Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

SPG Cantik Ini Nanti Malam Mau Nyabu

4 Desember 2014   21:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:02 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya sudah setengah jalan melahap rendang nasi padang di kawasan Simpanglima, tadi siang. Dua remaja muncul, lantas duduk persis di depan saya. Kami pun satu meja. Setelah memesan makanan dan kemudian menyantap, si pria -- tubuhnya ceking, bertopi kelabu dan berkacamata -- menceritakan kedatangan teman-temannya dari Jakarta yang membuatnya repot. Si perempuan menanggapi sambil lalu. Dia tampak asyik dengan ayam goreng paha.

Oiya, si perempuan ini tinggi semampai, berkaus seragam sebuah produk  (saya asumsikan dia SPG produk tersebut), dan cantik. Ibu-bapaknya pasti bersyukur punya anak berambut sebahu dan tebal kelam seperti iklan shampo.

Sayangnya, si "putri membanggakan" ini tampaknya pecandu sabu. Bagaimana saya tahu? Inilah ceritanya. Setelah agak lama duduk di sana, si cowok berucap, "Tar malem kamu free nggak? Aku masih ada barang. Kalau nggak cepet tar disamber sama temen-temen Jakarta." Si cewek tampak girang. "Loh, katanya dah habis? Asyiiik, mau mau! Kita ngupas dimana?" Ujar si cewek dengan mata berbinar.

"Barang" yang dimaksud saya kira sepatu atau ipod. Tak tahunya sabu. Itu saya simpulkan atas pembicaraan pelan mereka (tapi cukup bisa saya tangkap) tentang istilah-istilah gaul nyabu, umpama bong (sejenis pipa, di dalamnya berisi air untuk menghisap sabu), ubas (sabu), ngupas (memakai sabu), dan sebagainya. Istilah-istilah itu saya serap dari kawan-kawan di BNN.

Sesekali saya lirik keduanya dengan pura-pura mencungkil selilit. Seandainya saya tak pura-pura pun mereka juga tak merasa terganggu. Keduanya cuek bebek, seolah dunia di genggaman mereka, meski saya yakin keduanya bukan pasangan pacaran. Si pria tidak mencerminkan pemakai narkoba. Di rumah dia saya bayangkan suka membantu ibunya belanja telur atau mengangkut baju kotor ke laundry. Anak manis dia pendek kata.

Si cewek ini pasti juga pamitan baik-baik pada ortunya saat hendak meluncur ke jalan raya dengan motor matiknya. Sang ibu akan memandang bangga kepergian putrinya dan kemudian membusungkan dada pada tetangga yang menanyakan berapa gaji si cantik tadi.

Tak tahunya mereka mengonsumsi barang haram bernama narkoba. Sesuatu yang tak disangka-sangka ayah ibu atau sanak famili mereka. Sesuatu yang kembali menyadarkan saya bahwa betapa pengguna narkoba (dari tingkat coba-coba hingga kelas pecandu maupun pengedar) berada di sekitar kita.

Sebelum ketemu dua remaja tadi, saya pernah dikagetkan oleh fakta miris ketika mendapati cerita bahwa anak mantan pejabat di kota saya mengonsumi sabu. Anak mantan pejabat ini, celakanya, adalah kawan karib saya. Dia baik, sesekali berangkat sholat jumat bersama saya, dan alim. Di rumah dia punya tiga anak dan sangat dicintai istrinya.

Suatu pagi, sekian tahun silam, pagi-pagi saya mendapat kabar bahwa Hendra (nama saya samarkan) diciduk satuan anti narkoba Polrestabes saat teler di sebuah rumah kosong, bersama tiga kawan pria dan dua teman ceweknya. Hendra ini teman kuliah saya yang dinding rumahnya penuh kaligrafi. Saat ditangkap dia masih PNS di Pemrov Jateng. Entah sekarang setelah menjalani hukuman penjara.

Setahun lalu, menjelang pergantian tahun seperti ini, tetangga saya yang rajin ke masjid dibekuk polisi saat menghisap sabu di kamar sebuah hotel. Di tahun yang sama, dedengkot suporter sepakbola diringkus pihak yang berwajib di lift sebuah hotel saat balik ke hotel dari belanja sabu untuk 'dikudap' di kamar hotel tersebut bersama seorang manajer tim sepakbola. Lagi-lagi, seperti yang sudah-sudah, dia adalah sahabat dekat saya.

Awal tahun ini, seorang pejabat di lingkungan TNI AL digerebek polisi tatkala tengah asyik menyedot sabu di hotel berbintang empat di kawasan Simpanglima Semarang. Yang ini bukan kawan saya, tapi cukup membuat terperanjat, betapa sabu sudah memasuki relung paling jauh kehidupan kita sebagaimana baru-baru ini kita dibuat kaget oleh penangkapan pelawak Tessy dan guru besar Unhas. Di kalangan penghibur macam Tessy mungkin bukan barang baru tertangkap tangan sedang nyabu. Tapi seorang profesor nyabu bersama mahasiswinya di kamar hotel, apa tidak 'kiamat' itu!

Ya, tampaknya narkoba adalah kiamat kecil. Setelah memergoki dua remaja yang merencanakan nyabu itu saya jadi berpikir, jangan-jangan guru anak saya, kakak ipar, pegawai BPR di dekat rumah, anak orang kaya di kampung kami, sopir bus malam yang cukup saya kenal, tukang tagih leasing yang sering bergerombol di warung tenda ujung gang, walikota, Ketua RT/RW di kampung saya, ajudan gubernur, gubernur, PSK yang sering diantar jemput suaminya, suami PSK tersebut, tukang las di kampung maupun putranya, mertua saya, adalah pemakai narkoba ...

-Arief Firhanusa-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun