Komunikasi dalam sebuah keluarga khususnya antara orang tua dan anak memiliki kontribusi dalam komunikasi yang efektif dan efisien dikarenakan komunikasi tersebut dilakukan secara terus menerus yang dapat menciptakan keakraban, keterbukaan, perhatian yang lebih antara keduanya serta orangtua pun lebih dapat mengetahui perkembangan pada anak baik dari fisik maupun psikisnya.
Keluarga juga sering diartikan sebagai sesuatu yang bersifat kekerabatan (hubungan darah) dan mempunyai nilai hukum (hubungan perkawinan menurut hukum dan diakui oleh negara dan agama). Namun, presentasi seperti itu terkadang gagal mencapai tujuannya.
Keluarga merupakan bagian sosial yang paling kecil dalam masyarakat, keluarga seringkali menjadi tempat sebuah konflik. Biasanya konflik dalam keluarga terjadi antara saudara kandung, orang tua dengan anak ataupun orang tua dengan orang tua. Konflik ini bisa terjadi dari masalah seperti pembagian warisan yang tidak tepat serta masih banyak alasan-alasan lainnya yang dapat menimbulkan konflik terjadi.
Kebutuhan dasar manusia sangat berpengaruh terhadap timbulnya konflik dalam masyarakat dan hal ini dapat menjadi sumber terjadinya konflik. Setiap manusia mempunyai kepentingan dan tujuan dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, kebutuhan dasar tersebut ada dalam lingkungan sosial masyarakat maupun alam sekitar. Semakin sederhana kebutuhan manusia maka akan semakin sederhana pula potensi konflik dan cara penyelesaiannya, begitu pula sebaliknya.
Konflik adalah bagian alami dari setiap hubungan, termasuk dalam keluarga. Meskipun sering dianggap sebagai perselisihan yang merugikan, konflik sebenarnya dapat memiliki efek positif dan memicu pertumbuhan dalam hubungan. Erikson (Sri Lestari, 2012) menjelaskan bahwa konflik terjadi dalam tiga level: antara kepribadian anak dengan tuntutan orang tua atau masyarakat, di dalam diri individu, dan dalam menentukan cara beradaptasi. Konflik interpersonal timbul karena ketidakcocokan perilaku dengan tujuan, yang memunculkan perasaan dan perilaku saling menentang. Konflik, meskipun sering dianggap negatif, dapat membantu menguji karakteristik hubungan interpersonal dan mendorong perkembangan individu dalam pengertian sosial. Dunn dan Slomkowski (1995) mengidentifikasi empat area pengertian sosial yang berkembang karena konflik.
Keluarga adalah tempat pertama bagi anak, lingkungan yang memberikan penampungan baginya, dan tempat dimana anak akan mendapatkan rasa aman. Secara umum, keluarga dapat dilihat sebagai sekelompok orang yang memiliki hubungan secara biologis, emosi dan ikatan secara hukum antar masing-masing anggotanya.
Pengertian Menurut Ahli
Keluarga seringkali diartikan atau didefinisikan sebagai sesuatu hal yang mempunyai ciri kekerabatan dan keabsahan hukum. Namun pengertian seperti ini juga terkadang menimbulkan arti lain yang dimana kerabat dekat yang sudah tinggal jauh dari keluarganya, tidak dianggap lagi sebagai keluarga dikarenakan tinggal berjauhan.
Definisi lain dikemukakan oleh Bailon dan Maglaya, "keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.".
Kemudian menurut Friedman, "keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena suatu ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mendefinisikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga."
Sedangkan definisi keluarga menurut BKKBN, "keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya." Berdasarkan penjelasan di atas, keluarga dapat didefinisikan sebagai hubungan kekerabatan seseorang dengan orang lain yang didasarkan atas pertalian darah, perkawinan, atau pendekatan emosional yang bertujuan untuk membentuk sebuah interaksi, peran dan tanggung jawab pada masing-masing anggota yang di dalamnya.
Konflik Keluarga
Konflik yang terjadi antara orangtua-anak seringkali terjadi saat anak tumbuh pada masa remaja. Hal itu dikarenakan individu pada masa remaja mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dimana remaja merasakan gejolak dan melakukan perlawanan. Konflik orangtua-remaja yang terjadi pada masa ini meliputi konflik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti isu interpersonal, pelanggaran peraturan rumah dan penegakan hukum yang diterapkan orangtua terhadap anak. Orangtua dan remaja seringkali tidak membahas perbedaan pendapat yang terjadi diantara mereka, tetapi hanya mengabaikan dan menghindari perbedaan tersebut yang kemudian membuat konflik tidak terselesaikan.
Masalah ekonomi yang terjadi pada suatu keluarga bisa menimbulkan masalah atau konflik yang sangat hebat. Masalah ekonomi dalam keluarga terbagi menjadi dua, yaitu kemiskinan dan pola gaya hidup. Kemiskinan dapat menyebabkan krisis keluarga karena sulit memenuhi kebutuhan hidup, bahkan jika pendapatan terbatas, meskipun standar hidup layak relatif. Pertengkaran dalam keluarga sering kali timbul akibat ketidakmatangan emosional dalam menghadapi masalah ekonomi. Upaya pemerintah seperti program BLT bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan tetapi seringkali tidak efektif. Pola gaya hidup yang berlebihan juga dapat menyebabkan masalah ekonomi, karena mengikuti gaya hidup yang melebihi kemampuan finansial. Hal ini seringkali disebabkan oleh mindset hedonis yang mengutamakan kesenangan materi dan kebutuhan jangka pendek, serta tekanan sosial untuk mengikuti tren gaya hidup yang mahal.
Steinberg menekankan, konflik orangtua dan anak yang konsisten dan intens adalah abnormal dan orang tua lah yang mengalami lebih banyak stres dari konflik ini, 40% orangtua ternyata mengalami efek negatif seperti menurunnya harga diri, meningkatnya kecemasan, dan lain-lain. Sedangkan Santrock mengatakan konflik orangtua dan anak juga dapat membuat anak remaja lari dari rumah, hal ini terjadi karena remaja merasa tidak bahagia di rumah.
Edelbrock mengatakan, dalam sebuah studi, depresi, membolos, dan penyalahgunaan obat lebih umum dijumpai pada remaja yang lebih besar, sementara berdebat, berkelahi, dan berbicara terlalu keras lebih banyak dijumpai pada remaja yang lebih kecil. Loukas dan Prelow melakukan studi yang menunjukkan bahwa remaja lakilaki yang memiliki relasi lebih baik dengan ibu. Penjelasan-penjelasan tersebut menunjukkan bahwa remaja yang mengalami konflik dengan orangtua
Cara Mengatasi Konflik KelurgaÂ
Kurdek (1994) mengidentifikasi empat gaya penyelesaian konflik dalam keluarga, yaitu penyelesaian masalah positif, pertikaian, penarikan diri, dan tunduk. Konflik yang tidak ditangani secara konstruktif dapat memiliki dampak negatif seperti perilaku delinuen remaja, penyesuaian yang buruk, dan penggunaan zat terlarang. Konflik yang ditangani dengan agresi dapat menyebabkan perilaku eksternal yang agresif, sementara penghindaran konflik dapat menghasilkan perilaku internal seperti depresi. Konflik nilai antara orang tua dan anak juga dapat terjadi, dimana Natrajan (2005) mengajukan empat tahapan penyelesaian. Orang tua juga berperan sebagai mediator bagi anak dalam menghadapi dunia sosial yang lebih luas, dengan menggunakan berbagai strategi seperti coconing, pre-arming, compromise, dan deference. Konflik orang tua-anak pada dasarnya dapat berfungsi sebagai media dalam menanamkan nilai jika dikelola secara konstruktif.
Komunikasi adalah proses pertukaran makna guna melahirkan sebuah pengertian bersama dalam suatu keluarga. Sebuah komunikasi dapat dikatakan terjadi bila dua belah pihak atau lebih yang terlibat dalam komunikasi mencapai pemahaman bersama. Komunikasi dapat dikatakan sukses bila masing-masing pihak membagi makna yang sama. Dengan komunikasi akan melahirkan pertautan perasaan atau emosi yang kuat diantara mereka yang terlibat, karena itu guna meraih kebahagiaan keluarga, sebaiknya komunikasikan berbagai peristiwa penting yang dialami dalam keseharian agar masing-masing pihak semakin mengenal dunia masing-masing dan merasa dilibatkan dalam dunia satu dengan dunia yang lain. Diskusikan tentang hal-hal yang sedang dikerjakan atau yang sudah dikerjakan. Keluarga tanpa komunikasi bukan saja dapat menyebabkan kesalah pahaman, namun juga saling menjauhkan dunia masing-masing, sehingga akan nampak jarak yang semakin lebar diantara satu anggota dalam suatu keluarga.
Komunikasi merupakan kunci utama dalam membangun pemahaman bersama untuk menjaga kedekatan emosional antar anggota keluarga. Komunikasi yang baik melibatkan pertukaran makna yang jelas dan saling memahami. Keluarga dengan komunikasi yang buruk dapat mengalami kesalahpahaman dan menimbulkan konflik dalam keluarga. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka agar hubungan antar anggota keluarga tetap harmonis dan saling mendukung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H