Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Indonesia adalah negeri yang subur. Tanaman apa pun yang ditanam bisa tumbuh. Koes Plus pun dalam syair lagunya menyebutkan "Orang bilang tanah kita tanah surga atau tongkat kayu dan batu jadi tanaman". Karena kesuburan tanah tersebut, masyarakat Indonesia banyak yang bekerja sebagai petani. Lahan pertanian seperti sawah, kebun dan ladang pun banyak terdapat di mana-mana. Namun sebuah informasi mengejutkan datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan luas lahan sawah di Indonesia telah berkurang. Catatan BPS menyebutkan tahun 2018, luas sawah tinggal 7,1 juta hektar turun dibanding tahun 2017 yang masih 7,74 juta hektar.
Salah satu contoh kawasan yang mengalami pengurangan lahan pertanian (sawah) di Indonesia adalah kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura) di Jawa Barat (Jabar). Kawasan Pantura ini dikenal sebagai lumbung padi nasional, yang bahkan pada tahun 1984 memberikan andil tercapainya prestasi swasembada beras. Namun tampaknya prestasi itu sulit diraih kembali, mengingat lahan pertanian sawah telah menunjukkan fenomena konversi lahan yaitu alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian. Sensus Pertanian (1993) menyatakan dalam kurun waktu 1983-1993 telah terjadi pengurangan lahan sawah di Pantura Jabar seluas 39.830 hektar.
Dalam kaitan dengan ketahanan pangan nasional, konversi lahan pertanian sawah merupakan salah satu faktor yang berdampak langsung terhadap hasil produksi padi. Kesuksesan program ketahanan pangan nasional sangat ditentukan oleh tersedianya lahan pertanian yang mampu memproduksi pangan secara kontinyu. Namun kenyataan memperlihatkan bahwa lahan yang tersedia dan yang dapat dipergunakan untuk produksi pangan sangatlah terbatas.
Jika kita menengok ke belakang, ke jaman pemerintahan Orde Baru, terdapat fase kebijakan deregulasi (1983-1990), yang fokus kebijakan pertanahannya lebih dititikberatkan kepada upaya mendukung percepatan pembangunan guna mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Salah satunya ditujukan untuk kepentingan berbagai kebutuhan pembangunan di sektor industri. Tak heran pada saat kini, kawasan Pantura Jabar khususnya di koridor Bekasi, Karawang, Cikampek hingga Purwakarta telah tumbuh pesat berbagai kawasan industri.Â
Namun pada perkembangannya, ternyata sektor pertanian cenderung semakin tergeser oleh sektor industri. Kebutuhan akan tersedianya tanah (lahan) untuk keperluan kegiatan sektor industri telah menyebabkan konversi lahan sawah ke penggunaan lahan untuk kegiatan industri, yang lalu diikuti pula oleh kegiatan untuk sektor pemukiman skala besar.Â
Data lama dari BPS dari hasil Sensus Pertanian 1993 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1983-1995 khusus untuk lahan pertanian sawah beririgasi teknis di wilayah Pantura Jabar telah mengalami konversi seluas 16.690 hektar (atau 5.560 hektar per tahun). Sebagian besar lahan sawah itu berubah menjadi perumahan (32 persen) dan industri (48 persen).
Seiring dengan konvesi lahan sawah yang terjadi di wilayah Pantura Jabar, terdapat pula kecenderungan penyusutan luas panen dari 11,61 persen (1984) terhadap produksi padi nasional menjadi 10,52 persen (1994). Dampaknya, pada kurun 1988-1994 terjadi penyusutan luas panen sebesar 74.987 hektar atau rata-rata sekitar 12.500 hektar per tahun. Hal ini lah yang kemudian menjadi salah satu penyebab penurunan produksi padi nasional secara keseluruhan pada kurun 1988-1994 sebesar 240.158 hektar.Â
Dari tahun ke tahun, konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian terus terjadi. Untuk menyikapi hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Undang-undang ini diharapkan dapat menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah dengan irigasi teknis sehingga dapat menopang ketahanan pangan nasional dan juga diharapkan dapat memiliki lahan pertanian abadi yang tak boleh dialihfungsikan. Untuk operasionalisasinya, undang-undang ini ditindaklanjuti dengan beberapa aturan pendukung seperti PP No.1/2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian, PP No 12/2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan, PP No 25/2012 tentang Sistem Informasi LP2B dan PP No 30/2012 tentang Pembiayaan LP2B.
Bahkan jauh sebelumnya, pada tahun 1990 ada Keputusan Presiden (Keppres) No 33 tahun 1990 untuk pencegahan dan pengendalian konversi lahan pertanian ke non pertanian yang mengatur bahwa pembangunan kawasan industri tidak boleh menggunakan kawasan pertanian lahan sawah beririgasi teknis dan lahan yang dicadangkan untuk usaha tani. Namun dalam implementasinya, peraturan itu tidak berjalan. Penerapan penegakan peraturan yang lemah menyebabkan kecenderungan konversi lahan pertanian di masa depan akan terus berjalan.
Namun tampaknya peraturan perundangan tersebut masih tidak berjalan mulus di lapangan. Sektor pertanian masih tetap kalah oleh sektor lainnya. Â Kenyataan memperlihatkan lahan-lahan pertanian makin hilang, tergantikan menjadi kawasan permukiman, pembangunan infrastruktur (jalan, pelabuhan udara, bendungan, jalur rel kereta api dan sebagainya) serta kawasan industri.Â
Pembangunan yang semakin gencar dilakukan telah menyebabkan banyak lahan pertanian yang harus beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian. Â Alih fungsi lahan pertanian ini semakin masif terjadi di wilayah pertanian yang dekat dengan dengan wilayah perkotaan . Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dalam periode Juni 1998-Juni 2003, terjadi konversi lahan sawah menjadi lahan non sawah yang manecapai sekitar hampir 30 ribu hektar.Â