Bulan Januari saya ditelpon oleh salah satu perusahaan kacamata ternama yang mengabarkan bahwa saya diharuskan untuk ke Jakarta untuk mengikuti training kerja. Tentu saya senang mendapat kabar itu, apalagi saya sudah lama nganggur. Beberapa kali melamar pekerjaan tidak pernah ada panggilan. Mendapatkan kabar tersebut terbesit wajah ibu saya yang sudah berusia 60 tahun namun masih jualan mainan di SD. Beberapa kali beliau mengatakan ingin berhenti jualan karena sudah lelah. Selain itu, saya juga teringat dengan seorang perempuan. Meskipun senang akan segera memiliki pekerjaan namun entah kenapa pikiran saya tidak tenang. Mungkin karena ini disebabkan proses saya yang begitu lancar karena ada orang dalam. Kakak saya kerja di perusahaan kacamata itu.
Keberangkatan pun tidak terelakkan lagi. Entah kenapa bulan Maret tahun 2017 terasa begitu cepat datang bagi saya. Beberapa hari sebelum berangkat saya banyak menghabiskan main playstation bersama teman-teman saya. Ada rasa kuat ingin mengabarkan pada perempuan itu bahwa saya tidak lama lagi akan memiliki pekerjaan. Namun saya tidak pernah mengabarkan perempuan itu. Sore, 5 Maret 2017, saya sudah ada di Jakarta.
"Fik mes kita ini di daerah FPI lho, kamu kan fans berat Ahok," kata Cahyo salah seorang teman satu kamar yang berasal dari Surabaya.
"Saya bukan fans berat Ahok, saya fans berat kebenaran,"
Obrolan politik tidak terelakkan lagi di mes tempat tinggal saya apalagi Jakarta lagi panas dengan politik pada saat itu, bahkan panasnya sampai ke daerah lain. Mendengar kata FPI entah kenapa saya tertarik untuk keliling di daerah Petamburan. Ketika saya keliling daerah Petamburan saya menemukan hal cukup membuat saya gak abis pikir rata-rata rumah di sana ada tulisan "DILARANG PARKIR DEPAN PINTU" dan ketika melewati masjid saya benar-benar takjub. Shaff penuh. Padahal Shalat Ashar.
Tiga hari di Jakarta saya uring-uringan tiap malam keinginan untuk ke pulang ke Palembang semakin kuat. Rindu dengan ibu sudah pasti, tapi jujur selama di Jakarta saya sama sekali belum pernah menelpon ibu saya. Keinginan pulang karena ibu sebenarnya tidak terlalu kuat. Ada sesuatu yang sayapun tidak mengerti kenapa keinginan pulang itu kuat sekali.
Keinginan untuk pulang itu coba saya hilangkan dengan cara melihat pesan Line dari perempuan itu kira-kira isinya begini:
Masih ada waktu Fik kalo memang kamu mau berjuang. Aku mau nikah 3 tahun lagi.
Namun sayang usaha itu ternyata sia-sia. Gagal.
Efek uring-uringan saya sungguh luar biasa hasil training saya paling bawak anjlok. Dan hasilnya saya dipulangkan ke Palembang.
Di dalam pesawat saya kepikiran apa benar keputusan saya ini, mencari-cari alasan kenapa saya memutuskan sesuatu yang benar-benar mengecewakan keluarga besar saya. Alhamdulillah saya menemukan, ini semua tentang Islam, tentang Hijrah, tentang pencarian tentang Allah. Membayangkan tentang kekuasaan Allah hati saya tenteram, padahal saya sama sekali jarang shalat.
***
"Wah bodoh kamu"
"Kamu gak realistis FiK"
"Kayaknya Allah nyantai aja deh Fik gak masalah kalo kamu kerja disana, setidaknya kamu shalat dulu aja deh. Jangan langsung sporadis kayak gini. Lumayan kan gajinya 3 juta, mana kamu bisa jadi karyawan tetap. Wanita berhijab yang kamu suka itu kalo dia udah wisuda nanti bisa langsung kamu nikahi."
"Plis deh Fik Teuku Wisnu, Caesar mereka aja hijrah waktu udah berduit. Lah kamu berduit aja belum kok langsung mau hijrah. Pasti kamu miskin."
Semua tanggapan teman-teman saya itu benar adanya. Saya hanya bisa tersenyum. Saya lebih takut dengan api neraka, saya tidak mau menjadi manusia munafik. Saya tidak mau keluarga saya makan dari uang haram. Menikah ada 2 tanggung jawab. Yang pertama tanggung secara agama (wajib) dan tanggung secara nafkah. Apa Allah Ridho jika nafkah tersebut dari jalur haram?
Tentu saja secara finansial saya benar-benar harus pikir-pikir dulu. Alhamdulillah untuk kebutuhan sehari-hari saya masih dicukupkan, saya mendapatkan penghasilan dari freelance writer dan admin salah satu akun sosmed. Kakak saya yang di Malang juga masih mengirimkan uang saku untuk saya (Malu sebenarnya mengakui ini). Saya juga ingin terlibat dalam dalam mendakwahkan Islam.
Yang masih menjadi pikiran saya adalah saya belum benar-benar bisa memberikan kewajiban pada ibu saya. Malu saya tapi lebih malu lagi jika penghasilan saya itu dari uang haram atau uang riba.
Untuk perkara perempuan yang saya cintai itu jujur saya lebih takut dengan murkanya Allah. Berat untuk menulis bagian ini, jika memang dia menemukan seorang lelaki shaleh, sudah memliki penghasilan dan ingin menikah dengan dia. InsyaAllah saya bisa berdamai dengan ketentuan Allah.
Untuk memiliki penghasilan tetap atau pekerjaan tetap tentu saya mau. Tapi jika memakai cara haram saya tidak akan sudi. Yang mengatur rejeki itu Allah.
"Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)" (HR. Muslim no. 224). Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya, "Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu" (HR. Muslim no. 1014).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H