Mohon tunggu...
Firman Seponada
Firman Seponada Mohon Tunggu... -

Memegang idealisme itu laksana menggenggam bara api. Tak banyak orang mau melakukannya. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari pelindung telapak agar tak melepuh.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pendekar Sumedang Berhati Lembut

20 Mei 2010   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:05 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_145563" align="alignleft" width="300" caption="Bersama Mbak Nien Rozza pada Kopdar Tim, 14 Maret 2010. (Dok. Pribadi)"][/caption] Namanya Erwin Rudiyanto. Tetapi di Kompasiana dia memakai akun Cechgentong. Mungkin biar sesuai dengan tubuhnya yang subur dan minatnya kepada hal-hal berbau religius. Ihwal nama akun itu pernah dia tuturkan di sini. Saya sudah sejak lama mengagumi orang Sunda jebolan Fakultas Teknologi Pertanian UGM tahun 1995 ini. Tulisan-tulisannya selalu berbobot, persis penulisnya yang juga ekstra-besar. Dengan tinggi 171 cm, berat badannya 108 kg. Sungguh berbobot kan? Dia mampu menulis dengan banyak tema. Mulai dari isu lingkungan hidup, kuliner, pengalaman religius, urusan teknologi, hingga cerita humor. Silakan Kompasiananers baca dan nilai sendiri coret-coretannya. Bergaul cukup intens dengannya di Kompasiana, saya baru berkesempatan satu kali bersua lelaki pendiam ini. Yakni ketika Kopdar dan tanam bakau di Muara Angke 14 Maret 2010 lalu. Dari pertemuan itu, saya tahu Cechgentong termasuk tipe setia kawan. Terbukti, dia sampai memaksakan diri hadir pada temu muka itu demi berjumpa kawan-kawan. Lelaki bertubuh tambun itu mesti buru-buru menyelesaikan petualangannya di Ujungkulon, Banten, untuk meluncur ke TIM, Jakarta. Lahir di Jakarta, 3 Maret 1971, lelaki yang gemar berkelana itu menamatkan SD hingga SMA di Ibukota. Pada tahun 1989 Erwin Rudiyanto meneruskan kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta. Pada tahun 1995 dia meraih gelar insinyur pertanian dari perguruan tinggi 10 besar terbaik di Nusantara itu. Selama kuliah, Cechgentong aktif di Keluarga Mahasiswa Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian (KMTPHP) UGM. Pada tahun 1992, dia dipercaya menjadi Ketua Umum Panitia Food Expo di Yogyakarta. Acaranya berupa seminar pengemasan makanan, pameran industri pangan, dan demo pengenalan briket batubara untuk industri kecil makanan. Ini kegiatan besar-besaran yang pernah digelar mahasiswa ilmu pangan di Indonesia. Kebetulan KMTPHP UGM dipercaya sebagai tuan rumah. [caption id="attachment_145569" align="alignright" width="200" caption="Sebagai pakar kuliner, Cechgentong memang hobi ngemil. (Dok. Syamsul Asinar Radjam)"][/caption] Jangan sekali-kali mengajak lelaki ini berkelahi. Peluang babak-belurnya besar sekali. Itu bukan cuma lantaran musuhnya kalah besar secara fisik, tetapi juga karena Cechgentong memang jago silat. Dia mewarisi tradisi beladiri dari kakek buyutnya yang pendekar di Tanah Pasundan. Pada tahun 1989 sampai 2000 Cechgentong aktif di Keluarga Besar Perguruan Silat Perisai Diri, di Jakarta. Lalu, sejak tahun 2000 hingga sekarang, dia bergiat di Padepokan Galeuh Pakuan Pajajaran Sumedang, Jawa Barat. Pada tahun 2010, Cech didapuk menjadi salah seorang anggota dewan pembina yayasan perguruan pencak silat itu. Lahir dari pasangan Suhadi (almarhum) dan Roosliana, lelaki berwajah teduh ini punya banyak hobi. Di antaranya, jalan-jalan, menunggang motor, menonton film perang, dan membaca buku-buku sufi. Karena hobinya jalan-jalan itu, hingga usianya yang hampir 40 tahun Cech masih melajang. Status bujang tulen itu disandangnya bukan karena tidak ada perempuan sudi dia pinang. Sarjana jebolan UGM dengan tampang gagah seperti itu, jelas modal serius untuk menggaet gadis-gadis. “Saya masih lajang gara-gara suka mengelana kemana-mana. Hahaha,” tulis dia dalam kotak pesan saya. Putra keempat dari lima bersaudara ini memang punya segudang kegiatan yang menyita waktu. Mempraktekkan ilmu yang dia peroleh dari kuliah, Cech sekarang berwiraswasta. Dia berdagang bubuk cabai (chili powder) dan bumbu penyedap (seasoning). Hasil olahan produk pertanian itu dipasarkannya bukan cuma di Jawa Barat, tetapi juga ke Jakarta, Jawa Tengah, dan daerah lain di Tanah Air. Selain berbisnis, Cechgentong juga punya kegiatan sosial. Dia aktif membina beberapa industri kecil makanan ringan di Cikarang, Cileungsi, dan Pamulang, Jawa Barat. Rudi memang benar-benar menerapkan ilmu olah tanaman pangan yang dia cecap di bangku kuliah. [caption id="attachment_145576" align="alignleft" width="300" caption="Pakai pelampung, siap-siap susur Kali Angke. (Dok. Babeh Helmi)"][/caption] Lelaki yang menyukai kutipan: Tidak Butuh Musuh, Tidak Butuh Teman, Hanya Butuh Kebenaran, ini tak pernah mau berhenti belajar. Itu setidaknya dapat ditangkap dalam sebuah komentarnya pada tulisan Inge, di sini. Cech menulis: Terima kasih Madam atas apresiasinya. Sekali lagi hidup harus bergerak dan ada perubahan yang baik. Semua itu ada konsekuensinya. Belajar…belajar terus sampai pada satu titik yaitu dipanggil Yang Maha Kuasa. Pakar makanan tradisional ini pastilah pendekar berhati lembut. Seorang bayi penderita HIV AIDS pernah dia angkat menjadi anak. Orangtua orok malang tadi pasangan muda terserang penyakit yang hingga kini belum ada obatnya itu. Mereka tak sanggup merawat anaknya. Cechgentong tergerak hatinya melihat penderitaan keluarga tersebut. Maka, dia mengambil dan merawat bayi malang itu sebagai anak dan memberinya nama Satria Pratama. Cech mengurus anak itu semenjak lahir. Tetapi Tuhan berkata lain. Bayi itu meninggal pada umur 1 tahun 6 bulan. Dia pergi begitu cepat karena tak kuat melawan penyakit yang ditularkan orangtuanya. Atas kepergian anak angkatnya itu, Cechgentong memosting sebuah elegi, di sini. Kompasianer Mukti Ali juga memosting ucapan belasungkawanya berjudul "Turut Berduka Atas Wafatnya Putra Om Cech..." Kompasiana memang berisi banyak manusia yang layak mendapat apresiasi. Bukan cuma atas kontribusi positifnya dalam bentuk tulisan dan komentar di rumah sehat ini. Melainkan juga atas kiprahnya di masyarakat yang patut dijadikan teladan. Selamat berkiprah Aa Cech! Teruslah menjadi orang yang teduh dan peduli sesama! Catatan: Tulisan dibuat agar suatu saat bermain ke Jakarta atau Sumedang mendapatkan pengawalan gratis dari pendekar yang baik hati ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun