Mohon tunggu...
Raden Firkan Maulana
Raden Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: firkan.maulana@gmail.com | http://www.instagram.com/abah_ceukhan | https://www.linkedin.com/in/firkan-maulana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wajah Muram Transportasi Publik di Wilayah Bandung Raya

19 Januari 2025   16:00 Diperbarui: 22 Januari 2025   10:47 2657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Penumpang turun dari angkutan kota (angkot) yang sudah dipasang selebaran berisi berita acara kesepakatan rapat koordinasi penyesuaian tarif angkutan umum di Kota Bandung, di Terminal Kebon Kalapa, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (9/9/2022). (Foto: TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Saya sendiri jika disuruh memilih, lebih senang menggunakan sepeda motor untuk bepergian daripada menggunakan transportasi publik. Sebab dengan sepeda motor, saya bisa menuju tempat tujuan secara cepat dan murah. Saya juga menghindari bepergian dengan menggunakan bus dan mobil, dalam hal ini mobil berupa taksi konvensinal dan yang berbasis online. Dengan menggunakan bus dan mobil, perjalanan ke tempat tujuan menjadi lebih lama dan selalu saja ada kemacetan yang terjadi. Saya tidak mau terjebak kemacetan di jalan. Saya tidak mau membuang waktu berlama-lama di perjalanan. 

Warga Bandung Raya hampir mayoritas mulai jarang menggunakan angkutan kota (angkot) dikarenakan kualitas fisik mobil yang kurang bagus seperti tempat duduk yang hanya sekedar duduk, sempit dan panas serta kondisi teknis mobil seperti rem yang berpengaruh terhadap keamanan dan keselamatan. Selain itu, waktu tempuh perjalanan menjadi lama karena sopir angkot sering ngetem dan menjalankan mobilnya perlahan karena menunggu calon penumpang. Dan seringkali perilaku mengendara sopir angkot tidak terkendali, yaitu ngebut dan ugal-ugalan mengendarai angkotnya. Masalah pembayaran pun sering terjadi percekcokan antara sopir angkot dan penumpang karena hal sepele seperti pembayaran di luar tarif resmi dan uang kembalian.

Sebetulnya pilihan naik bus adalah lebih baik daripada naik angkot karena lebih murah ongkosnya dan lebih nyaman dengan adanya pendingin udara. Namun kekurangan naik bus di Bandung Raya ini adalah lama tempuh perjalanan. Hal ini disebabkan bus seringkali terjebak kemacetan lalulintas. Kondisi ini terjadi karena jalur bus pada setiap rute berada di jalan arteri, yang penggunaan badan jalannya bercampur dengan kendaraan lain. Sehingga wajar saja jika jalan arteri tersebut padat oleh berbagai jenis kendaraan maka bus tersebut akan terjebak dalam kemacetan. Seharusnya, jika ingin perjalanan bus lancar maka jalur pergerakan di jalan arteri harus dibuat lajur khusus seperti lajur Busway di DKI Jakarta.

Masalah lainnya dari transportasi publik di wilayah Bandung Raya adalah tidak  terintegrasinya titik-titik pertemuan antara rute-rute perjalanan yang membuat calon penumpang tidak merasa dimudahkan. 

Titik-titik pertemuan berguna untuk menghubungkan perpindahan rute perjalanan bagi penumpang dan perpindahan moda-transportasi, misal dari Angkot ke bus lalu pindah menggunakan kereta api. Idealnya integrasi tersebut disusun sedemikian rupa untuk memudahkan penumpang dalam menempuh perjalanan sehingga  bisa menghemat waktu dan biaya yang dikeluarkan. 

DKI Jakarta bisa menjadi contoh untuk integrasi antar moda dan rute transportasi. Saat saya beberapa tahun ke belakang bekerja di seputaran Jabodetabek, saya dimudahkan dengan integrasi tersebut terutama saat saya menggunakan KRL (kereta rel listrik), Busway dan MRT untuk menuju tempat tujuan. 

Sedangkan di Bandung Raya, contoh masih tidak terintegrasinya hal tersebut misal antara keberadaan Kereta Cepat Whoosh dengan angkutan umum lainnya. 

Para penumpang, masih disubsidi dengan layanan Damri untuk antar jemput dari titik-titik pemberangkatan tertentu. Selain Damri, ada juga mobil yang disediakan oleh developer perumahan terbesar di Padalarang untuk antar jemput penghuni kompleknya, dari dan ke Stasiun Padalarang. 

Reformasi Transportasi Publik

Pembenahan transportasi publik di wilayah Bandung Raya perlu segera dilakukan . Pembenahan ini tidak hanya semata berupa hal-hal seperti pembaruan armada bus, mempercantik halte bus dan sebagainya. 

Pembenahan harus dimulai dari hal yang mendasar. Hal yang pertama, rencana induk transportasi publik di wilayah Bandung Raya perlu ada kesepakatan bersama antara pemerintah daerah di wilayah Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun