Ketua Tim Peniliti RISED Rumayya Batubara, Ph.D mengatakan, konsumen sangat sensitif terhadap segala kemungkinan peningkatan tarif. Hari ini terlihat dalam hasil survei. "Kenaikan tarif ojek online berpontensi menurunkan permintaan konsumen hingga 71,12%", kata Rumaya Batubara pada peluncuran hasil survei yang diselenggarakan di Jakarta Pusat, Senin (11/12).
Hasil survei juga menyebutkan 45,83% responden menyatakan tarif ojol yang adaa saat ini sudah sesuai. Bahkan 28% responden lainnya mengaku bahwa tarif ojol saat ini sudah mahal dan sangat mahal. Jika memang ada kenaikan, sebanyak 48,13% responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp. 5000/hari. Ada juga sebanyak 23% responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali.
Dari hasil survei yang dilakukan RISED diketahui bahwa jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km/hari. Dengan jarak tempuh sejauh itu, apabila terjadi kenaikan tarif dari Rp. 2200/km menjadi 3.100/km (sebesar Rp 900/km), maka pengeluaran Konsumen akan bertambah sebesar Rp 7.920/hari.
"Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh kelompok Konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali dan yang hanya ingin mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000/hari. Total persentansenya mencapai 71,12%," ujar Rumayya.
Peluncuran hasil survei ini juga dihadiri oleh Mantan Ketua YLKI & Mantan Komisioner Komnas HAM Zumrotin K. Susilo dan Ekonom Universitas Indonesia Dr. Fithra Faisal sebagai sebagai narasumber  sekaligus penanggap hasil riset.
Menurut Zumrotin, tarif memang selalu menjadi pertimbangan penting Konsumen dalam menggunakan layanan atau produk. Itu terlihat dari hasil survei yang dilakukan RISED bahwa 64% responden mengaku menggunakan  aplikasi dari dua perusahaan aplikasi ojek online. "Persentase ini menunjukkan layanan ojol amat sensitif dengan harga ditawarkan," kata Zumrotin.
Oleh karena itu, menurutnya kebijakan yang mempengaruhi harga sebaiknya dilakukan secara hati-hati sehingga tidak menggangu stabilitas pasar secara menyeluruh. "Seluruh pemangku kepentingan harus diperhitungkan dalam proses perumusan regulasi, karena konsumen yang terdampak secara signifikan," ujarnya.
Apalagi saat ini konsumen telah merasakan nyamanya menggunakan layanan ojol. Seperti tergambar dari hasil survei bahwa 75% responden lebih nyaman menggunakan ojol dibandingkan moda transportasi lainnya. Sebesar 83% responden juga menyatakan bahwa ojol lebih unggul dikarenakan faktor kemudahan dalam bermobilitas, waktu yang fleksibel dan layanan door-to-door.
Berdasarkan hasil survei juga terlihat bahwa masyarakat menggunakan ojol dominan untuk pergi ke sekolah, kuliah dan kantor (72% responden). Sementara dari sisi jarak tempuh 79,21% responden menggunakan ojek online untuk bertransportasi sejauh 0-10 km per hari.
Fakta ini membuktikan bahwa ojol digunakan untuk mengisi kebutuhan masyarakat dalam bermobilitas jarak pendek. Ojol juga mendukung konsumen terhubung dengan transportasi publik massal yang terus berkembang. Sementara yang menggunakannya untuk rentang jarak 15 km - lebih dari 25 km per hari persentasenya hanya 20,78% responden.
Fakta menarik lain yang ditemukan dalam survei ini yakni ada 8,85% responden yang tidak pernah kembali menggunakan kendaraan pribadi, namun frekuensinya hanya 1-10 kali/minggu. Jika tarif ojol naik drastis, ada kemungkinan konsumen akan beralih ke kendaraan pribadi, sehingga frekuensi penggunaan kendaraan pribadi dijalanan akan semakin tinggi," kata Zumrotin.