Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Reporter TV Tak Perlu Diseragami

23 April 2015   09:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mimpi melihat reporter TV seperti tampilan para wartawan VOA Indonesia yang rileks tetapi cerdas, akhirnya terwujud. Kemarin, Andini Effendi dari Metro TV dan tadi pagi Indy Rahmawati (tvOne) melaporkan Konferensi Asia Afrika (KAA) tanpa seragam kebesaran masing-masing lembaga. Andini di JCC Jakarta, Indy di Bandung mewawancarai Walikota Ridwan Kamil di area napak tilas KAA. Reporter berseragam mengingatkan kita pada anak-anak SMK. Atau pegawai Pertamina, karyawan Toko Buku Gramedia, tenaga marketing sebuah leasing, dealer motor, bank, atau Satpol PP. Mereka memang perlu berseragam untuk membedakan dengan costumer. Sementara itu, reporter/jurnalistik ada dalam kategori job indefinitely, pekerjaan tanpa batas. Profesi tanpa sekat-sekat dan idealis. Tanpa perlu menyodor-nyodorkan gambar/visual: Ini loh reprter kami. Kecuali TVRI (sebagaimana RRI) yang memang sejak zaman Pak Harto sudah berseragam karena itu TV pemerintah yang mengusung suara pemerintah (saat itu). Indy maupun Andini mungkin dikategorikan host yang diperbantukan untuk reportase, sementara para reporter (dan juru kamera) tergolong karyawan biasa ataupun karyawan kontrak. Andini dan para anchor lain di seluruh stasiun di negeri ini biasa tampil untuk talkshow maupun membaca berita. Sebab itu mereka tak perlu diseragami. Atau memang sejak awal bekerja tak pernah disuruh mengukur-ukur baju oleh pemilik TV. Aneh melihat presenter berseragam, kecuali acara-acara komedi lebay yang juru kamera maupun produsernya ditarik ke atas panggung selagi produser itu masih berseragam hitam-hitam berlogo Trans TV. Lebih ganjil lagi saat kita melihat laporan seorang pewarta dalam suatu acara. Apa anehnya? Coba lihat saat reporter disyut secara close up kala dia bicara. Ada tiga logo TV tampak di layar kaca: di mikrofon, di dada bajunya, dan di sudut atas kaca televisi. Betul-betul sebuah kenorakan yang terlambat disadari ... "Kenorakan yang telat disadari" ini tampaknya berada dalam visi gengsi yang keblinger. Pemilik TV membuat situasi di lapangan menjadi "zona pencitraan" dimana kerap terjadi para reporter dan juru kamera televisi bergerombol dengan wartawan media cetak maupun portal. Maka seragam-seragam itulah yang (dianggap) membedakan, agar tidak disangka wartawan TV abal-abal atau tukang video pengantin. Lalu, ketika muncul seorang tokoh atau anggota dewan yang pro kiri atau kanan, reporter berseragam akan mendatangi. Biasanya, tokoh lebih suka memberi komentar jika yang mewawancari adalah reporter berseragam sesuai pilihan hati dan idealismenya, bisa biru atau merah ... Cukup ID-Card dan Mikrofon Reporter televisi tak perlu diseragami, tapi juru kamera bukan masalah. Untuk apa? Supaya entitas pers benar-benar aman dalam netralitas yang diaplikasikan tanpa uniform, walaupun kebijakan masing-masing TV memang konvensional seperti itu. Seragam adalah kemunduran ketika pers di Indonesia sudah merdeka lewat kebebasannya, meski kebebasan itu ujungnya ke keberpihakan. Reporter TV sebaiknya memakai baju keseharian yang menarik dan sopan. Blazer juga tak apa-apa. Prianya memakai kemeja. Kalau tak ingin dianggap meniru kotak-kotaknya Jokowi ya pakai baju polos saja. Di leher digantungi ID-card institusi masing-masing. Plus mikrofon yang disorongkan ke mulut, cukup menjadi tengara bahwa mereka juru warta dan juru kamera dari televisi mana. Juru warta yang tampak gesit dan elegan tanpa perlu menyaingi seragam teknisi PLN. Penonton di rumah pun langsung mengerti, "O ini reporter TV anu, o ini reporter TV itu" lewat mikrofon maupun logo TV di layar kaca. Orang-orang di daerah liputan pun juga tahu melalui logo TV di kamera dan mikrofon tadi. Di mancanegara, para reporter TV tak diseragami. Memang masih ada sejumlah TV macam TV3 Malaysia yang terkadang reporternya memakai uniform. Namun, secara umum, mereka lebih merdeka bekerja tanpa berpenampilan mirip polisi atau tentara yang tak pernah melepas seragamnya saat bekerja, seperti bisa kita lihat di bawah ini: [caption id="" align="aligncenter" width="457" caption="mydailynews.com"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="463" caption="pakistantv.com"]

pakistantv.com
pakistantv.com
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="onmilwaukee.com"]
onmilwaukee.com
onmilwaukee.com
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="460" caption="theguardian.com"]
theguardian.com
theguardian.com
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="458" caption="zimbio.com"]
zimbio.com
zimbio.com
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="446" caption="oberlin.edu"]
oberlin.edu
oberlin.edu
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="465" caption="panow.com"]
panow.com
panow.com
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="456" caption="deborahmitchellmediaassociates.com"]
deborahmitchellmediaassociates.com
deborahmitchellmediaassociates.com
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="cnn.com"]
cnn.com
cnn.com
[/caption] -Arief Firhanusa-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun