Mohon tunggu...
Raden Firkan Maulana
Raden Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: firkan.maulana@gmail.com | http://www.instagram.com/abah_ceukhan | https://www.linkedin.com/in/firkan-maulana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Badan Bank Tanah, Solusi Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia yang Berkeadilan

17 Januari 2025   11:19 Diperbarui: 17 Januari 2025   11:19 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semakin terbatasnya tanah di perkotaan (Sumber: Firkan/Dokumentasi Pribadi)

Tanah merupakan pemberian Tuhan sebagai tempat berpijak dan tempat tinggal manusia. Tanah menjadi tempat penghidupan manusia dan berbagai aktifitas manusia. Bagi Bangsa Indonesia, tanah merupakan sumber daya yang sangat strategis karena menyangkut hajat hidup seluruh masyarakat. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dalam proses pembangunan di Indonesia, permasalahan pertanahan merupakan hal yang sering ditemui oleh kita semua. Secara umum, jika terkait masalah dengan tanah, masyarakat pasti sering mendengar ganti rugi, penggusuran, penertiban tanah, konflik tanah, sertifikat tanah ganda, calo tanah, spekulasi tanah hingga mafia tanah.

Kebutuhan akan tanah selalu meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Di sisi lain, ketersediaan tanah relatif tetap. Tanah sebagai salah satu sumber daya yang penting dalam kehidupan manusia, mempunyai karakteristik yang ketersediaannya terbatas dan langka. Tanah itu tidak bisa ditambah lokasinya. Pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah akan diiringi dengan meningkatnya berbagai aktivitas penduduk serta semakin gencarnya kegiatan pembangunan di berbagai sektor. Hal ini berimbas pada meningkatnya kebutuhan tanah sebagai tapak/lokasi pembangunan dan aktivitas penduduk tersebut. 

Permasalahan pertanahan yang paling sering terjadi  dalam proses pembangunan di Indonesia adalah di saat pemerintah hendak memulai suatu proyek pembangunan, tanah untuk lokasi proyek tersebut tidak ada atau belum tersedia. Jika tersedia pun, tanah sering menjadi mahal dan harganya terus meningkat karena adanya para spekulan yang memainkan harga tanah sehingga biaya pembebasan tanah menjadi lebih mahal. Tidak tersedianya tanah dan kurangnya tanah untuk lokasi pembangunan menjadi penghambat dalam proses pembangunan. 

Proyek pembangunan pun menjadi tersendat dan malah  terbengkalai karena kasus pembebasan tanah yang berlarut-larut. Dalam berbagai kasus, pemerintah sering mengalami kesulitan dalam penyediaan tanah untuk kepentingan umum (seperti jalan, waduk, pelabuhan udara dan sebagainya) dikarenakan adanya penolakan dari masyarakat yang enggan melepaskan tanahnya karena besaran ganti rugi yang tidak sesuai harapan dan masyarakat juga tidak mau pindah dari tanah tersebut. Hal seperti ini, seringkali memicu terjadinya konflik pertanahan yang tidak berkesudahan.

Tanah sebagai obyek investasi dan spekulasi (Sumber: Firkan/Dokumentasi Pribadi)
Tanah sebagai obyek investasi dan spekulasi (Sumber: Firkan/Dokumentasi Pribadi)

Masalah pertanahan lainnya di Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi isu besar adalah ketimpangan kepemilikan tanah. Dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN), disebutkan bahwa penguasaan 7,5 juta hektar tanah dari total tanah sekitar 9 juta hektar tanah Hak Guna Usaha (HGU) hanya dimiliki oleh sekitar 2750 dari 13.450 perorangan dan badan hukum (Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN, 2020-2024).  Di bidang pertanian, adanya ketimpangan penguasaan dan pemilikan  tanah pertanian memperlihatkan bahwa mayoritas petani hanya memiliki tanah pertanian sekitar 0,5 hektar saja.

Penelantaran tanah, merupakan masalah pelik lainnya di Indonesia. Tanah yang sudah dimiliki dan sudah diberikan hak atas tanahnya, seringkali tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemegang hak sesuai dengan peruntukkan dalam keputusan pemberian hak tanah tersebut. Banyak kasus memperlihatkan tanah-tanah terlantar yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya karena praktik spekulasi tanah dan investasi tanah untuk mencari keuntungan semata dengan menjual kembali tanah tersebut di kemudian hari dalam rentang waktu 10-20 tahun ke depan. Keuntungan didapat dengan perbedaan harga tanah yang murah saat dibeli dengan saat dijual kembali menjadi mahal.

Tanah yang ditelantarkan (Sumber: Firkan/Dokumentasi Pribadi)
Tanah yang ditelantarkan (Sumber: Firkan/Dokumentasi Pribadi)

Ironisnya di sisi lain, masih banyak warga masyarakat yang lebih membutuhkan  tanah terlantar tersebut. Sehingga dalam kasus penelantaran tanah ini telah terjadi ketidakadilan dan juga mengabaikan kesejahteraan masyarakat secara luas. Penelantaran tanah yang terjadi telah menghilangkan manfaat ekonomi, memunculkan ketidakdilan sosial dan melanggar hukum.

Dengan adanya bebagai permasalahan pertanahan tersebut  tentu saja mengharuskan Pemerintah Indonesia untuk mengatur peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya. Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia terkait hal  tersebut di atas adalah dengan mendirikan Badan Bank Tanah, yang kelahirannya dibidani oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pendirian Badan Bank Tanah ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah, Bank Tanah adalah badan khusus (sui geneis) yang merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah. 

Tujuan pendirian Bank Tanah adalah untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan demi kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria. Kehadiran Badan Bank Tanah ini juga untuk mengoptimalkan peran pemerintah sebagai "Pengelola Tanah" (Land Manager) di tingkat teknis operasional. Karena selama ini, peran pemerintah di bidang pertanahan hanya dititikberatkan sebagai "Pengadministrasian Tanah" (Land Adminstrator) dan "Pembuat Aturan terkait Tanah" (Land Regulator), melalui Badan Pertanahan Nasional. 

Fungsi Bank Tanah

Bank Tanah bukanlah hal yang baru karena secara konsep dan praktek sudah dilakukan di berbagai negara (terutama di Eropa dan Amerika) sejak puluhan tahun lalu. Di Eropa dan Amerika, para perencana kota dan wilayah menerapkan konsep Bank Tanah untuk menjamin ketersediaan tanah di pinggiran kota untuk kepentingan pembangunan kota jangka panjang yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Bank Tanah menjadi semacam jurus untuk mengatasi permasalahan pertanahan contohnya seperti ketidaktersediaan tanah untuk mendukung pembangunan wilayah dan perkotaan.

Menurut PP Nomor 64 Tahun 2021, Badan Bank Tanah pada dasarnya akan berfungsi sebagai pihak yang mengelola tanah untuk melaksanakan, perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian. Adapun fungsi pertama Bank Tanah adalah melakukan penghimpunan tanah (land keeper) dengan menginventarisasi tanah yang akan menjadi obyek pengelolaan bank tanah. Tanah yang diinventarisir bisa berasal dari tanah hasil penetapan pemerintah yang berasal dari tanah bekas hak, tanah telantar, tanah pelepasan kawasan hutan, tanah timbul, tanah hasil reklamasi, tanah bekas tambang, tanah pulau kecil, tanah yang terkena kebijakan perubahan tata ruang dan tanah yang tidak ada penguasaaan di atasnya. Tanah inventarisir lainnya bisa diperoleh dari pihak lain melalui pembelian, penerimaan hibah, tukar menukar, pelepasan hak dan peroleh bentuk lainnya yang sah. Pihak lain itu adalah pemerintah (pusat dan daerah), badan usaha milik negara/daerah, swasta dan masyarakat.

Fungsi kedua adalah melakukan pengadaan tanah berupa mengamankan (land warantee) penyediaan tanah yang sudah ditetapkan sesuai rencana tata ruang untuk kepentingan umum. Dalam hal ini, Bank Tanah akan menyimpan tanah sebagai cadangan persediaan tanah sebelum kegiatan proyek pembangunan di lakukan di suatu lokasi di masa mendatang. Penyediaan tanah ini bisa dilakukan melalui kegiatan pengambilalihan (akuisisi), jual-beli dan tukar-menukar dengan pihak lain baik institusi pemerintah dan swasta serta perorangan warga masyarakat.

Fungsi ketiga adalah melakukan pengendalian tanah (land purchaser) agar kegiatan pemanfaatan tanah sesuai dengan arahan rencana tata ruang sehingga pemantaatan tanah menjadi efektif dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan terhadap tanah tersebut. Pengendalian diiringi juga pengembangan tanah untuk kegiatan pembangunan seperti perumahan/pemukiman, peremajaan kota, pengembangan infrastruktur dan sebagainya. Selain itu dilakukan pula pengamanan tanah untuk kepastian penguasaan tanah guna menghindari terjadinya monopoli kepemilikan tanah. 

Fungsi keempat adalah melakukan penilaian tanah (land appraisal) berupa pengaturan harga dan nilai  tanah , mengupayakan stabilitas harga pasar tanah dan mencegah fluktuasi harga tanah yang naik tinggi secara drastis. Bank Tanah akan menghalangi munculnya para spekulan tanah yang selalu memicu harga tanah melambung tinggi. 

Fungsi kelima adalah melakukan penyaluran tanah (land distributor) berupa mendistribusikan tanah sesuai penggunaannya kepada mereka yang berhak atas tanah sesuai rencana tata ruang dan keputusan pemerintah. Sebagai contoh, Bank Tanah diamanatkan wajib menyediakan tanah paling sedikit 30% dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Bank Tanah untuk Reforma Agraria (RA). Bank Tanah akan mendistribusikan tanah kepada masyarakat yang menjadi subyek Reforma Agraria dan selanjutnya masyarakat akan mendapatkan Hak Pakai di atas HPL tersebut selama 10 tahun serta akan diberikan Sertifikat Hak Milik (SHM) apabila terbukti tanah tersebut dimanfaatkan dengan baik. Realisasi distribusi untuk RA ini telah dilakukan untuk kegiatan perkebunan masyarakat di Poso-Provinsi Sulawesi Tengah seluas 1550 hektar (Ha) dan Penajam Paser Utama-Provinsi Kalimantan Timur seluas 1.873 Ha, serta kegiatan pertanian lahan kering di Cianjur-Provinsi Jawa Barat seluas 203 Ha.

Reforma Agraria untuk Tanah Pertanian (Sumber:Firkan/Dokumentasi Pribadi)
Reforma Agraria untuk Tanah Pertanian (Sumber:Firkan/Dokumentasi Pribadi)

Fungsi keenam adalah melakukan pengelolaan tanah sebagai manajer tanah (land manager). Bank Tanah bisa berfungsi meremajakan pemukiman kumuh di perkotaan melalui kegiatan pendistribusian tanah bagi masyarakat golongan ekonomi lemah melalui penataan perumahan dan pemukiman yang layak. Pengelolaan tanah ini harus sinergis dan strategis dengan arah pembangunan di suatu wilayah demi kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. 

Manfaat Badan Bank Tanah

Manfat pertama, pemerintah mempunyai cadangan ketersediaan tanah untuk kepentingan pembangunan yang berkeadilan bagi semua masyarakat. Masyarakat di sini adalah khususnya masyarakat petani yang tidak mempunyai tanah pertanian dan masyarakat miskin kota yang tidak mempunyai tanah untuk dibangun rumah layak huni. 

Dari segi anggaran, akan terjadi efisiensi karena tidak membutuhkan biaya yang besar dan tidak ada pemborosan waktu untuk pembebasan tanah. Anggaran pemerintah akan bisa dihemat karena dengan adanya cadangan ketersediaan tanah maka tidak ada lagi biaya pembebasan tanah. Manfaat penting lainnya adalah menghindari dan mengurangi konflik pengadaan tanah. Dalam jangka panjang, tanah yang sudah dibebaskan dan disediakan oleh Bank Tanah akan sangat bermanfaat mengurangi potensi konflik tersebut. Dan manfaat terakhir adalah menghindari kepemilikan tanah  terkonsentrasi di tangan pihak pemegang modal besar untuk tujuan spekulasi dan investasi.

Akhir kata, Badan Bank Tanah akan bermanfaat membantu pemerintah untuk memudahkan pelaksanaan pembangunan yang membutuhkan ketersediaan tanah dalam skala besar untuk kepentingan umum demi mewujudkan pembangunan Indonesia yang berkeadilan, misalnya untuk pembangunan: (1) Fasilitas umum seperti sekolah, pasar, rumah sakit, ruang terbuka hijau dan lainnya; (2) Infrastruktur seperti jalan, waduk,  saluran air, listrik dan lainnya; (3) Pembangunan kota (perumahan murah dan penataan kawasan kumuh); (4) Penguatan kawasan pertanian untuk ketahanan pangan melalui  reforma agraria; (5) Pemukiman kembali (korban bencana dan pembebasan tanah).

Tanah untuk Kesejahteraan Masyarakat (Sumber: Firkan/Dokumentasi Pribadi)
Tanah untuk Kesejahteraan Masyarakat (Sumber: Firkan/Dokumentasi Pribadi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun