Mohon tunggu...
Firlia Nurhanifa
Firlia Nurhanifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tugas-tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hadis sebagai Sumber Ajaran Islam, Kedudukan dan Fungsi Hadis terhadap Al-Qur'an

21 Maret 2022   01:12 Diperbarui: 21 Maret 2022   01:27 4301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Umat islam memiliki empat sumber ajaran dan hukum, yaitu al-Qur'an, hadis, ijma', serta qiyas. Dari ke-empat sumber hukum tersebut, dua di antaranya (al-Qur'an dan Hadis) merupakan sumber hukum utama yang dijadikan pedoman hidup bagi umat islam. Al-Qur'an sendiri berisi pedoman dan petunjuk untuk menjalani kehidupan di dunia maupun akhirat. 

Meskipun begitu, al-Qur'an tidak menjelaskannya secara rinci dalam artian keterangan-keeterangan yang tercantum pada al-Qur'an masih sering bersifat global. 

Dikarenakan alasan ini, maka sudah tentu bahwa kita membutuhkan penjelas yang lebih rinci atas kalamullah tersebut demi penerapan hukum dan syari'at islam yang benar. 

Oleh karenanya, sudah bukan hal asing lagi bagi kita atas pernyataan bahwa al-Hadis yang merupakan sumber hukum kedua Umat Islam yang memilki fungsi sebagai penjelas al-Qur'an. 

Dari pernyataan tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa kedudukan hadis sangatlah penting bagi kita setelah al-Qur'an. Keduanya tidak dapat kita pisahkan dan kita pilih salah satu, melainkan harus kita gunakan bersama dengan ilmu yang telah para ulama terangkan. Akan tetapi, ada sebagian kelompok yang menolak hadis sebagai pedoman hidup mereka karena alasan keraguan. Kelompok ini biasa disebut dengan golongan inkar al-sunnah.

Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa golongan ini tidak memiliki bukti-bukti kehidupan ketika zaman nabi ataupun zaman khulafaur rasyidin. 

Dan kemudian, Syuhudi Ismail menyebutkan bahwa golongan inkar al-sunnah baru muncul pada awal masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750 M). golongan ini juga biasa disebut dengan sebutan munkir al-sunnah.

Golongan inkar al-sunnah dalam keterangan al-Syafi'iy dikelompokkan lagi menjadi 3 kelompok, yakni:
1.Kelompok yang menolak sunnah secara keseluruhan
2.Kelompok yang menolak sunnah, namun masih menerimanya apabila sunnah tersebut masih memiliki kesamaan dengan petunjuk al-qur'an
3.Kelompok yang menolak sunnah ahad.

Dalam pengelompokan tersebut, Ahmad Yusuf mengemukakan bahwa sebenarnya dua golongan pertama dapat dijadikan satu kelompok dikarenakan sama-sama menolak kewajiban atau perintah yang tercantum dalam hadis.

Dasar peng-inkaran mereka terhadap sunnah atau hadis ialah dengan menggunakan beberapa dalil al-Qur'an serta interpretasi mereka terhadap ayat tersebut. Salah satu ayat al-Qur'an yang digunakan oleh mereka adalah surat al-Nahl 89 yang berbunyi:

     ... ...

"...Dan kami turunkan kepadamu alkitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu....."

Penggalan ayat inilah yang menjadi salah satu dalil yang mereka keluarkan untuk membenarkan pilihan mereka. Dalam sudut pandang mereka, ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT telah menurunkan al-Qur'an sebagai pedoman hidup manusi secara keseluruhan yang menjelaskan segala sesuatunya, sehingga menganggap bahwa manusia tidak membutuhkan selainnya (al-Qur'an). 

Selain itu, tindakan tersebut mereka anggap benar karena mereka menganggap bahwa mereka yang statusnya orang arab serta memahami bahasa arab pada waktu itu dengan fakta bahwa al-Qur'an diturunkan juga dalam bahasa arab, sehingga mereka tidak membutuhkan keterangan lain untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an tersebut, melainkan cukup dengan pemahaman bahasa mereka saja.

Dari argumen-argumen yang mereka bangun, Al-Syafi'iy menganggapnya bukan suatu alasan atau dasar yang kuat. Menurut al-Syafi'iy, penafsiran serta pemahaman mereka atas lafaz "at-Tibyan" pada surat al-Nahl di atas adalah salah. 

Menurut al-Syafi'iy maksud dari kata "tibyan" itu bahwa al-quran menjadi penjelas atas kehidupan manusia, bahwa ada kewajiban-kwajiban serta larangan-larangan yangharus umat islam taati. 

Akan tetapi, berbagai perintah serta larangan tersebut masih bersifat global. Contohnya seperti perintah sholat. Dalam al-qur'an banyak sekali ayat yang mengungkapkkan perintah tersebut, akan tetapi tidak dijelaskan bagaimana tata cara sholat serta ketentuan-ketentun yang ada di dalamnya.

Dari keterangan tersebut, maka sudah barang tentu hendaknya manusia khususnya umat islam ketika mengambil suatu dalil mereka harus melakukan pemahaman lebih mendalam lagi. 

Tidak serta merta menerima secara mentah ayat yang diturunkan. Hal ini sangat penting salah satunya agar ibadah yang mereka lakukan dapat dijalankan dengan benar serta sesuai syariat.

Oleh karenanya, dalam makalah ini penulis inginmenjelaskan bahwa posisi hadisbagi umat islam sangatlah penting. Untuk itu, dari artikel ini penulis harapkan pembaca mampu memahami kedudukan hadis serta fungsinya.

A. Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam

Agama islam merupakan agama yang memiliki sumber hukum yang jelas dalam syariatnya. Seperti yang kita ketahui, bahwa ada empat sumber hukum utama ajaran islam, yakni al-quran, al-hadis, ijma', dan juga qiyas.

Hadis secara etimologi berarti baru yang merupakan lawan kata dari qadim atau lama. Hadis adalah sinonim dari kata sunnah, sedangkan sunnah adalah rekam jejak baik atau buruk. Hadist  secara terminologi ada dalam beberapa sudut pandang diantaranya sebagai berikut :

1) Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW dan sahabat baik perkataan, perbuatan, sifat, juga ketetapan ini menurut Ahli hadis

2) Menurut ulama' Ushul fiqh, hadis merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi yang dapat dijadikan dalil hukum syar'i

3) Sedangkan menurut Ulama' Fiqh hadis adalah segala sesuatu yang asalnya dari Nabi selain yang fardhu dan sunnah

Namun, dijelaskan bahwa ulama ushul fikih sedikit membedakan pengertian dari istilah sunnah dan juga hadis. Jika hadis, ulama ushul fikih mengidentifikasikan sebagai ucapan-ucapan Rasulullah yang berkaitan dengan hukum. Adapun jika perbuatan serta taqrir Rasulullah tercakup di dalamnya juga, maka baru ketiga tersebut disebut sunnah.

Hadis sendiri bisa dikatakan sempurna jika sudah memenuhi beberapa unsur  yang menjadi pertimbangan nilai sebuah riwayat, yang mana kemudian hadis tersebut bisa dikategorikan dalam hadis shahih, hadis hasan, atau hadis dhaif. Beberapa unsur tersebut, yaitu:
a.Sanad
Sanad adalah rantai penutur atau periwayat hadis. Sanad terdiri atas seluruh penutur, mulai dari orang yang menulis atau mencatat hadis tersebut dalam kitab hadis hingga sampai pada Rasulullah SAW.

b.Matan
Matan adalah materi atau lafaz pada hadis tersebut

c.Rawi
Orang yang meriwayatkan, menuliskan kembali  apa yang pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW sebuah  hadis

Pembagian hadis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.Hadis berdasarkan kuantitas sanad
Maksud dari berdasarkan kuantitas sanad disini yaitu dari banyaknya atau jumlah  orang yang meriwayatkan hadis, ada dua :

*Hadis Mutawatir

Hadis merupakan hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang pada setiap tingkat sanadnya. Oleh karenanaya, maka berdasarkan tradisi bahwa apabil mereka sepakat untuk berdusta adalah suatu kemustahilan. Sehingga hadis golongan ini diyakini kebenarannya.
Beberapa syarat agar suatu hadis dapat digolongkan dalam hadis mutawattir ialah:

Perawi yang meriwayatkan banyak. Dalam hal ini, masih ikhtilaf berapa jumlah perawi yang meriwayatkan. Al-Qadi Al-Baqilani menetapkan bahwa jumlah perawi hadis mutawatir minimal 5 perawi. 

Adapun menurut Astikhary bahwa jumlah perawi hadis mutawatir yang paling baik sekurang-kurangnya adalah 10 perawi. Namun, dari perbedaan pendapat-pendapat tersebut poin yang penting ialah bahwa para perawi tersebut tidak berdusta, baik dari dirinya sendiri atau dengan sebuah kesepakatan.

Antara perawi thabaqat pertama dengan thabaqat lainnya ada keseimbangan. Maksud syarat ini ialah bahwa jumlah perawi thabaqat (lapisan) pertama dengan thabaqat berikutnya hendaknya imbang. Jadi, semisal suatu hadis diriwayatkan oleh 15 orang sahabat dan kemudian diterima oleh 10 tabi'in, maka disitu tidak dapat disebut sebagai hadis mutawattir dikarenakan tidak adanya keseimbangan antar lapisan perawi.

Berdasar pada indrawi (penglihatan langsung) atau empiris.maksud dari syarat ini bahwa hadis yang diriwayatkan adalah hadis yang dilihat atau didengar secara langsung oleh perawi tersebut.

Hadis mutawatir inimasih kembali dikelompokkan dalam dua macam, yakni:

a. Hadis mutawatir lafzi.

Yaitu ketika para sahabat meriwayatkan suatu hadis dengan redaksi yang sama dari segi lafaznya.

b. Hadis mutawatir maknawi

Sesuai namanya, maka hadis mutawatir kelompok ini adalah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh beberapa perawi akan tetapi hanya sama dalam segi maknanya, bukan segi lafaznya. Salah satu contoh hadis ini ialah hadis yang menjelaskan tentang jumlah rakaat shalat maghrib. 

Dari semua hadis yang diriwayatkan mengenai hal inimenguraikan bahwa jumlah rakaat shalat maghrib yaitu 3 rakaat, baik bersumber dari shalatnya nabi saaat di Makkah, di Madinah, saat safar (perjalanan), saat mukim, bahkan ketika Nabi 

Muhammad menyaksikan para sahabat menunaikan shalat maghrib 3 rakaat. Dari hadis-hadis tersebut, memuat inti yang sama meskipun beda cerita.

c. Hadis mutawatir amali.

Mutawatir amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam bahwa Nabi SAW mengerjakannya serta memerintahkannya.

*Hadis Ahad

Hadis ahad adalah suatu beritayang disampaikan oleh satu orang atau tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir karena jika dilihat dari kuantitas perainya hadis ini berada dibawah hadis mutawatir, sedangkan dari sudut isinya hadis ahad memberi faedah zhanni (bersifat dugaan, relatif, sangkaan dan tidak pasti)  
Hadis ahad ini terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1)Hadis masyhur
Secara bahasa arti hadis ini adalah sesuatu yang popular atau tersebar dan diriwayatkan oleh dua orang atau lebih tapi tidak sampai mutawatir. Hadis ini dapat dbagi menjadi tiga, yaitu hadis masyhur shahih, masyhur hasan dan masyhur yang dhaif.

2)Hadis aziz
Hadis yang diriwayatkan oleh paling sedikit dua orang perawi dan diterima oleh dua orang pula.  Seperti hadis masyhur, hadis aziz ini juga dibagi menjadi menjadi tiga sesuai dengan kualitas pada hadis tersebut.
*Hadis gharib
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri saat meriwayatkannya. Periwayat dari hadis ini berada dalam satu tingkatan (thabaqah). Seluruh riwayat dan jumlah perawinya tidak mencapai syarat jumlah perawi dalam hadis mutawatir.

2.Hadis berdasarkan kualitas sanad ada tiga, yaitu:
a)Hadis shahih
Hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan dari perawi yang adil.
b)Hadis hasan
Perngertian hadis hasan hamper sama dengan hadis shahih karena pada tingkan kedhabitan (kuatnya hafalan) tidak sempurna atau sampai ada hadis shahih.
c)Hadis dhaif
Hadis yang didalamnya tidak memenuhi syarat-syarat hadis shahih dan hadis hasan atau bisa disebut juga sebagai hadis yang lemah.

Tentu bukan hal yang asing untuk kita pahami bahwa al-Quran merupakan sumber hukum ajaran islam yang pertama, sedangkan al-hadis menempati posisi kedua. Dua kedudukan ini bukan tanpa hubungan atau tanpa keterkaitan, melainkan berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan.

Kedudukan al-hadis sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah al-Qur'an memiliki fungsi yang penting, yakni salah satu fungsi utamanya ialah menjelaskan atau menguraikan lebih rinci berbagai keterangan serta ketetapan yang tertera dalam al-Qur'an. Maksud dari pernyataan tersebut ialah posisi hadis disini menjadi penjelas atas ayat-ayat al-qur'an yang kurang atau bahkan sulit untuk dipahami. Hal ini dikarenakan dalam al-Qur'an semisal hanya memuat  prinsip-prinsip tentang ajaran agama tetapi tidak membahas secara detail, maka disitu hadislah yang memilki peran sebagai perinci tentang keterangan tersebut. Adapun fungsi utama hadis selain memperjelas, ialah: menegaskan serta menguatkan hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an.

Lantas, bolehkah sebagai umat islam kita hanya memilih menggunakan satu diantara keduanya? Nabi Muhammad SAW bersabda :

:

Artinya : "Aku tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang pada keduanya, Kitab Allah (al-Qur'an) dan Sunah Rasul-Nya.".  Sesuai dengan hadis diatas maka para ulama sepakat bahwa umat islam wajib berpedoman pada hadist-hadist  setelah al-Qur'an. Adapun hadis-hadis yang dijadikan pedoman itupun harus telah shahih serta memang benar sesuai pembahasannya. Tidak asal menyambungkan hubungan satu ayat dengan satu hadis lainnya, melainkan harus dengan pengetahun yang mendalam. Selain itu, pada surat An-Nisa' ayat 80 juga dijelaskan:

Artinya : " Barangsiapa yang menaati rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah...".  Ayat ini dapat dijadikan sebagai bukti bahwa Hadis merupakan sumber ajaran islam, karena ketika seseorang menaati apa yang telah diperintahkan rasulullah, maka ia juga telah menaati perintah Allah SWT.

Dari dua ayat yang telah disebutkan di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa kita sebagai umat islam tidak diperkenankan untuk memilih salah satu di antara keduanya, melainkan harus menggunakan keduanya dan bergpegangan teguh atasnya. Salah satu dalil yang dapat menjadi bukti bahwa dua sumber hukum islam ini tidak dapat dipisahkan tercantum dalam Surat Al-Isra' ayat 78 berikut :

Artinya : Laksanakan shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula shalat) subuh. Sungguh, shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).  Ayat ini tidak menegaskan kapan waktu yang dimaksud untuk memulai dan melaksanakan shalat, lalu dijelaskan lebih lanjut oleh Rasullah dalam hadisnya waktu tergelincirnya matahari, patokan tinggi juga bayangan saat dimulai dan akhir waktu shalat baru dari penjelasan tersebut kita dapat mengetahui adanya shalat subuh, dhuhur, ashar, magrib, dan isya'.

Bisa disimpulkan disini bahwa al-Qur'an bukan hanya akan sulit dipahami tapi juga akan salah pemahaman jika tidak ada hadist. Maka dari itu ditetapkan bahwa hadis sebagai sumber ajaran hukum kedua setelah al-Qur'an.

Meskipun sudah kita ketahui dan sudah ditegaskan dengan jelas bahwa hadis adalah sumber ajaran islam yang kedua tapi masih ada kelompok yang tidak menerima bahkan mengingkari hadis. Kelompok pengingkar hadis ini ada dua kategori, yang pertama yaitu, menentang hadis sebagai hujjah dan menganggap sumber ajaran islam hanya dari al-Qur'an saja, sedangkan yang kedua adalah kelompok yang menentang beberapa atau sebagian kehujjahan hadis.

Hadis sebagai sumber ajaran islam dapat dilihat dari beberapa dalil naqli (berdasarkan Al-qur'an dan hadis) dan aqli (berdasarkan rasional) seperti berikut:

a)Dalil Al-qur'an

Banyak sekali ayat-ayat di dalam Al-qur'an yang menjelaskan tentang kewajiban untuk beriman kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad. Seperti dalam ayat berikut :

Artinya : Katakanlah (Muhammad):" taatilah Allah dan rasul-Nya, jika kau berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir."(QS:Ali-imran : 32).  

Dari ayat diatas dapat kita pahami bahwa taat kepada Rasulullah SAW sifatnya wajib sama seperti kewajiban kita yang harus taat kepada Allah.

b)Dalil hadis Rasul SAW
Bukan hanya dalam ayat-ayat al-qur'an saja yang banyak menjelaskan tentang wajib, perlunya taat dan beriman kepada Rasulullah tapi banyak juga hadis yang menjelaskannya. Seperti pada sabda Rasulullah berikut:

"Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang pada keduanya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (al-Qur'an ) dan sunnah Rasul-Nya." (H.R. al-Hakim dari Abu Hurairah).

B.Kedudukan Hadist Terhadap Al-Qur'an

Seperti yang kita tahu bahwa al-Qur'an merupakan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawwir dan ditulis pada mushaf. al-Qur;an juga merupakan kalam Allah yang menjadi petunjuk dan pedoman hidup serta suatu kabar gembira bagi seluruh umat islam. 

Dalam al-Qur'an termuat aturan-aturan, ketetapan-ketetapan, keterangan-keterangan, serta berbagai kisah yang dapat dijadikan umat islam sebagai pedoman. Mulai dari lafaz yang menunjukkan perintah Allah secara gamblang hingga kisah-kisah terdahulu para nabi serta umatnya yang dapat kita petik ilmu di dalamnya. Oleh karenanya, dapat kita ketahui bahwa memahami, mengamalkan, dan  beriman pada al-Qur'an adalah sesuatu yang wajib.

Meskipun disebutkan bahwa al-Qur'an memuat seluruh aspek kehidupan manusia, namun pada al-Qur'an hanya  menjelaskan syari'at islam secara garis besar saja atau belum terperinci, belum terdapat cara-cara penerapan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dijadikan  acuan agar apa yang kita terapkan sudah benar dan sesuai dengan syari'at. 

Maka dari itu kedudukan hadis terhadap al-Qur'an sangatlah penting karena hadis berfungsi untuk menjelaskan lebih detail dan juga memberikan contoh-contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan al-Qur'an dan syari'at islam. 

Mengapa harus hadis? Hal ini karena sesuai pengertian dari hadis itu sendiri yang merupakan segala yang bersumber atauberasal dari kehidupan Nabi Muhammad SAW  yang mana dalam al-Qur'an telah dijelaskan bahwa Allah menjadikan Nabi Muhammad sebagai contoh dan suri tauladan dalam kehidupan untuk seluruh umat islam. Bahkan dijelaskan bahwa barang siapa yang menjadikan Nabi Muhammad SAW teladan, melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi apa yang dijauhi Rasulullah maka dia juga adalah orang yang taat kepada Allah SWT.

Seperti yang kita tahu bahwa sudah menjadi suatu keharusan bagi kita sebagai umat islam untuk mengikuti hadis baik perintah maupun larangannya karena mengikuti hadis sama halnya dengan kewajiban dengan mengikuti al-Qur'an. 

Dengan demikian keterkaitan antara hadis dan al-Qur'an sangat erat dan tidak dapat dipisahkan karena untuk memahami al-Qur'an dibutuhkan hadis begitupun sebaliknya,  dimana untuk mengamalkan dan memahaminya tidak dapat dipisah utau berjalan sendiri-sendiri.

Memahami dan mengetahui hadis adalah suatu keharusan agar dapat lebih memahami ajaran dan hukum islam. Pernyataan ini didukung oleh dalil naqli yang menerangkan tentang iman kepada rasulullah adalah suatu kewajiban. Iman kepada Rasulullah termasuk rukun iman yang ke empat maka sudah menjadi suatu keharusan untuk beriman kepada Rasulullah bahkan kebutuhan setiap orang karena tugas Rasulullah adalah menyampaikan wahyu dari Allah kepada ummatnya. Ayat-ayat al-Qur'an juga banyak yang menerangkan kewajiban beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesuai dengan firman Allah pada al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 158:

Artinya:"....maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-nya....."
dan An-Nisa ayat 59:

Artinya:"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan Rasul-Nya (Muhammad)

Dalam al-Qur'an terkandung banyak hukum yang baru bisa diketahui dan dimengerti secara detail penerapannya dengan benar dalam kehidupan sehari-hari ketika sudah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW, karena ayat-ayat al-Qur'an mengandung pokok-pokok ajaran islam yang membutuhkan penjelasan atau rincian dari Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur'an, Allah berfirman:

Artinya:" Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an agar kamu menjelaskan kepada manusia apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka agar mereka berfikir."

Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus ke bumi sebagai Rasulullah  untuk memberi penjelasan mengenai penerapan al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari umat manusia, dimana dalam konteks ini dapat diketahui bahwa assunnah atau hadis memiliki kediudukan sebagai penjelas atas ayat-ayat al-quran yang masih bersifat global yang sudah tentu membutuhkan pentafsiran atau perincian lebih lanjut.

Imam Syafi'i mengolongkan hadis atau sunnah Nabi Muhammad SAW dalam kedudukannya dengan al-Qur'an menjadi tiga golongan:
1.Sunnah yang menjelaskan penegasan dan penguatan dari hukum-hukum yang sudah dijelaskan dalam al-Qur'an,
2.Sunnah yang menjelaskan secara rinci ayat-ayat al-Qur'an yang sifatnya mujmal atau umum,
3.Sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang berdiri sendiri tanpa adanya rujukan dalam al-Qur'an.  

Menurut pendapat Imam Syafi'i, golongan pertama dan kedua tersebut telah disetujui oleh para ulama' sedangkan untuk golongan yang ketiga masih menjadi perseilihan antar ulama'.

C. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur'an

Fungsi utama hadis terhadap al-Qur'an adalah untuk memperkuat dan memperjelas segala sesuatu yang  ada dalam al-Qur'an yang masih bersifat umum, merinci aturan di dalamnya, dan menetapkan hukum baru yang tidak disebutkan dalam al-Qur'an  
Seperti yang disebut oleh Imam Malik bin Anas bahwa fungsi hadist ada 4, sebagai berikut:

1)Bayan At-Taqrir (Penjelasatau penegas hukum al-Qur'an)
Menentukan dan memperteguh apa yang ada atau penjelasan dalam al-Qur'an, fungsi ini hanya untuk memperkuat isi al-Qur'an. Menentukan, menjelaskan lebih detail juga memperkuat hukum-hukum yang sudah ada dan diatur dalam al-Quran. Seperti pada surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya, "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah daging babi,....". Kemudian dijelaskan lebih detail dalam as-sunah dalam sabda nabi yang artinya, "Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang, sedangkan dua macam darah itu adalah hati dan limpa"

2)Bayan At-Tafsir (Tafsir al-Qur'an)
Memberikan uraian dan tafsir ayat al-Qur'an yang masih samar, memberikan syarat-syarat yang masih bersifat umum. Hadis yang berfungsi bayan tasfir dibagi menjadi tiga:

1.Tafshil mujmal
Menguraikan ayat-ayat pada al-qur'an yang maknanya masih global. Contoh seperti pada ayat berikut

2.Tabyin al-musytarak
Menjelaskan lebih detail ayat-ayat al-qur'an yang di dalamnya memuat kata bermaka ganda.

3.Taskhshish al-'am
Mengkhususkan atau memberi pengecualian pada ayat-ayat al-qur'an yang bermakna umum.
Seperti pada surat Al-Baqarah ayat 43:

Artinya : "Dan laksanakan shalat, tunaikan zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk" . Dalam ayat di atas tidak membahas secara detail tata cara shalat, sedangkan mrang-orang arab shalat adalah berdoa. Jika tidak ada penjelasan secara detail tentang tata cara shalat maka pemahaman orang arab awam melaksanakan shalat cukup dengan berdoa kepada Allah SWT. Akhirnya Nabi Muhammad memberikan contoh langsung saat beliau shalat seperti shalat yang kita lakukan saat ini. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi yang berbunyi:

Artinya : "Shalatlah sebagaimana kalian melihatku (Rasulullah) shalat." (HR.Bukhori)

3) Bayan At-Tasyri' (Mempertegas hukum yang tidak ada di al-Qur'an)
Memantapkan hukum atau ajaran islam yang belum jelas dalam al-Qur'an. Karena apa yang dijelaskan dalam al-Qur'an hanya bersifat umum saja maka kemudian dibutuhkan hadis untuk memperkuat dan memberi uraian lebih detail.
4) Bayan Nasakh
An-Nasakh sendiri memiliki banyak arti seperti mengubah, membatalakan, memindahkan, dan menghilangkan sedangkan bayan nasakh adalah ketentuan yang bertujuan untuk menghapus ketentuan yang lama dan mengubah dengan yangbaru karena dianggaplebih cocok dengan lingkungannnya dan cakupannya juga lebih luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun