Kondisi kompetisi kemampuan antara PLAN – US Navy baik dari segi kemampuan maupun jumlah armada yang telah dijelaskan diatas menjadi perhatian negara – negara Indopasifik seperti Jepang yang meningkatkan anggaran pertahanannya lebih dari 20 persen pada tahun 2023 dengan total anggaran pertahanan sebesar USD. 48.08 Milliar (International Institute for Strategic Studies, 2023). Peningkatan kemampuan maritim AS – Tiongkok ini memerlukan atensi dari Indonesia mengingat letak geografis Indonesia yang strategis dan kekayaan alam yang melimpah, namun keterbatasan anggaran pertahanan Indonesia sangat jauh jika dibandingkan Tiongkok dan AS. Dari data proyeksi pertumbuhan armada PLAN dan US Navy juga sangat besar dibandingkan dengan jumlah armada TNI Angkatan Laut saat ini maupun target Minimum Essential Forces yang ingin dicapai. Â
Optimalisasi perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan biaya anggaran pertahanan yang terbatas dengan beberapa cara yaitu :
1. Mengutamakan Alutsista dengan kemampuan Multirole
Salah satunya adalah konsep Crossover Frigate (XO 131 A) perusahaan Damen Shipbuilding dari Belanda yang merancang konsep silang kapal jenis Frigate dan Landing Platform Deck (LPD). Kapal Frigate Crossover dapat melakukan misi layaknya kapal Frigate umumnya seperti unsur pertahanan udara dan offensive tapi juga mampu melakukan tugas kapal LPD seperti mengangkut kendaraan amphibi dan perahu pendarat dari ramp belakang (Damen Shipyards, 2015). Kemampuan untuk melakukan berbagai misi dengan satu platform kapal ini dapat memaksimalkan anggaran pertahanan karena dengan satu kapal dapat melakukan berbagai tugas baik misi tempur, patroli, angkut logistik, pendaratan amphibi dan misi humanitarian serta penanganan bencana.
2. Logistic dan Spareparts Communality
Optimalisasi alutsista juga dapat dilakukan dengan memperhatikan kesamaan sparepart, alur logistik dan kompatibilitas dengan munisi yang digunakan lintas matra. Kesamaan logistik dan sparepart maupun kompatibilitas munisi dapat mempermudah proses perawatan, peremajaan dan juga pelatihan mengingat samanya komponen atau platform yang digunakan lintas matra. Contohnya adalah konsep pesawat C-295 Maritime Patrol Aircraft (MPA) dari Airbus, pesawat ini memiliki kesamaan dengan CN-295 yang diproduksi oleh PT.Dirgantara Indonesia yang sudah dioperasikan oleh TNI Angkatan Udara. Selain memiliki kelebihan commonality, C-295 MPA juga dapat digunakan untuk berbagai misi dari patroli maritim, anti submarine warfare, search and rescue, dan evakuasi medis (MEDEVAC) (C295 MPA/ASW | Airbus, n.d.).
3. Penggunaan platform nirawak
Konsep Manned Unmanned Teaming (MUMT) juga dapat diutilisasi untuk mengoptimalkan postur pertahanan dengan anggaran yang terbatas mengingat harga per unit dari platform nirawak atau unmanned lebih murah dibandingkan platform berawak (Mankoff, 2024). Perkembangan konflik di Ukraina juga menunjukkan efektifitas dari platform Unmanned Surface Vehicle (USV) Magura V5 yang digunakan sebagai drone sekali pakai dengan taktik serangan bergerombol atau swarm attack dapat melumpuhkan kapal berawak yang jauh lebih besar seperti kapal Corvette RFS Ivanovets, RFS Sergei Kotov, dan kapal pendarat RFS Cesar Kunikov (Newdick, 2024). US Navy juga menerapkan platform nirawak namun berbeda dengan Ukraina yang menggunakan USV sebagai drone sekali pakai, US Navy menggunakan USV sebagai platform multi misi dengan kemampuan offensive dan sebagai penunjang misi logistik. Penggunaan USV sebagai drone sekali pakai atau multi mission platform merupakan solusi low cost yang dapat ditiru oleh TNI Angkatan Laut untuk menambah kemampuan dan jumlah armada ditengah kompetisi di Indo Pasifik.
4. Â Peningkatan Kemampuan Offensive dan DefensiveÂ
 Konsep Distributed Lethality juga dapat ditiru dengan menggunakan teknologi mission module berbentuk kontainer yang dapat dimuat oleh armada kapal permukaan untuk menambah kemampuan offensive dan defensive, salah satu contoh teknologi mission module yang sudah ada adalah The Cube dari SH Defence Denmark yang membuat berbagai modul seperti : peluncur rudal anti kapal, peluncur rudal pertahanan udara, peluncur Unmanned Aerial Vehicle (UAV), peluncur torpedo, penarik sonar, penyebar ranjau laut dan modul – modul lainnya dalam bentuk kontainer. Dengan menggunakan bentuk kontainer mission module ini dapat diintegrasikan secara cepat dengan perubahan seminimal mungkin terhadap kondisi eksisting kapal (SH Defence, 2024). Teknologi ini dapat digunakan pada kapal – kapal yang memiliki kemampuan offensive dan defensive yang rendah untuk menambah survivability rate dan lethality kapal tersebut dalam skenario perang laut.
5. Kerjasama Angkut Laut Civil – Military
Dengan menjalankan kegiatan kerja sama dan latihan bersama antara badan maritim komersil seperti Pelni dan ASDP yang memiliki armada kapal angkut Load On Load Off (LOLO) seperti kapal peti kemas dan kapal angkut Roll On Roll Off (RORO) seperti kapal ferry dapat meningkatkan kemampuan angkut laut atau Sealift dari Angkatan Laut dan Matra lainnya. Kedepannya pengadaan kapal komersil baik jenis LOLO maupun RORO oleh Pelni dan ASDP untuk tol laut juga dapat mempertimbangkan fitur – fitur yang dapat mengakomodasi kebutuhan militer seperti spesifikasi terkait beban muatan, beban ramp, dan akomodasi untuk peluncuran kendaraan amphibi atau perahu pendarat seperti yang dilakukan oleh Bohai Ferry di Tiongkok.
Kesimpulan
Angkatan Laut Tiongkok (PLAN) diproyeksikan mencapai 425-469 kapal, melampaui target Angkatan Laut Amerika Serikat (USN) sebesar 355 kapal. USN merespons dengan rencana Battle Force Ship Assessment and Requirement (BFSAR) untuk menambah jumlah kapal berawak menjadi 381 dan beberapa kapal nirawak, total mencapai 458-523 kapal. Kompetisi ini memicu perlombaan senjata di kawasan Indopasifik, termasuk Indonesia. Kompetisi tidak hanya mencakup jumlah kapal, tetapi juga kemampuan strategis. PLAN memanfaatkan produksi galangan kapal, kerjasama dengan PLARF dalam membangun kemampuan Anti Access Area Denial (A2AD), dan integrasi maritim komersil untuk angkut laut. USN menghindari budget overrun dengan teknologi teruji, meningkatkan kemampuan offensive-defensive melalui distributed lethality, dan mengoptimalkan postur armada dengan Manned Unmanned Teaming (MUMT). Indonesia, sebagai negara nonblok di Indopasifik, perlu menjaga kedaulatan dengan meningkatkan kemampuan dan jumlah armada TNI Angkatan Laut. Dengan keterbatasan anggaran, optimalisasi program procurement diperlukan. Langkah optimalisasi yang dapat dilakukan termasuk : 1) Mengutamakan alutsista multirole. 2) Memperhatikan sparepart communality untuk efisiensi logistik, perawatan, dan pelatihan. 3) Mengutilisasi MUMT untuk efisiensi. 4) Meningkatkan kemampuan offensive dan defensive dengan modernisasi dan mission module. 5) Menjalin kerjasama dengan maritim komersil untuk angkut laut dan amphibi, mengintegrasikan armada kapal LOLO dan RORO dengan fitur militer. Langkah ini diharapkan membantu TNI Angkatan Laut membangun kemampuan dan jumlah armada yang ideal di tengah perlombaan senjata di Laut Cina Selatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI