Dalam memahami kemajemukan kebenaran (pernyataan), Peirce membagi kebenaran menjadi dua. Pertama adalah Trancendental Truth, yaitu kebenaran yang bermukim pada benda itu sendiri. Kedua, Complex Truth, yaitu kebenaran dalam pernyataan. Kebenaran jenis ini dibagi lagi menjadi kebenaran etis atau psikologis, yaitu keselarasan pernyataan dengan apa yang diimani si pembicara, dan kebenaran logis atau literal, yaitu keselarasan pernyataan dengan realitas yang didefinisikan.Â
Semua kebenaran pernyataan ini, harus diuji dengan konsekuensi praktisnya melalui pengalaman (Fadliyanur, 2008). Hal ini berarti bahwa pragmatisme Peirce berusaha mengemukakan arti sesuatu, yang mana sesuatu itu praktis jika bisa diuji dengan pengalaman, dan berusaha mengungkapkan sesuatu dengan penjelasan arti (bahasa) dan matematika.
b. John Dewey
John Dewey, mengemukakan pokok-pokok pemikirannya tentang pendidikan, yaitu pendidikan sebagai:
Kehidupan itu sendiri (life). Karena pendidikan sebagai alat dan juga berfungsi sebagai pembaharuan hidup.
Sebagai pertumbuhan (growth). Pertumbuhan adalah suatu perubahan tindakan yang berlangsung untuk mencapai suatu hasil selanjutnya. Pertumbuhan itu terjadi karena adanya kebelummatangan, maka pendidikanlah menjadikan matang.
Suatu proses sosial (social process), Pendidikan merupakan suatu cara yang ditempuh masyarakat dalam membimbing anak yang masih belum matang menurut susunan sosial.
Usaha membangun kembali pengalaman-pengalaman (reconstruction of experience). adalah dimana memperbaiki pengalaman yang menurut kita buruk untuk diperbaiki pada pengalaman yang mendatang lebih baik.
c. William James
Ia beranggapan bahwa masalah kebenaran, tentang asal/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoritis. Kebenaran ialah hasil-hasil yang konkrit. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensi
praktisnya. William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmatism adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Untuk mengukur kebenaran suatu konsep seseorang harus mempertimbangkan apa konsekuensi logis penerapan konsep tersebut.
d. Heracleitos
Heracleitos (hidup sekitar tahun 500 SM) telah menyatakan bahwa tidak ada yang betul-betul ada, semuanya menjadi. Perubahan merupakan prinsip utama realitas. Ajaran Heracleitos sering disingkat dan dikenal dengan ungkapan "Panta rhei kai uden menei" yang bermakna " segalanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal menetap".
Pragmatisme memiliki asumsi bahwa realitas masih selalu dalam proses dibuat.