Mohon tunggu...
Firman Seponada
Firman Seponada Mohon Tunggu... -

Memegang idealisme itu laksana menggenggam bara api. Tak banyak orang mau melakukannya. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari pelindung telapak agar tak melepuh.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop, Perusakan Gunung Krakatau! (3)

9 Februari 2010   17:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:00 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEKARANG, karena takut, PT Ashco menghentikan penambangan pasir di Gunung Krakatau. Akan tetapi, masalahnya tentu tak boleh berhenti sampai di situ. Polisi wajib mengusut kasus ini. Semua pihak yang terlibat patut diusut dan ditangkap andai terbukti bersalah. Jika diam saja, kepolisian ini bisa dituding sebagai terlibat. Atau minimal tidak turut berjuang menyelamatkan keseimbangan ekologi.

Proses hukum ini dibutuhkan agar banyak orang tidak lagi berani serampangan memperlakukan alam. Tidak boleh lagi ada kerusakan lingkungan hidup yang mengganggu keseimbangan alam. Supaya, kualitas generasi mendatang tetap terjamin karena mereka hidup di bumi yang mampu mendukung kebutuhan penghuninya.

Sungguh, Kepulauan Krakatau adalah fenomena alam yang luar biasa. Pada masa lalu, di kawasan ini terdapat Gunung Api Krakatau setinggi 2.000 meter dengan radius 11 kilometer. Menjulang di tengah laut, Krakatau ditemani dua pulau kecil: Danan dan Perbuatan. Pada bulan Agustus tahun 1883, Krakatau meletus. Ledakan super-hebat itupun menghancurkan 75 persen tubuh gunung itu dan melenyapkan dua pulau tetangganya.

Krakatau hanya menyisakan gugusan tiga pulau kecil, Sertung, Panjang, dan Krakatau Besar. Ajaibnya, 44 tahun kemudian, persisnya pada tahun 1927 mengepul asap di antara tiga pulau itu. Setahun kemudian dari lokasi kepulan asap itu, muncul gunung baru. Inilah yang sekarang dikenal sebagai Gunung Anak Krakatau.

Gunung dari tumpukan lava itu terus tumbuh hingga sekarang. Kini, ketinggiannya sudah mencapai 280 meter dari permukaan laut. Seperti induknya, Anak Krakatau juga gunung api yang aktif, sering meletupkan pasir dan lava panas. Bahkan, pasca gempa dan tsunami Aceh pada pengujung tahun 2004 lalu, Anak Krakatau dikhawatirkan meletus.

Kehadiran kawasan Kepulauan Krakatau, jelas bukan kebetulan. Ia adalah kehendak alam yang ingin menyeimbangkan diri. Maka, merusak daerah itu sama artinya dengan mengganggu keseimbangan alam. Sampai saat ini, Gunung Anak Krakatau masih disebut sebagai harta paling berharga bagi ilmu pengetahuan. Sebab, kemunculan gunung berapi dari dalam laut sungguh fenomena langka di dunia.

Oleh sebab itu, Kepulauan Krakatau ditetapkan sebagai kawasan cagar alam yang dijaga ketat kelestariannya. Orang diperbolehkan menginjakkan kaki di sini hanya dengan empat tujuan: penelitian, pendidikan, pengembangan pengetahuan, dan penunjang budidaya. Di luar urusan itu, dilarang. Apalagi dalam bentuk mengambili material pasir seperti dilakukan PT Ashco Unggul Pratama.

Kawasan konservasi ini merupakan laboratorium alami untuk mempelajari pengetahuan alam, geologi, vulkanologi, dan biologi. Di sini bisa dipelajari berbagai gejala alam, seperti proses pembentukan pulau, gunung, dan hutan. Dengan demikian, Kepulauan Krakatau wajib dilestarikan. Merusak kawasan ini sama artinya dengan membakar satu-satunya buku paling berharga yang baru dibaca daftar isinya oleh sebagian orang. ***

tamat (bagian 3 dari 3 tulisan)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun