Aji melirik sepeda motornya yang kinclong sehabis dicuci. Hanya itu harta yang ia miliki.
***
"Baiklah, bapak-bapak panitia kurban Desa Sumber Makmur yang saya hormati. Untuk tahun ini resmi tidak ada yang berkurban. Maka dari itu, untuk pendaftaran kita tutup. Sekian," ujar ketua panitia mantap pada sore hari sebelum lebaran.
Mereka pulang dengan dada yang terasa berat.
***
Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahilhamd
Di antara sayup-sayup suara takbir itu, tiba-tiba terdengar suara kambing menggembik.
"Ada kambing!" teriak anak-anak riang.
Seorang pemuda tampak menuntun dua ekor kambing ke pelataran masjid dibantu oleh seorang rekannya. Pemuda itu ialah Aji. Orang-orang menatapnya kagum. Aji seorang buruh pabrik, anaknya pemulung itu berkurban? Ya, mereka tak salah lihat.
Selepas salat Idul Adha ditegakkan, Aji mendudukkan kedua orang tuanya untuk menyaksikan penyembelihan dua ekor kambing itu yang memang atas nama orang tuanya. Tidak bisa dijelaskan bagaimana bahagia dan haru perasaan mereka.
Saat itulah, Aji menunjukkan bahwa berkurban ialah mengorbankan harta yang kita miliki, bukan menunggu harta sisa untuk dikorbankan. Meskipun ia tahu, esok harus jalan kaki atau ngojek untuk sampai ke tempat kerjanya.[]