Mohon tunggu...
Firman Budianto
Firman Budianto Mohon Tunggu... Lainnya - Young marine engineer

Enthusiastic, creative, and reliable young marine engineer. Passionate with book, novel and story.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Integrasi, Kunci Keberlanjutan Pesisir Pekalongan

16 April 2020   10:57 Diperbarui: 16 April 2020   11:17 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Landmark Kota Pekalongan | cintapekalongan.com

Kota Pekalongan, kota yang sering dijuluki sebagai Kota Batik ini  berada di pesisir utara provinsi Jawa Tengah yang letaknya berada di pertengahan pulau Jawa, yaitu antara Jakarta dan Surabaya. Hal ini menjadikan Kota Pekalongan merupakan salah satu simpul strategis jalur transportasi  Pantai Utara Pulau Jawa. Selain itu, Kota Pekalongan juga  terletak  di  dataran  rendah  pantai  Utara  Pulau  Jawa,  dengan  ketinggian  kurang lebih 1 meter di atas permukaan laut dengan posisi geografis antara 6 0 50’42”– 6 0 55’44”Lintang Selatan dan 109 0 37’55” – 109 0 42’19” Bujur Timur. Letaknya yang berada di kawasan pesisir membuat Kota Pekalongan memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan perekonomian, baik dari sector pemanfaatan sumber daya alamnya, serta kegiatan industry yang ada diatasnya.

Namun tak bisa dipungkiri selain memilki potensi yang besar, wilayah pesisir juga menyimpan banyak ancaman yang akan dihadapinya. Ancaman tersebut ada karena wilayah  pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis, dengan berbagai macam proses fisik, termasuk kenaikan  muka  air  laut,  penurunan  permukaan  tanah  (land  subsidence),  serta  erosi-sedimentasi. . Selain itu, wilayah pesisir juga menerima berbagai dampak yang disebabkan oleh aktivitas manusia, sebagai contohnya adalah beban bangunan serta  ekstraksi air tanah  besar-besaran  yang  menyebabkan penurunan permukaan tanah.  Semua proses tersebut  mempengaruhi perubahan garis pantai dan perkembangan bentuk  landskap pesisir. Dan berikut beberapa permasalahan yang terjadi di Kota Pekalongan.

1. Banjir Rob

Permasalahan ataupun ancaman yang terjadi pada daerah pesisir Kota Pekalongan  yaitu banjir pasang laut atau banjir rob yang semakin parah setiap tahunnya. Menurut Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan bencara banjir rob merupakan masalah utama yang sering terjadi di daerah Pekalongan. Banjir rob atau banjir air pasang merupakan suatu kejadian yang disebabkan oleh kenaikan permukaan air laut secara global (Suhelmi,2009). Menurut Kodoatie (2002), menyatakan bahwa banjir rob merupakan bencana yang berkaitan dengan siklus gerak bulan, sehingga banjir ini terjadi berulang setiap bulannya pada daerah darat dekat pantai. Banjir rob dapat diperkuat dengan curah hujan, sehingga ketika musim hujan banjir rob akan semakin tinggi.

Angga (2019) menyebutkan bahwa sejak tahun 2002 Pekalongan sudah terjadi banjir rob dan merupakan kota yang terdampak langsung dari perubahan iklim dengan adanya banjir rob. Pada tahun 2018 kemarin 31% pesisir pekalongan sudah tergenang air laut bahkan secara permanen dan terus-menurus meluas.  Dan pada bulan februari 2020 banjir di kota pekalongan semakin meluas, seperti yang disebutkan Kepala BPBD Kota Pekalongan, Sasmita menyebutkan 80 persen dari luas wilyah kota Pekalongan terendam banjir. Hardoyo (2014) menjelaskan bahwa banjir rob di daerah pesisir disebabkan oleh faktor alam, kegiatan manusia dan degradasi lingkungan.

2. Degradasi Tanah

Secara topografi letak Pekalongan yang berada di pesisir pantai utara Jawa membuat Kota Pekalongan berada pada ketinggian 0-6 meter diatas permukaan laut (mdpl), dengan kemiringan lereng 0-8%. Kondisi ini menggambarkan bahwasannya daerah kota Pekalongan ini sangat datar, beda tinggi permukaan yang sangat kecil dengan laut bahkan ada beberapa daerah yang berada dibawah permukaan laut. Kondisi tersebut mengindikasikan di daerah Kota Pekalongan mengalamai penurunan ketinggian muka tanah atau terjadi degradasi tanah. Dan berdasarkan jurnal ilmiah yang ditulis, Angga (2019) menyebutkan Kota Pekalongan merupakan kota dengan tingkat penurunan tanah tercepat di Indonesia.

Penurunan tanah di Pekalongan juga dipercepat dengan adanya sumur-sumur bor di setiap sudut kelurahan semakin mempercepat penurunan tanah. Kondisi ini akan menyebabkan cekungan air tanah kosong karena eksploitasi atau pengambilan air tanah yang dilakukan secara massif untuk kebutuhan air bersih. Dan menurut data penelitian yang dilakukan oleh kemitraan, Pekalongan mengalami penurunan tanah berkisar 25-34 cm setiap tahunnya, dari data tersebut bukan hal yang mustahil dalam beberapa tahun kedepan kota pekalongan akan sepenuhnya terendam air jika tidak dilakukan perencanaan mitigai bencana yang baik serta pengelolaan pesisir yang tepat.

3. Pencemaran pada Daerah Aliran Sungai

Kota Pekalongan sebagai kota yang berbatasan langsung dengan laut utara Jawa, dialiri beberapa sungai. Terdapat 4 (empat) aliran sungai yang melewati wilayah kota Pekalongan yaitu Sungai Meduri, Bremi, Pekalongan dan Banger. Keempat sungai tersebut termasuk ke dalam 3 daerah aliran sungai (DAS) yaitu DAS Sengkarang, DAS Kupang dan DAS Gabus. Kota  Pekalongan  merupakan  dataran  rendah  yang  hanya  memiliki  elevasi maksimum  sekitar  6  mdpl  menyebabkan  laju  aliran  sungai  menuju  muara  tidak  terlalu deras karena berada pada wilayah muara sehingga setiap limbah yang dibuang ke sungai banyak yang mengendap. 

Ditambah lagi dengan beban pencemaran yang sangat besar dari buangan limbah rumah tangga dan industri di wilayah Kota Pekalongan maupun dari wilayah  hulu  (terutama  Kabupaten  Pekalongan)  maka  air  permukaan  di  wilayah  Kota Pekalongan tidak bisa dimanfaatkan sebagai air baku untuk air bersih. Di wilayah Kota Pekalongan muncul suatu keyakinan, jika air sungainya berwarna-warni atau sangat kotor maka  menunjukkan  perekonomian  sedang  bagus.  Air  sungai  yang  kotor  tersebut menunjukkan  limbah  buangan  industri  di  Kota  Pekalongan.  Sebaliknya,  jika  air  sungai relatif bersih maka menandakan berkurangnya proses produksi yang dilakukan industri. Hal ini mengakibatkan masyarakat pekalongan memanfaatkan air tanah untuk memunuhi kebutuhan air sehari-hari. Dampak dari  pengambilan  air  tanah  bisa menimbulkan terjadinya penurunan muka air tanah yang melebihi ambang batas dan juga amblesan  tanah  dan  daya  rusak  air  tanah  lain  seperti  pencemaran  air  tanah  dan penyusupan (intrusi) air laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun