Masa sih ? Yuk dilihat!Â
Lihat Contoh gambar di atas, siapa yang tidak kenal dengan pemilik akun Instagram tersebut? Chris Hemsworth atau mungkin kalian tahunya Thor dalam flim The Avenger. Tanpa kita sadari ketika kita melihat tokoh tersebut pikiran yang muncul dalam diri kita "Wah .. Chris Hemsworth si tampan, sukses, mapan, terkenal di Instagram, followersnya banya cowok idaman banget deh!", atau mungkin pikiran yang muncul "Pengen deh jadi Chris Hemsworth aja, sepertinya hidupnya damai ?" .
Mari lihat tokoh masyrakat satu ini  :
Pemikiran pertama yang akan muncul adalah "Siapa ini ? saya tidak tahu dia, mungkin dia bukan siapa-siapa, tidak terkenal juga di wilayah saya karena followersnya sedikit, lebih famous saya sepertinya.". Atau kalian mungkin berpikir "Wah... orang jelek nih pasti, tidak memakai foto profile!".
Asumsi dari pemikiran melalui dua contoh di atas akan muncul saja di pikiran kita hanya karena melihat seseorang yang mungkin memiliki likes, followers, atau komentar yang banyak atau sedikit di dalam media sosialnya.
Asumsi ini akhirnya berubah menjadi sebuah mindset atau pola pikir seseorang untuk menjadikan media sebagai tolak ukur utama sebuah kehidupan.
Masih belum percaya? Coba lihat lagi contoh berikut!
Sama mengupload foto makanan dengan kualitas kamera yang bagus, namun pertanyaanyaÂ
"Mengapa jumlah likes di salah satu akun lebih banyak jika di bandingkan dengan akun lainnya padahal mengupload sebuah konten yang sama?"
Dari sisi pemilik akun foooddd.ily bisa saja menimbulkan pertanyaan dan tolak ukur kembali "Apakah gambarnya kurang menarik? Apakah saya tidak berbakat? Apakah saya tidak terkenal?". Yang akhirnya karena melihat media sosial tersebut kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain.