Dari Sancang, Sayyidina Ali berkeliling ke daerah Nusantara lainnya. Itulah mengapa sampai sekarang di berbagai wilayah Nusantara, kita akan menemukan cerita tentang Sayyidina Ali. Sayyidina Ali terasa sangat dekat dengan tradisi umat Islam di Nusantara.
Lebih lanjut, Ki Sinung mengungkapkan bahwa tanah Nusantara disebut sebagai tanah Hitu. Hitu artinya bunker, tempat penampungan dan perlindungan. Siapa yang ditampung dan dilindungi di tanah ini? Jawabannya adalah para ahlul bayt dan dzurriyat Rasulullah Saw. Dzurriyat Rasul banyak bertebar di negeri ini. Berbaur dengan masyarakat asli. Contohnya, yang dikenal sebagai wangsa Syailendra dan wangsa Sanjaya sebenarnya adalah dua wangsa dzurriyat Rasul. Wangsa Syailendra adalah wangsa keturunan Sayyidina Hasan dan wangsa Sanjaya adalah wangsa keturunan Sayyidina Husain. Selain itu, Ki Sinung mengungkapkan bahwa ternyata Mpu Sendok yang terkenal itu adalah dzurriyat Rasul. Dalam manuskrip yang tersimpan di salah satu universitas, jelas tertulis "Mpu Sendok putra Isya Rumi" Isya Rumi ini yang kemudian dikenal umum sebagai wangsa Isyana.
Ada yang datang pasti ada yg menerima. Banyak ahlul bait, dzurriyat, dan sahabat Rasul datang ke Nusantara. Berarti ada yang menerima kedatangan mereka disini. Pertanyaannya, siapa yang menerima mereka disini? Ki Sinung mengungkapkan bahwa yang menerima mereka di Nusantara adalah Rakeyan Sancang. Saat itu, Rakeyan Sancang memegang tampuk kekuasaan tertinggi sebagai Maharaja. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, Nusantara adalah negeri persemakmuran. Artinya, Nusantara terdiri dari banyak kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja dan tunduk pada kekuasaan satu orang Maharaja. Maharaja itulah Rakeyan Sancang. Oleh sebab itu, daerah yang pertama didatangi Sayyidina Ali adalah Sancang/ Garut.
Rakeyan Sancang adalah seorang penanti Rasulullah Saw. Ketika mendengar kabar kehadiran Rasulullah Saw, beliau pergi menemui Rasulullah Saw dan oleh Rasul beliau diminta untuk belajar kepada Sayyidina Ali. Rakeyan Sancang tunduk patuh pada permintaan Rasulullah Saw. Usia yang jauh lebih tua dari Rasul dan Sayyidina Ali, serta kedudukan yang tinggi sebagai Maharaja, tidak menghalangi beliau untuk patuh. Sejak saat itu, Rakeyan Sancang menjadi sahabat, sekaligus pendukung Rasulullah Saw dan Sayyidina Ali. Ki Sinung mengungkapkan bahwa Habib Umar bin Hafidz pun menyebutkan nama Rakeyan Sancang dalam catatannya. Dalam catatan beliau, orang Badui yang dimaksud dalam salah satu riwayat tentang kehadiran orang Badui di masjid Nabawi adalah Rakeyan Sancang.
Rakeyan Sancang lah yang memberikan swaka bagi ahlul bait, dzurriyat, dan para sahabat Rasul. Dengan swaka yang beliau berikan, syiar Islam dapat berjalan dengan dengan kondusif. Terkait dengan ini, saya coba mengkonfirmasi informasi yang saya dapat dari Abah kepada Ki Sinung. Saya tanyakan terkait Rakeyan Sancang yang menjadi panglima perang Sayyidina Ali di perang Shiffin dan gelar Malik Al Hind serta Abdullah As Samudri yang diberikan Rasulullah Saw kepada Rakeyan Sancang. Ki Sinung mengiyakan itu semua. Baginya, Rakeyan Sancang adalah penyokong utama/ loyalis Rasulullah Saw dan Sayyidina Ali dari Nusantara. Ki Sinungpun mengungkapkan, setiap Nabi pasti memiliki loyalis dari Nusantara. Adam as misalnya, beliau memiliki Sultan Kayumarat atau dalam manuskrip Yahudi disebut Kayu Marath sebagai loyalisnya dan Rakeyan Sancang adalah loyalis bagi Rasulullah Saw dan Sayyidina Ali.
Kekuaasan Rakeyan Sancang saat itu membentang sepanjang wilayah yang dilalui samudera Hindia. Kekuasaan yang sangat besar! Menjadi sangat logis ketika Ki Sinung mengatakan bahwa kunci keberhasilan syiar Islam tersebar ke seluruh dunia adalah Nusantara. Hal ini karena Islam disokong oleh sebuah kekuatan besar yang dipimpin oleh Maharaja Rakeyan Sancang.
Dari obrolan dengan Ki Sinung, sebuah puzzle tersusun. Kunci tersebarnya Islam adalah karena Islam disyiarkan melalui Nusantara. Nusantara memiliki letak geografis yang sangat strategis, yaitu berada di jalur persimpangan perdagangan dunia. Berbagai bangsa datang ke Nusantara. Oleh karena itu, hanya di Nusantara pesan-pesan syiar Islam dapat didengarkan oleh banyak bangsa. Letak geografis itu pun didukung dengan sistem pemerintahan yang kuat. Sistem persemakmuran yang dipimpin oleh seorang Maharaja Rakeyan Sancang yang merupakan murid Sayyidina Ali. Dengan swaka Rakeyan Sancang, Sayyidina Ali datang ke Nusantara, tepatnya ke Sancang/ Garut untuk kemudian syiar ke seluruh Nusantara dan beliaupun ikut memberikan andil dalam menata sistem pemerintahan di Nusantara.Â
Diskusi berakhir pukul 22.00 WITA. Sebagai penutup diskusi, Ki Sinung mengatakan, "Nusantara adalah kunci. Kunci Nusantara adalah Jawa Barat. Kunci Jawa Barat adalah Sancang/ Garut. Kunci Sancang/ Garut adalah Rakeyan Sancang."
Dengan tersingkapnya tokoh bernama Rakeyan Sancang ini, seharusnya dapat menjadi trigger bagi para peneliti sejarah Nusantara, terutama sejarah Islam Nusantara untuk mengkaji ulang kembali sejarah masuknya Islam ke Nusantara.Â
Pengkajian ulang tersebut dapat dan harus dimulai dari Rakeyan Sancang, seorang Maharaja sahabat, pelindung ahlul bait dan dzurriyat Rasulullah Saw dari Garut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H