Mohon tunggu...
Firman Fadilah
Firman Fadilah Mohon Tunggu... Lainnya - Simple man with a simple love.

Never give up!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Sanalah Letak Surgaku

2 Juli 2022   09:24 Diperbarui: 2 Juli 2022   09:44 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebulan kemudian, Mas Barak menyatakan cinta kepadaku yang hanya bisa kujawab dengan anggukan tanda setuju. Lalu, tahun berikutnya ia melamarku melalui Paman Dul, saudara laki-laki Ibu. Mas Barak tak keberatan tentang masa laluku yang kurang menyenangkan.

Kami memulai segalanya dari nol. Bermula ketika sepetak kontrakan kecil disewa. Peralatan dapur satu per satu kami beli. Sehampar matras dan lemari kecil tempat kami menabung uang hasil kerja.

Mas Barak sempat kena PHK. Itulah sebabnya aku harus pintar-pintar mengatur uang. Dua bulan sejak PHK, Mas Barak dipanggil kerja di salah satu kantor ekspedisi, hingga pada akhirnya, ia membuka kantornya sendiri.

Hidup berdua begitu menyenangkan. Belum sempat terpikirkan untuk memiliki seorang anak sebab aku masih ingin bekerja. Begitu juga dengan Mas Barak yang ingin fokus merintis usaha di kantor barunya. Akan tetapi, nasib buruk tak bisa dipilih. Perjalananku ke tempat kerja pagi itu menjadikan perjalanan terakhir selepas tubuhku terpelanting jauh akibat sebuah mobil dengan bringasnya menabrak. Kakiku terantuk trotoar hingga tulang keringnya patah.

Aku terpaksa resign dan jadi banyak diam di rumah sambil membantu Mas Barak menjalankan bisnisnya yang sempat bangkrut karena modalnya terpakai untuk operasi kakiku. Mas Barak pun jadi lebih banyak diam. Ia juga jadi lebih sering marah-marah. Katanya, aku hanya menjadi penghambat. Katanya, aku tak berguna. Hidupku sia-sia. Ia menyesal telah menikahi perempuan sepertiku! Aku sama seperti ibuku, merepotkan! umpatnya lagi sebelum ia pergi dari hidupku selamanya.

Kukira, kami akan menaklukkan ombak samudra bersama. Kukira, aku akan menjadi calon Ibu dan seorang istri yang baik. Akan tetapi, janji sehidup semati itu hanyalah bualan semata. Namun, tak pernah kusesali pertemuan dan cinta yang tumbuh untuk Mas Barak. Mungkin Tuhan tengah merencanakan sesuatu yang lebih besar untukku. Aku hanya perlu bangkit dari keterpurukan.

Demi bertahan hidup, aku bekerja serabutan sebagai freelance di dunia maya. Kadang, aku juga menerima jasa rias wajah dan berjualan kopi di depan indekost. Hingga akhirnya aku bertemu dengan Supri alias Jasmine yang kala itu menjadi pelanggan pertama di warung kopiku. Ia menawarkan pekerjaan sebagai karyawati di salon. Rupanya, ia telah mengetahui bakatku dan barangkali masa laluku yang patut dikasihani.

Sedikit demi sedikit, aku harus melangkah lagi, memulai segalanya dari nol sendiri. Di tempat kerjaku, semua rekan sangat ramah dan baik hati. Aku merasa sangat diterima. Begitulah mungkin, Tuhan berkehendak menjauhkan satu orang yang buruk untuk mendekatkan kepada banyak orang yang baik. Aku tahu memang banyak yang tak suka melihat manusia cacat dan berbeda seperti Supri. Akan tetapi, dari situlah sifat dan nalar kemanusiaan diuji.

Aku jadi merasa sangat bersalah kepada Ibu. Memang sejak menikah dengan Mas Barak, aku jadi jarang berkunjung ke rumah sakit. Bahkan, aku lupa kalau punya jadwal khusus setiap minggu untuk menemani Ibu seharian. Itu semua kulakukan sebab Mas Barak selalu minta ditemani. Katanya, sudah ada perawat yang mengurus Ibu. Kita cuma perlu kirim uang. Tak usah repot-repot ke sana! Permintaannya kuturuti sebab aku ingin menjadi istri yang baik, tapi nyatanya, seseorang yang kukagumi itu kini entah di mana, entah dengan siapa.

Sebelum sampai di rumah sakit, aku sempatkan untuk membeli sebungkus cakue sebagai oleh-oleh untuk Perawat Inah sebab dialah orang yang telaten merawat Ibu kalau aku tak ada.

Sesampai di depan rumah sakit itu, dadaku selalu bergemuruh ketika membaca huruf yang melengkung di atas gerbang bertuliskan Rumah Sakit Jiwa Asih. Kuharap bangunan megah itu tak pernah ada. Pertanyaan-pertanyaan pun bermunculan. Mengapa kita sebagai manusia tak cukup hanya merasakan indah dunia? Mengapa kita harus merasa sakit dan kehilangan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun