Supplai energi Uni Eropa selama bertahun – tahun telah mengandalkan komoditas energi yang berasal dari komoditas luar, salah satu negara yang menjadi andalan Uni Eropa dalam memenuhi kebutuhan energinya adalah Rusia.
Berdasarkan data The European Network of Transmission System Operators for Gas, mencatat pada tahun 2021 terdapat 150,2 Milyar Meter Cubic Gas yang diimpor dari Rusia, yaitu sebesar empat puluh persen dari energi yang digunakan oleh Uni Eropa berasal dari Rusia.
Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 kemudian menjadikan ketergantungan energi Uni Eropa kepada Rusia dijadikan sebagai bargaining chip dalam perkembangan kondisi Geopolitik di Eropa terutama Invasi Rusia ke Ukraina.
Rusia menggunakan ketergantungan energi Uni Eropa titik tekan atau pressure point untuk meminimalisir tekanan yang diberikan oleh Uni Eropa kepada Rusia, tekanan ini baik berupa sanksi ekonomi, tekanan diplomasi maupun memperkecil bantuan militer kepada Ukraina dari Uni Eropa.
Sedangkan Uni Eropa menggunakan konsumsi energi Uni Eropa kepada Rusia sebagai pressure point dengan mengurangi impor energi dari Rusia dan memperhitungkan untuk membatalkan program kerjasama bidang energi di masa depan seperti kerjasama pipa gas NordStream 2 yang menghubungkan langsung supplai gas Rusia ke Jerman seperti pipa gas NordStram pertama.
Utilisasi energi sebagai titik tekan geopolitik secara timeline dimulai pada 23 Maret 2022 dengan kebijakan pembayaran ekspor komoditas energi kepada negara – negara “hostile” atau musuh harus dilakukan dengan mata uang Rusia yaitu Rubel di Pertukaran Mata Uang Moscow Interbank (MICEX) hal ini merupakan dampak dari dibekukannya asset Bank Central Rusia, Rusia juga mengeluarkan sanksi kepada 31 perusahaan yang didominasi oleh perusahaan Gazprom cabang Jerman.
Saling balas antara Rusia dan Uni Eropa di bidang energi menimbulkan uncertainty terutama kepada Uni Eropa terkait kestabilan supplai energi dari Rusia. Uni Eropa kemudian pada Mei 2022 meluncurkan rencana EU RePower yang bertujuan untuk meminimalisir supplai energi Rusia dengan tujuan akhir untuk membebaskan supplai energi Uni Eropa di tahun 2030.
Usaha ini kemudian dilakukan dengan diversifikasi supplai energi dari sumber negara – negara lainnya seperti dari Amerika Serikat, Norwegia, Afrika Utara, dan negara – negara lainnya.
Supplai gas Rusia di tahun 2022 mengalami penurunan dari 150.2 Miliar Meter Cubic menjadi 78.8 Miliar Meter Cubic, jumlah ini kemudian mengalami penurunan kembali menjadi 42.9 Miliar Meter Cubic di tahun 2023.
Jika dipresentasekan jumlah komoditas ekspor energi Rusia tahun 2022 mengalami penurunan sebesar 47.54 persen dan kemudian mengalami penurunan kembali sebesar 71.44 persen di tahun 2023 jika dibandingkan dengan sebelum invasi (tahun 2021).
Secara teoritis rencana EU RePower untuk mencapai target nol persen impor energi dari Rusia dapat terwujud dengan melakukan penjajakan dengan pemasok alternatif lainnya, membangun infrastruktur terminal LNG untuk mengantisipasi peningkatan kegiatan impor LNG dari negara - negara dengan menggunakan kapal, efisiensi energi dan penggunaan energi baru terbarukan juga dapat mengurangi ketergantungan Uni Eropa kepada suplai energi dari Rusia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H