Waktu cepat sekali berlalu, Â seminggu sebelum tahun berganti duka menyelimuti negeri ini, tsunami menyapu banten dan lampung, mari sejenak heningkan cipta untuk doakan saudara kita dan bantulah dengan bantuan terbaikmu karena kelak jika kalian tinggalkan dunia ini kalian akan meronta-ronta minta dikembalikan ke dunia cuma untuk diberi kesempatan bersedekah, sebarkan tulisan ini sebagai upaya untuk menggugah sekaligus menggugat kebakhilan kita sebagai manusia.
Sepanjang tahun ini tak sedikit pristiwa suka dan duka datang silih berganti itulah pertanda kehidupan masih berdenyut, berikut beberapa catatan penulis yang menjadi kesimpulan besar sepanjang tahun ini. Catatan ini semoga menjadi potret untuk menatap tahun depan yang penuh tantangan dan harapan, berikut tiga catatan yang di amati penulis :
1. Post Truth Era atau Era pasca kebenaran.
Ciri era ini adalah Kebohongan di Sekitar Kita, Hoax dimana-mana, Michiko Kakutani dalam bukunya The Death of Truth: Notes on Falsehood in the Age of Trump (2018) mengungkapkan bahwa zaman ini adalah era matinya kebenaran atau berjayanya kebohongan. Inilah era pasca-kebenaran (post-truth), sebagai contoh pengalaman penulis pernah menegur orang yang begitu polosnya memviralkan kebohongan padahal profile orang tersebut boleh di bilang berpendidikan dan doyan sekali mem-pamerkan kesholehan, penulis sering bertanya dalam hati "kok bisa yaa, sebenarnya kita masuk di zaman apa ini" ujarku tak percaya.
Fenomena hoax dan post truth era saat ini sudah menjadi bahan diskusi dimana-mana, bahkan "profesor" yang royal sekali gunakan kata dungu @rockygerung boleh dibilang filsuf di era "pasca kebenaran" Â ia percaya si ratu hoax @RatnaSpaet sebab ia tidak memiliki cukup info untuk memverifikasi peristiwa penganiayaan tersebut, setidaknya ada dua hal yang tidak diperhatikan pak profesor pujaan beberapa kaum oposan ini, yaitu
1. Visum  2. Laporan Polisi
Dan apa yang terjadi "Buuumm" badai hoax memporak porandakan negeri ini.
Beberapa diskusi yang saya ikuti mencoba mencari tahu ciri-ciri dari era pasca kebenaran, diantaranya Akal sehat lemah, hati nurani buta, kebencian memuncak, data dan fakta dikesampingkan, kebenaran hanya berdasarkan keyakinan pribadi dan kelompok, semakin banyak yang percaya hoax semakin menunjukan kebenaran mayoritas, dan nampak makin banyak pula yang mengidolakan tokoh-tokoh yang gemar ujaran kebencian di muka publik, kebohongan yang terus menerus akan membuat orang paling pintar pun akan percaya apalagi orang yang memiliki akses informasi dan ilmu yang sangat terbatas.
Era Pasca Kebenaran ditandai dengan,
Akal sehat telah melemah, bahkan cenderung hilang. Tidak ada lagi istilah verifikasi fakta. Tidak ada istilah mengecek kembali informasi. Inilah era post-truth.
Kebenaran bukan ditentukan oleh data dan fakta, melainkan oleh keyakinan dan emosional pribadi.
Berikut ini Post truth era menurut #CatatanNajwa
Menjadi tak terbedakan dunia nyata dan maya, keduanya diperebutkan hingga segala bea, tak penting lagi argumentasi dan data, semua bisa dipelintir secara tak terduga. Yang pokok bukanlah yang benar yang penting bisa dihajar, inilah ciri dari era pasca kebenaran.
Tahukah anda? Dunia kini mengalami persoalan serius karena begitu banyak fakta obyektif  justru dikalahkan oleh emosi atau keyakinan pribadi dalam membentuk opini. Selamat datang disrupsi media,  Matinya Etika di Era Pasca-Kebenaran.
Orang yang percaya hoax dan gemar mengidolakan tokoh-tokoh yang kerap ujaran kebencian biasanya tak punya waktu untuk memverifikasi informasi, mereka cuma bisa menelan mentah-mentah info yang ada di genggamannya, boro-boro verifikasi yang ada mereka cuma bertanya dan gaduh di grup-grup WA yang mereka ikuti.