Garut, 3 Februari 00:20 WIB
Sudah satu bulan lebih rasa penasaran, haus akan informasi tentang Nuswantara dan Keluarga Suci Nabi menghantui. Membuat saya menghabiskan waktu berselancar di dunia maya, mengumpulkan warta untuk melepas dahaga.Â
Dua hal itu, Nuswantara dan Keluarga Suci Nabi, selalu menarik hati. Sebabnya, saya adalah manusia Nuswantara dan saya sedikit tahu bahwa sejarah Nuswantara dekat dengan Keluarga Suci Nabi. Bagi saya ini membanggakan!
Keluarga Suci Nabi merupakan pemegang otoritas Islam. Apa sebab? Tuhan berkata, "Sesungguhnya Aku hendak menghilangkan dosa darimu, hai Keluarga Nabi dan mensucikan sesuci-sucinya." Beliau juga berkata, "Tidak "menyentuh" Al Qur'an kecuali orang yang disucikan." Dua perkataan Tuhan itulah yang melandasi pendirian bahwa Keluarga Suci Nabi merupakan pemegang otoritas Islam. Lantas bagaimana dengan Al Qur'an? Bukankah dia adalah otoritas Islam? Tentu Al Qur'an adalah otoritas Islam, namun dia tidak bisa di"sentuh" selain oleh orang yang disucikan dan Tuhan menjelaskan bahwa orang yang disucikan adalah Keluarga Suci Nabi. Maka, siapa yang bisa "menyentuh" Al Qur'an yang merupakan otoritas Islam, dia juga memegang otoritas terhadap Islam.
Pada awalnya, waktu menyingkapkan warta bahwa Nuswantara adalah negeri maha kaya yang memegang posisi strategis dalam kancah perdagangan dunia internasional kuno. Kemudian, dia menyingkapkan bahwa posisi ini sangat bermanfaat untuk penyebaran syiar Islam. Itulah yang menyebabkan Nabi mengirim sahabat-sahabat terdekatnya, seperti Imam Ali bin Abi Thalib as dan Salman Al Farisi untuk syiar ke Nuswantara. Diceritakan, Imam Ali as pernah syiar ke Garut, Cirebon girang, Kawali dan beberapa tempat lainnya. Sedangkan Salman Al Farisi syiar ke Aceh dan sekitarnya. Diduga beliau adalah orang yang sama dengan tokoh bernama Maharaja Syahrian Salman. Bahkan, dalam naskah Sajarah Galuh bareng Galunggung disebutkan bahwa Nabi sendiri pernah ke Nuswantara, diantaranya ke Campa, Kadungora, Ciawitali, Galunggung, Cirebon Girang, dan beberapa daerah lainnya di Jawa bagian barat.
Saya coba menelusuri lebih jauh hubungan Nuswantara dengan keluarga Nabi. Saya menelusuri melalui tiga titik di kawasan Nuswantara: Malaka di barat (Swarnadwipa/ Sumatera), Maluku di timur (Moloku Kie Raha/ Maluku), dan Maliki di selatan (Jawadwipa/ Jawa). Â
Di titik Malaka (Swarnadwipa/ Sumatera), ada jejak Keluarga Suci Nabi berupa cerita tentang Maharaja Syahrian Salman (diduga adalah Salman Al Farisi) yang menikahi puteri penguasa Jeumpa, Mayang Seludang. Dari pernikahannya, Maharaja Syahrian Salman memiliki 4 putra dan 1 putri yang bernama Tansyir Dewi. Tansyir Dewi kemudian menikah dengan Sayyid Ali Al Muktabar. Sayyid Ali Al Muktabar ini adalah sepupu dari Imam Ali Ar Ridha as, pemegang otoritas Islam ke -8 (bisa dilihat di silsilah Dinasti Syarief Jamalul Alam). Mereka kemudian memilki putra bernama Maulana Abdul Azis Syah yang dikemudian hari dinobatkan sebagai Sultan pertama Kesultanan Islam Perlak. Dengan berdirinya Kesultanan Islam Perlak, maka berdirilah Panji Pemerintahan Keluarga Nabi yang pertama di muka bumi (ini yang tercatat). Disaat pohon Khabitsah (buruk/ Abbasiyah) tumbuh berkembang di jazirah Arab, pohon Thayyibah (baik/ Keluarga Nabi) bersemi di Nuswantara.
Di titik Maliki (Jawadwipa/ Jawa), saya menemukan banyak penisbahan kepada Keluarga Suci Nabi, khususnya Imam Ali bin Abi Thalib as. Mulai dari cerita Rakeyan Sancang yang menjadi murid dan sahabat Imam Ali as, Pangeran Borosngora yang juga disebut sebagai murid Imam Ali as (peninggalan Pangeran Borosngora berupa pedang yang diberikan oleh Imam Ali as masih dapat dilihat sampai sekarang di Panjalu, Kabupaten Ciamis), cerita tentang pertemuan Prabu Siliwangi dengan Imam Ali as di Ujung kulon, batu yang dikatakan sebagai tempat shalat Imam Ali as di Kabuyutan Ciburuy, Kab.Garut, kitab Topah yang jelas tertulis didalamnya bahwa Imam Ali as hadir raganya bertemu orang Jawa untuk mengajarkan ketauhidan.
Selain itu, dititik Maliki ini terdapat kisah tentang Aji Saka yang bertemu Nabi Saw, Imam Muhammad Baqir as yang datang sambhara ke Jawa untuk syiar, dan Pangeran Diponegoro yang bertemu Imam Mahdi as. Diceritakan dalam pertemuan itu, Pangeran Diponegoro diperintahkan Imam Mahdi as untuk perang melawan VOC, maka meletuslah perang Jawa.Â
Di titik Maluku (Moloku Kie Raha/ Maluku), saya mendapatkan cerita bahwa Islam datang dibawa oleh empat orang pengikut Imam Ali as dari Irak yang tengah dikejar-kejar oleh penguasa Ummayah. Keempat pengikut Imam Ali as itu masing-masing bernama Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin, dan Syekh Umar. Beredar pula warta secara tutur tinular bahwa Nabi Saw pernah menginjakan kaki di Maluku.
Dari warta-warta itu, saya berpendirian bahwa berbicara tentang Islam di Nuswantara, maka mau tidak mau kita akan berbicara tentang Keluarga Suci Nabi. Warta-warta tersebut belum memasukkan warta tentang silsilah raja/ sultan di Nuswantara yang sebagian besar tersambung kepada Nabi dan Keluarga Sucinya.
Tentunya, warta-warta tersebut tidak lepas dari dua kemungkinan: fakta atau fiksi. Jika fakta, maka Nuswantara memang negeri yang memiliki hubungan erat dengan Keluarga Suci Nabi. Tetapi jika fiksi, maka warta itu menunjukkan betapa mengidolakannya manusia Nusantara kepada Keluarga Suci Nabi, sampai harus menisbahkan kehidupannya kepada Keluarga Suci sedemikian rupa. Kata lainnya, kita tidak bisa memisahkan Keluarga Suci Nabi dengan Nuswantara, Islamnya manusia Nuswantara adalah Islam Keluarga Suci Nabi.
Kesentosaan bagi Nabi dan Keluarga Suci Nabi
Rahayu...Rahayu...Rahayu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H