Aulah sunyi yang diam-diam hanyutÂ
ke tepian rindu, nanar selalu yang kutatap
umpama lidahku tak kuasa menutur
sabda cinta yang kukuh bagai gunung,
sebelum ia rata oleh waktu dan parasmu
yang seharusnya bagai hangat senja
tak kutemui lagi.Â
Akulah awan pecah yang mengaurÂ
pada bilah langit begitu lapang
menampung kenangan yang tak pernahÂ
benar-benar berakhir menuliskan takdir
bahwa kitalah ketidaksanggupan
untuk abadi berdampingan.
Akulah kabut yang jingga menipis
pada ujung hari dengan segenap deritÂ
segenap luka dan akan tetap kubawa
kenangan itu walau entah,
bisakah kita berjumpa lagi...
Tanggamus, 26 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H