Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Musim Sepakbola Tiba, Pawang Gol pun Kebanjiran Order

1 Februari 2014   09:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LIGA Super Indonesia mulai digeber Sabtu (1/2) sore hari ini. Klub-klub akan mengerahkan segenap kemampuan untuk mendulang poin. Kemenangan, konon, sering tidak melulu datang dari skill pemain, melainkan juga dibantu peran supranatural. Supranatural bisa hanya berupa sugesti para pemain maupun pelatih, tetapi juga menyangkut klenik dan perdukunan. Sugesti itu misalnya pemain menjejak tanah sebanyak tiga kali sebelum memasuki lapangan, dengan kaki kiri. Atau menjumput rumput di garis tepi, atau menengadahkan tangan seraya berdoa. Yang terakhir itu semata meminta kepada Tuhan untuk keselamatan dan kemenangan. Namun ada yang begitu kentara tapi tak semua orang memperhatikan. Saat final ISL 2006 yang mempertemukan Persik Kediri dengan PSIS Semarang di Stadion Manahan, Solo, pelatih Persik Daniel Roekito mendadak melepas kaus warna putih yang ia kenakan sejak pertandingan dimulai, berganti kaus warna kuning. Itu terjadi pada babak kedua, saat kedudukan masih 0-0. Beberapa saat setelah Roekito berganti kaus, gol untuk Persik terjadi lewat sundulan Christian Gonzales, dan Persik juara Ligina 2006. Saya, yang berada di bangku wartawan saat final tersebut, menganggap Roekito hanya mencoba bersugesti saja, bukan seperti apa yang dilakukan oleh PSIS pada kisaran 1995-1996 yang beberapa kali membawa para pemainnya mandi tengah malam di Mrapen. Mrapen adalah sumber api abadi yang apinya kerap diambil untuk ajang-ajang PON, SEA Games, dan sebagainya. Di Mrapen, para pemain disuruh mandi dengan air kolam di kompleks obyek wisata milik Kabupaten Grobogan tersebut. Esoknya, mereka gatal-gatal. Beruntung tiga pemain asing Arilson de Oliveira, Wellington Reis, dan Bessong Ambasa Abdu menolak ikut, sehingga mereka terhindar dari penyakit kulit. Kedekatan dengan tim-tim sepakbola bisa terjadi pada saya karena sepuluh tahun lebih saya wartawan olahraga, setelahnya saya juga pernah meliput berita-berita selebriti. Itu yang sangat saya syukuri. Saya mendapat begitu banyak pengalaman batin. Misalnya ini. Suatu ketika dalam satu lawatan ke Kabupaten Kediri melawan Persedikab, dalam rombongan tim Anu terdapat seorang wanita berusia sekitar 45, bertopi ala koboi, dan diam di pojok belakang bus dalam perjalanan menuju Kediri. Saya mengira itu istri ofisial, tapi ternyata dukun. Dukun ini komat kamit sepanjang pertandingan di Stadion Brawijaya. Entah karena licin lantaran hujan, mantra bu dukun tidak jitu. Tim yang membawanya ke Kediri kalah 0-2! Menyembunyikan Gawang Tugas dukun atau paranormal dalam sepakbola -- saya menyebutnya pawang gol -- antara lain adalah 'menyembunyikan' gawang. Pemain lawan sulit mencetak gol karena mereka tidak tahu di mana letak gawang. Itu sebabnya tembakan-tembakan sering meleset jauh dari mistar. "Heran saya Mas, setiap sampai kotak penalti saya tak tahu di mana gawangnya. Kayak ada kabut gitu di daerah sana," cetus seorang striker Persija yang tidak etis saya sebutkan namanya, usai timnya kalah 1-4 dari Persijap Jepara, Maret 2011. Selain menyembunyikan gawang, peran dukun adalah membuat lemas lawan. Dengan mantera-manteranya, ia menguras tenaga para pemain dengan tujuan tim yang menyewanya leluasa menyerang. Atau membuat pemain lawan kehilangan konsentrasi sehingga terciptalah gol. Praktik ini tak hanya ada di ISL, melainkan juga merambah hingga sekolah sepakbola (SSB). Dalam sebuah turnamen antarSSB di Solo, akhir 2011, tim yang diperkuat oleh anak saya juara. Di final, sebuah umpan tarik dilakukan oleh pemain sayap. Bola melengkung ke tiang jauh, dimana di sana ada anak saya berdiri bebas. Dan karena tanpa pengawalan, anak saya menanduknya ke gawang kosong, dan gol. Bek-bek lawan tampak tak mempercayai ada anak saya sedang berdiri di sana. Sejak kebobolan itu, nyali lawan menjadi ciut, mental mereka drop drastis. Akibatnya tim anak saya menang 5-0. Lima gol di partai puncak yang menyempurnakan gelar juara. Belakangan saya ketahui, sebelum pertandingan ofisial memberi minuman dari seorang dukun supaya mental, stamina, dan skill mereka menjadi super, sekaligus melemahkan stamina dan konsentrasi lawan. Itu mengapa anak saya tidak tampak, seolah-olah hantu. Saya marah. Tak peduli juara, esoknya anak saya pindah ke SSB lain! Belakangan pula saya ketahu, tak hanya SSB anak saya yang memakai klenik untuk menggapai juara. Banyak SSB lain -- bahkan sepakbola tarkam di kampung-kampung -- menabur garam di sekitar gawang, kemudian lawan yang tahu ada garam di gawangnya kemudian menyuruh kipernya untuk mengencingi. Ada juga yang memakai metode jimat. Dukun membekali bungkusan kain atau kertas untuk diselipkan di kaus kaki kiper supaya sulit kebobolan. Dukun disewa untuk didatangkan ke stadion, agar membelokkan bola. Mereka duduk diam-diam di sudut seraya terus menerus mengepulkan asap rokok, atau membakar dupa, dan sebagainya. Tapi, ada juga yang hanya memberi bekal air -- seperti pengalaman saya di SSB tadi -- untuk diminumkan pada pemain. Hanya saja, di kalangan klenik ada kepercayaan bahwa mantra dalam bentuk air atau jimat dalam bungkusan kain, tidak akan mujarab lagi bila sudah melintasi samudera. Misalnya PSIS bertanding di kandang Semen Padang, jimat/mantra jadi tidak berguna sebab perjalanan ke Padang melintasi lelautan. Tidak seluruh tim sepakbola di negeri ini menyewa jasa dukun. Banyak pula yang mengandalkan teknik dan taktik daripada melakukan hal-hal syirik. Namun, fenomena dukun memang mengandung perdebatan, percaya dan tidak percaya. Kalau dukun itu Superman, maka Indonesia bisa juara dunia. Dukun paling hebat ya Tuhan! -Arief Firhanusa- Ilustrasi foto dari http://i492.photobucket.com/albums/rr285/quincy_ishida/209014557.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun