Mohon tunggu...
Firman wirayuda
Firman wirayuda Mohon Tunggu... Lainnya - Baik

Makan kenyang tidur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhir yang Tragis dari Si Rubah Gurun, Erwin Rommel

14 Oktober 2020   21:05 Diperbarui: 14 Oktober 2020   22:16 1954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang "Rubah" yang mendominasi Afrika Utara itu harus tewas karena kepentingan politik semata. Yup, 14 Oktober 1944 sang Rubah Gurun, Erwin Rommel tewas setelah meminum kapsul sianida, beberapa saat sebelum pengadilan tentang "pengkhianatan" nya dimulai.

Erwin Rommel, Salah satu Jenderal Senior Jerman yang telah membela negaranya sejak perang dunia 1, menjadi populer dalam perang dunia 2 setelah kepemimpinannya di Afrika Utara. 

Pengetahuan, bakat dan pengalamannya di medan perang menjadi kunci utama keberhasilannya tersebut. Namun karena permasalahan kesehatan ia pun harus beberapa kali mundur dari medan perang.

Akhir dari si rubah gurun dimulai dari kegagalannya dalam menahan serangan sekutu di Perancis Utara, yang dimana sebenarnya Jerman memang juga sudah kekurangan sumber daya.

Ia pun mulai meragukan keputusan keputusan Adolf sebagai tokoh yang mampu membawa Jerman kembali ke masa kejayaannya yang kemudian membawanya terlibat dalam upaya pembicaraan untuk mengkudeta sang Fuhrer.

Hal ini kemudian diketahu sang Fuhrer dan menetapkan Rommel sebagai salah satu konspirator yang berupaya melakukan pengkhianatan terhadap pemerintahannya. 

Namun Rommel diberikan pilihan untuk mengakui perbuatannya dan tetap mendapatkan hukuman mati, namun akan di cap sebagai pengkhianat sepanjang hidupnya atau mengakhiri hidupnya sendiri dengan segala pencapaian yang telah ia dapatkan dan penghargaan dari pemerintah. Ia pun memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan meminum kapsul sianida.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun