Mohon tunggu...
Healthy Pilihan

Defisit BPJS yang Tak Kunjung Usai

27 Mei 2018   18:50 Diperbarui: 27 Mei 2018   19:28 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut UUD 1945 Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang miskin dan tidak mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.

JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera. Pada UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pemerintah menjalankan pasal tersebut dengan mengeluarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap orang dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.

Meskipun pemerintah sudah menyatakan akan menjamin kesehatan masyarakatnya, tetapi pada kenyataannya belum seluruh masyarakat Indonesia sudah terproteksi jaminan kesehatan. Berdasarkan data dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Depkes RI tahun 2011 persentase cakupan nasional jaminan kesehatan menunjukan bahwa  pada tahun 2010 dari sekitar 236 juta penduduk Indonesia, yang telah terlindungi jaminan kesehatan sosial sebesar 59.07% atau sebanyak 139 juta jiwa.

Angka tersebut sedikit diatas penduduk yang belum terlindungi oleh jaminan kesehatan sosial yaitu sebesar 40.93% atau sebanyak 96 juta jiwa. Memang jumlah penduduk Indonesia yang sudah terproteksi asuransi lebih tinggi dari jumlah penduduk yang belum terproteksi, namun persentase penduduk yang belum terproteksi tersebut masih cukup besar. (PPJK Depkes RI tahun 2011)

Sejak 1 Januari 2014, Indonesia telah mengimplementasikan Program Jaminan Kesehatan Nasional -- Kartu Indonesia Sehat (JKN - KIS), yang merupakan salah satu dari amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Program JKN -- KIS dilaksanakan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

BPJS Kesehatan mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2014 sebagai badan hukum publik yang bertugas menyelenggarakan bantuan jaminan sosial dalam bidang kesehatan, dimana fungsinya adalah melayani bantuan sosial kesehatan layaknya asuransi kesehatan dari pemerintah. BPJS pun berkembang secara pesat hingga kini dan masih terus berkembang untuk mencapai cakupan semesta, dimana 100% masyarakat Indonesia sudah terjamin kesehatannya oleh BPJS.

Melalui BPJS Kesehatan setiap warga negara Indonesia mendapatkan akses dan jaminan saat mendapatkan pelayanan kesehatan. Dan sampai dengan saat ini, jumlah masyarakat yang telah menjadi peserta BPJS hampir mencapai 70% dari jumlah penduduk Indonesia. BPJS Kesehatan sendiri menawarkan kemudahan dimana terdiri dari dua jenis kepesertaan yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI.

PBI adalah masyarakat kurang mampu dan iuran peserta PBI dibayarkan oleh pemerintah, sedangkan non PBI dibagi menjadi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). PPU terdiri dari pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota polri, pegawai pemerintah, pegawai swasta dan seluruh pekerja yang menerima upah, sedangkan PBPU adalah pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri.

Hingga 15 September 2017, peserta JKN-KIS mencapai 181.701.561 jiwa. Dalam hal pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 21.109 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 5.568 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Dari segi cakupan, memang saat ini BPJS kesehatan belum mencapai cakupan semesta, namun BPJS kesehatan sendiri menargetkan pada 1 Januari 2019 sudah mencapai cakupan semesta dimana seluruh rakyat Indonesia sudah terproteksi oleh BPJS kesehatan.

Hadirnya BPJS kesehatan di Indonesia memang sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang layak terutama bagi rakyat yang kurang mampu, namun BPJS sendiri harus menghadapi masalah yang berpengaruh terhadap keberlanjutan program BPJS.  Masalah tersebut adalah terjadinya ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran dalam pelaksanaan program.

Total pemasukan yang diterima pada tahun pertama sampai Desember 2014 yaitu sebesar RP41,06 triliun, namun biaya yang harus dikeluarkan BPJS mencapai Rp42,6 triliun. Keadaan defisit ini berlanjut sampai anggaran pada semester I 2017 dimana angka defisit mencapai angka sekitar Rp 5,8 triliun. Pengeluaran BPJS Kesehatan mencapai Rp 41,5 triliun, sedangkan penerimaannya hanya sekitar Rp 35,6 triliun.

Ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran dari keuangan BPJS menjadi penyebab terjadinya defisit keuangan BPJS kesehatan di Indonesia, namun yang menjadi penyebab terutama ada di sisi pemasukan (input) dari iuran.

Menurut Salah satu lembaga yang bergerak di bidang BPJS Kesehatan yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) demi keberlanjutan program BPJS kesehatan, maka diperlukan adanya kenaikan iuran terutama iuran pada kelompok PBI. Pada tahun 2014 iuran PBI sebesar Rp 19.225 dan untuk tahun 2016 diusulkan agar terjadi kenaikan menjadi Rp 27.500.

Namun pada kenyataannya pada tahun 2016 iuran untuk kelompok PBI sudah mengalami kenaikan menjadi Rp 23.000 namun hal tersebut masih belum bisa mengurangi angka defisit. Sementara itu, jika dilihat ke belakang mengenai iuran yang disarankan DJSN juga kurang bisa diterapkan untuk saat ini, karena inflasi kesehatan yang tinggi.

Oleh karena itu jika menilik kembali kepada Perpres nomor 111 tahun 2013 atas perubahan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan pasal 16I tertera bahwa iuran untuk jaminan kesehatan harus ditinjau dua tahun sekali yang artinya APBD untuk tahun 2018 harus dinaikan dari Rp 23.000. Hal ini berkaitan dengan tingginya inflasi kesehatan, dimana terkadang iuran yang ditetapkan tidak sesuai dengan pengeluaran yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan

Untuk saat ini yang sangat memungkinkan untuk dapat mengurangi angka defisit adalah peserta PPU karena mereka memiliki pendapatan yang tetap, selain itu mereka juga lebih sadar akan pentingnya kesehatan sehingga kemungkinan sakitnya cukup rendah dan dapat menghemat pengeluaran BPJS Kesehatan untuk pengobatan para pesertanya.

Referensi                                                                                                

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun