[caption id="attachment_40255" align="alignleft" width="299" caption="Andai semua hutan seasri ini..."][/caption] SUHU permukaan bumi makin menghangat dari tahun ke tahun. Temperatur itu terus menaik akibat konsentrasi bahan-bahan kimia yang kian menebal di atmosfer. Keadaan ini segera memerosotkan kualitas hidup manusia. Angka kemiskinan dan kelaparan bertambah akibat kegagalan panen di seluruh penjuru dunia. Berbagai penyakit serius juga menjangkiti penghuni planet ini menyusul memanasnya suhu di bumi. Kita memang wajib terus mengampanyekan penyebab dan dampak pemanasan global itu. Agar semua orang terdorong melakukan kegiatan yang ramah lingkungan. Supaya suhu di muka bumi dapat kembali distabilkan sehingga planet ini tetap menjadi tempat yang nyaman didiami manusia. Para ahli menemukan, penyebab terjadinya pemanasan global dewasa ini adalah menumpuknya gas rumah kaca di atmosfer bumi. Seperti karbondioksida, metana, dan asam nitrat. Dan, karbondioksida merupakan penyumbang terbesar gas rumah kaca di angkasa. Sesungguhnya, gas asam arang ini berguna bagi mahluk hidup. Ia tersedia di alam dalam jumlah melimpah. Kita setiap saat menghirup karbondioksida. Tumbuhan juga membutuhkan zat ini untuk proses fotosintesis. Di atmosfer, karbondioksida menjaga bumi tetap hangat. Molekul-molekulnya bisa menahan panas dari sinar matahari dan memantulkan radiasi itu ke luar angkasa. Begitulah, karbondioksida itu ada gunanya. Akan tetapi, ketika jumlahnya melampaui batas keseimbangan alam, suhu permukaan bumi menjadi naik. Ini kemudian menyebabkan terjadi perubahan iklim yang melahirkan bencana alam seperti badai, angin puting beliung, banjir, dan kekeringan. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan berlebihnya jumlah karbondioksida. Menipisnya populasi tumbuhan yang berfotosintesis dituding sebagai biang keladi utama. Asap kendaraan bermotor, pabrik-pabrik, dan pembangkit listrik yang menggunakan minyak bumi dan batubara juga menjadi penyumbang gas asam arang itu. Sesungguhnya, lautan dan tumbuhan berfungsi menangkap karbondioksida yang tebang di udara. Akan tetapi, kemampuan alamiah itu tidak sanggup menstabilkan suhu manakala gas polutif itu jumlahnya sudah terlalu banyak. Sementara, setiap tahun akumulasi emisi gas pencemar yang menggantung di angkasa terus bertambah akibat berbagai aktivitas manusia. Itu yang menjelaskan mengapa suhu di permukaan bumi kian hangat. Kemampuan alam menyeimbangkan diri sudah merosot akibat lingkungan hidup yang sudah rusak parah. Pemanasan global pun semakin cepat. Sehingga terjadilah apa yang disebut perubahan iklim ekstrem. Keadaan yang menyebabkan udara gerah meskipun cuaca sedang mendung. Sungguh, cuma ada dua cara mengatasi dampak pemanasan global yang menakutkan itu. Pertama, menambah populasi tumbuhan dengan penghijauan dan penghutanan kembali. Kedua, secara radikal mulai mengurangi kegiatan yang menghasilkan emisi gas karbondioksida, metana, dan asam nitrat. *** [caption id="attachment_40256" align="alignright" width="300" caption="Bukti perambahan...."][/caption] PEMANASAN global memang begitu menakutkan. Itu sebabnya, para pemimpin dunia, setiap tahun bertemu untuk membahas ancaman itu dan mencari cara mengatasinya. Manusia dan mahluk hidup lainnya akan makin menderita akibat perubahan iklim menyusul kian panasnya permukaan bumi itu. Sejak beberapa tahun terakhir, dunia kehilangan banyak pulau kecil akibat volume air laut yang meningkat. Luas daratan pun terus berkurang. Ini menyusul mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan lantaran suhu bumi yang terus menghangat. Keadaan ini jelas berdampak luas. Terutama bagi warga yang tinggal di dataran rendah, daerah pantai padat penduduk, dan delta-delta sungai. Kegagalan panen juga mengancam di mana-mana. Cuaca yang ekstrem selalu menghadirkan musim hujan yang lebih pendek dan kemarau lebih panjang. Celakanya, meskipun musim hujan pendek, banjir terus terjadi di mana-mana oleh sebab derasnya air yang dicurahkan langit. Sementara musim kemarau yang berlangsung lebih lama, segera menjadi petaka bagi petani. Suhu yang memanas memang tidak baik bagi pertanian dan perkebunan. Gagal panen akan menjadi niscaya. Oleh sebab itu, kelaparan dan kekurangan gizi akan banyak di derita warga, terutama di negara-negara berkembang. Ini yang menjelaskan mengapa di Indonesia belakangan ini makin sering ditemukan kasus gizi buruk. Kita mencemaskan keadaan itu karena petani yang kesulitan mengolah lahan, kemudian terdorong merangsek lahan di pegunungan yang masih subur. Pada gilirannya hutan kian terdesak. Lalu, mutu serta pasokan air serta-merta merosot akibat pembukaan hutan untuk kepentingan pertanian dan perkebunan itu. Dengan demikian, langkah manusia menyiasati alam yang makin tak ramah, justru memperparah keadaan. Kecuali menimbulkan banyak bencana alam, perubahan iklim yang ekstrem juga mengancam ketahanan pangan. Kemudian kualitas lingkungan hidup menjadi makin buruk sehingga mempercepat pemanasan global. Umat manusia secara keseluruhan terkena dampak kemarahan alam lantaran diperlakukan semberono itu. Mahluk hidup, dipaksa menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan cuaca yang ekstrem ini. Maka, berbagai jenis penyakit begitu mudah timbul. Ini yang menjelaskan munculnya berbagai macam penyakit belakangan ini. Nyamuk Aedes aegypti yang biasa menyerang daerah perkotaan yang panas, kini juga berjangkit di kawasan pegunungan yang sejuk. Sebab, seiring menaiknya temperatur secara umum, kawasan pegunungan yang semula dingin kini menjadi hangat. Sehingga, menjadi habitat baru bagi perkembang-biakan serangga penyebar virus demam berdarah itu. Lalu, polusi udara hasil emisi kendaraan dan gas-gas pabrik yang tidak terkontrol juga kian mengancam kesehatan warga. Berbagai penyakit seperti saluran pernafasan, alergi, jantung, dan paru-paru kronis, makin mudah menyerang penduduk. Begitu banyak dampak buruk dari pemanasan global. Itu sebabnya kita wajib waspada dan terus mencari cara mengatasinya. *** [caption id="attachment_40258" align="alignleft" width="300" caption="Dampak penggundulan hutan..."][/caption] SUNGGUH, kita patut terus waspada dan mulai melakukan berbagai gerakan untuk kembali bersahabat dengan alam. Jika pemimpin politik dan pembuat kebijakan tidak bertindak cepat, kualitas hidup kita akan mundur secara serius akibat pemanasan global ini. Maka dari itu, semua kegiatan yang menyebabkan terus menghangatnya permukaan bumi, mesti dari sekarang distop. Hutan-hutan yang berfungsi menyerap karbondioksida wajib segera dipulihkan. Sejauh ini, para produsen dan pengusaha kayu tidak pernah sedikitpun memikirkan dampak kerusakan alam akibat aksi penebangan, baik yang resmi maupun ilegal. Mereka menguras dengan cepat kayu-kayu di rimba demi meraup keuntungan dan kesejahteraan pribadi. Pemerintah mestinya mempraktekkan dengan serius moratorium penebangan hutan. Bahwa yang boleh ditebang sekalipun wajib hati-hati dalam menggarapnya. Sedangkan bagi pelaku penebangan liar, hukuman yang berat sudah saatnya dijatuhkan. Masalahnya, sejauh ini polisi baru bisa meringkus pelaku kelas teri illegal logging. Sementara aktor kakap perusak lingkungan itu hampir tidak ada yang bisa ditangkap. Masyarakat yang hidup di sekitar hutan juga mesti dicarikan jalan untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Misalnya, dengan pemberian modal untuk berdagang, bertani, juga menanam kembali bibit pohon dari jenis yang ditebang. Ini kemudian diikuti pengawasan dan penegakan hukum. Tanpa itu, pembalakan liar tak akan pernah bisa dihentikan. Sebab, kemiskinan selalu menjadi hulu dari penebangan dan perambahan hutan. Kita terus terang gembira atas makin masifnya pemahaman mengenai penyebab dan dampak pemanasan global. Ia sudah tidak lagi menjadi wacana di kalangan aktivis lingkungan. Melainkan sudah meluas ke banyak kalangan, termasuk mereka yang duduk pemerintahan. Namun, pada saat sama kita juga kecewa. Sebab, munculnya kesadaran itu belum diikuti aksi nyata. Kita melihat bagaimana kampanye anti-pemanasan global bergemuruh di mana-mana. Akan tetapi, praktek-praktek pembangunan masih terus kita pergoki berseberangan dengan upaya mengurangi dampak pemanasan global. Hutan, dengan dalih mengakomodasi kebutuhan masyarakat, terus ditebangi. Baik secara legal maupun haram. Lalu, di kota-kota, pembangunan dipacu dengan tanpa menyisakan ruang terbuka hijau. Malah, kawasan-kawasan yang mestinya menjadi aset ekologi, dengan tidak kalah gegabahnya dirusak. Kita bisa melihat, bagaimana bukit-bukit, lereng-lereng, dan rawa-rawa dipangkas dan ditimbun untuk dibangun perumahan, hotel, rumah makan, dan gudang. Pemerintah juga tidak menggubris berbagai protes yang menderas. Padahal, pembangunan tidak ramah lingkungan itu sudah berkali-kali terbukti menjadi penyebab bencana. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H