Hukum Tata Negara mengatakan harus adanya perubahan atau revisi UU BPK. Misalnya, dengan mengadopsi berbagai mekanisme proses lainnya, yaitu menghadirkan panitia seleksi yang dibantu oleh panel ahli yang independen. Lalu kesemuanya dirancang untuk membantu proses rekruitmen di DPR, untuk menghindari agar seleksi BPK jangan terlalu berorientasi kepentingan politik non-negara ataupun sangat berjangka pendek.

Ketiga lanjut lagi menurut beliau interpretasi progresif misalnya di dalam UUD 1945 pasal 23 F ayat (1) yang berbunyi: "Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden".  Terkait frasa kata "Diresmikan oleh presiden" Normalnya, frasa demikian hanya menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara semata. Artinya peresmian itu adalah proses administratif penerbitan Keppres saja. Namun dalam praktiknya, tidak jarang Presiden juga ikut menilai dan akhirnya tidak menerbitkan Keputusan Presiden, di antaranya karena pertimbangan sosiologis penolakan publik (substantif).

Ketiga selain dari pada itu DPR RI jika tidak ingin citra buruk maka pada rapat sidang paripurna DPR RI harus menarik kembali pengajuan Sdr. Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI terpilih periode 2021-2026 untuk ditetapkan dalam rapat paripurna DPR RI.

Sekian tulisan sederhana ini masih terdapat kekurangan semoga bisa memberikan manfaat untuk kita semua selaku masyarakat agar bisa melek terhadap isu sosial, politik dan hukum.

Salam Konstitusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun