Mohon tunggu...
R Firkan Maulana
R Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: sadakawani@gmail.com | http://www.instagram.com/firkanmaulana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Haji, Lalu Apa?

24 Agustus 2018   22:19 Diperbarui: 24 Agustus 2018   22:27 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedangkan wukuf di Arafah, pemaknaanya adalah pengenalan kembali terhadap diri kita, dengan mengakui dan menyadari segala kekurangan dan kesalahan. Wukuf adalah berdiam diri. Diam, dengan merenung dalam keheningan di diri kita masing-masing untuk mengenali kembali kita sendiri. Lalu selanjutnya dalam diam diri tersebut, muncullah tekad untuk memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan yang telah diperbuat.

Berhaji terus menerus

Dalam pemahaman kebanyakan masyarakat Indonesia, boleh dikata kadar ke-Islam-an seseorang baru terasa sempurna bila telah melaksanakan semua Rukun Islam, yaitu mengucapkan kalimat Syahadat, mendirikan Shalat, berpuasa di Bulan Ramadhan, menunaikan zakat serta melakukan ibadah hjaji. Harapan dari seseorang yang melakukan ibadah haji adalah untuk melengkapi semua Rukun Islam dalam kehidupannya. Orang yang berhaji selalu ingin meraih ke-mabrur-an haji. 

Namun perlu dipahami kembali secara mendalam, seyogyanya Haji Mabrur itu tidak didapat saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekah. Haji Mabrur itu justru bisa didapat sejak mulai dari persiapan seseorang akan melakukan ibadah haji, pada saat menunaikan perjalanan ibadah haji dan setelah pulang kembali ke tanah air.

Dari peristilahan bahasa, kata mabrur berasal dari kata al birru, yang berarti kebaikan. Haji Mabrur diartikan sebagai haji yang baik, yang ibadah hajinya diterima Allah SWT. Berdasarkan istilah syar'i, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Rasul nya, dengan berpatokan pada berbagai syarat, rukun dan kewajiban. Predikat haji mabrur adalah predikat yang diberikan Allah SWT dan predikat itu bisa diusahakan oleh kita. Urusan pemberian predikat haji mabrur itu adalah otoritas Allah SWT. Namun banyak yang terjebak dalam pengertian dangkal, bahwa haji mabrur itu didapat pada saat ibadah haji di Mekah. Padahal tidak sesederhana itu pengertiannya.

Haji mabrur menjadi impian setiap umat Islam saat melaksanakan ibadah haji. Haji mabrur tidak bisa diperoleh dengan hanya sekedar menjalankan syarat dan ketentuan ritual ibadah haji saja. Haji mabrur itu tidak datang secara tiba-tiba jatuh dari langit. Haji mabrur itu harus diusahakan, dimulai sejak sebelum, pada saat dan setelah pelaksanaan ibadah haji. Haji mabrur ini harus dimaknai sebagai upaya seseorang untuk mendapatkan haji yang baik dengan menjalankan ibadah haji, sejak mulai dari persiapan di tanah air, saat menunaikan perjalanan ibadah haji dan setelah pulang kembali ke tanah air. 

Dari sisi persiapan, umumnya umat Islam Indonesia selalu mempersiapkan diri dengan baik. Misalnya, memahami dan menjalankan ajaran Agama Islam dengan baik, termasuk juga manasik haji. Selain itu, persiapan lainnya adalah menyiapkan harta sebagai bekal dan ongkos untuk perjalanan ibadah haji. Banyak yang berkorban dengan bekerja bertahun-tahun lalu menabung penghasilannya, menjual harta bendanya dan sebagainya untuk membiayai perjalanan ibadah haji. 

Namun masih banyak yang tergelincir dalam hal pembiayaan ini. Masih banyak yang berangkat ibadah haji dengan pembiayaan dari rejeki yang tidak barokah dan parahnya malah tidak halal, misalkan uang yang didapat dari hasil korupsi, berjudi atau pekerjaan terlarang lainnya. Selain itu, ada juga yang berangkat ibadah haji dengan mendapatkan kemudahan fasilitas dan akses karena jabatan, kedudukan, pangkat dan pengaruh. Padahal begitu banyak masyarakat Indonesia yang masuk antrian daftar tunggu hingga puluhan tahun untuk tercatat sebagai calon jemaah haji. Singkatnya, biaya perjalanan haji harus diongkosi dari rejeki dan usaha yang halal. 

Salah satu syarat utama mendapatkan haji mabrur adalah menjalankan dan memastikan terlaksananya ritual ibadah haji yang sesuai dengan syarat, rukun dan kewajiban. Selain itu aturan-aturan sunnah haji juga harus diperhatikan. Perlu diingat bahwa pelaksanaan ibadah haji yang tindakannya sah secara syar'i belum tentu diterima amalannya oleh Allah SWT. Hal yang menentukan sesuatu tindakan itu sah atau tidak, bisa dinilai dari fiqh haji. Sedangkan hal yang berhubungan, apakah ibadah haji kita diterima atau tidak, itu rahasia dan urusan Allah SWT. Haji mabrur terkait hal itu.

Ke-mabrur-an seseorang bisa dilihat dari kehidupan setelah melaksanakan perjalanan ibadah haji dari Tanah Suci. Secara personal, hal yang bisa dilihat adalah peningkatan ibadah yang berhubungan dengan Allah SWT (hablum minnanas) yang semakin dekat. Hal lainnya yang bisa dilihat adalah perilakunya dalam berhubungan dengan anggota masyarakat lainnya, baik di lingkungan keluarga, teman, dan tetangga. Adanya perilaku yang memberikan manfaat pada orang lain, memberikan kedamaian, ketenangan, kesejukan serta munculnya kepedulian sosial yang tinggi adalah merupakan indikator seseorang telah mencapai level mabrur dalam berhaji.

Dan sepertinya level haji mabrur ini tidak berhenti di satu titik saja. Haji mabrur ini senantiasa dinamis. Bergerak dari satu waktu ke waktu, dari satu peristiwa ke peristiwa lain. Jadi seyogyanya, berhaji itu harus terus menerus. Tetapi bukan haji yang berkali-kali terus terusan datang ke Tanah suci Mekah, melainkan haji terus menerus dalam kehidupan sehari-hari di tengah lingkungan tempat tinggal dan masyarakatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun