Mohon tunggu...
Firman Seponada
Firman Seponada Mohon Tunggu... -

Memegang idealisme itu laksana menggenggam bara api. Tak banyak orang mau melakukannya. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari pelindung telapak agar tak melepuh.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop, Perusakan Gunung Krakatau! (1)

9 Februari 2010   15:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:00 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KITA lagi-lagi menyaksikan dengan perih berbagai paradoks pelestarian lingkungan hidup. Atas nama rakus, kawasan konservasi yang mestinya dipelihara kelestariannya dengan gegabah dieksploitasi. Kali ini kegiatan yang menjungkir-balikkan logika itu menimpa Kepulauan Gunung Krakatau. PT Ashco Unggul Pratama, diketahui menyedot dan membisniskan pasir hitam yang dikandung cagar alam di Selat Sunda itu.

Perusahaan swasta ini entah sudah menyedot berapa banyak pasir dari pesisir Kepulauan Krakatau dalam beberapa bulan melancarkan aksi haramnya. Yang jelas, mereka berencana menguras 3,4 juta meter kubik hasil leleran lava yang bernilai ekonomi tinggi itu. Kita tahu, pasir hitam di sini mengandung berbagai mineral, seperti nikel, bijih besi, dan emas.

Perusahaan ini melakukan aksi tidak ramah lingkungan itu dengan dalih mitigasi bencana. Yakni, mengurangi partikel dan material gunung api yang masih aktif itu agar daya letusnya tidak terlalu besar. Sebuah model penanggulangan bencana yang sama sekali tidak dikenal di seluruh penjuru dunia. Sekadar akal-akalan agar bisa mengeksploitasi alam dengan pura-pura bertujuan mulia.

Kegiatan merusak lingkungan yang punya dampak-dampak serius itu memang sulit terpantau. Harap maklum, Cagar Alam Kepulauan Krakatau merupakan tempat yang tidak sembarang orang boleh masuk. Siapapun yang hendak menginjakkan kaki di kawasan seluas 14 ribu hektare ini wajib mengantongi Simaksi, surat izin masuk kawasan konservasi. Itu izin akses yang pemberiannya menjadi otoritas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung.

Memang, Gunung Anak Krakatau dibuka untuk tujuan wisata. Akan tetapi, wisatawan yang hendak melancong ke sana wajib memegang Simaksi, tentu saja dengan berbagai persyaratan. Di antaranya harus dikawal Polhut BKSDA dan dilarang melakukan aksi yang berpotensi merusak kelestarian cagar alam tersebut.

Andai nelayan Pulau Sebesi dan aktivis lingkungan hidup tidak waspada, pastilah kegiatan haram PT Ashco Unggul Pratama bisa berjalan mulus. Merekalah yang pertamakali melapor kepada wartawan mengenai adanya kegiatan penyedotan dan pengangkutan pasir itu.

Para nelayan heran melihat ada kapal-kapal besar lego jangkar di pesisir Kawasan Gunung Krakatau. Padahal, bahkan nelayan tidak boleh sembarangan masuk sana. Sejak proyek penyedotan pasir hitam di Gunung Krakatau gencar diberitakan media, PT Ashco Unggul Pratama menghentikan kegiatan.

Tetapi, nelayan dan kalangan aktivis yakin, perusahaan itu hanya berhenti sementara. Kelak mereka akan beroperasi lagi ketika situasinya dianggap sudah terkendali. Oleh sebab itu, seluruh elemen masyarakat wajib memperketat pengawasan. Kita juga membutuhkan konsistensi dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Bahwa, cagar alam Kepulauan Krakatau merupakan bagian tak terpisah dari sistem ekologi dunia. Karena itu, wajib dijaga kelestariannya. *** bersambung (bagian 1 dari 3 tulisan)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun