Mohon tunggu...
FIRDAUSY AMELIAMUTAWAFFIFA
FIRDAUSY AMELIAMUTAWAFFIFA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya seorang mahasiswa di salah satu kampus swasta di Surabaya, selain berkuliah di semester akhir saya juga merupakan penulis cerita di salah satu platform atau aplikasi untuk menulis dan membaca cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

EP 3 - Question Mark (?)

21 Juli 2023   10:19 Diperbarui: 21 Juli 2023   10:21 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini Annisa dan Abangnya bersiap untuk keluar rumah dengan hanya berbekal pisau yang di asah semalam dan juga beladiri yang mereka pelajari sejak kecil. Annisa membawa ransel dengan berisikan beberapa makanan ringan yang ternyata masih ada di rumah itu, juga air mineral yang ia pindahkan ke botol minum.

"Bang yakin kita cuma bawak ini aja" Ia menunjukkan pisau dapur yang biasa di gunakan ibunya untuk memasak.

"Mau bawa apa lagi, kita gak punya apa - apa" laki - laki yang sudah memakai sarung tangan milik ayahnya itu menatap Annisa, "mangkanya itu kita keluar rumah buat cari senjata di kantor polisi, di negara atau kota kita bak melegalkan senjata mangkanya harus ambil disana" ia kemudian mengambil ransel dan mengenakannya di punggung.

"Gak nunggu ada yang nolong kita aja bang?" Abang Annisa menghentikan pergerakannya saat akan membuka pintu.

"Kamu dengerkan apa yang di katakan 3 orang kemarin bahwa sudah tidak ada lagi orang di kota ini, siapa yang mau menolong kita?".

Mereka sama - sama terdiam. laki - laki yang ada di depan Annisa membuka pintu kemudian berjalan keluar rumah di ikuti oleh adiknya dari belakang. dua orang itu akhirnya meninggalkan rumah berjalan menyusuri setiap gang yang mereka lewati untuk menuju kantor polisi yang mereka tahu.

saat sampai di gang yang lebih besar, mereka berhenti karena mendengar suara langkah kaki tapi entah dari mana asalnya, dengan cepat mereka berjalan menuju rumah yang sangat familiar dimana dulu itu adalah rumah Om dan Tante mereka. Melompat melewati pagar rumah kemudian diam disana di teras rumah.

"Kenapa?" suara orang terdengar dari jalan yang mereka lalui.

"Entah, perasaan tadi ada orang disini".

"Benarkah" kali ini suara perempuan yang menyahut, mereka ternyata ada tiga orang dimana salah satunya adalah perempuan.

Annis yang akan berdiri di tahan oleh Abang nya, laki - laki itu menggelengkan kepala untuk mengisyaratkan agar anak itu tidak gegabah.

Setelah kepergian tiga orang tersebut mereka masuk kedalam rumah itu dimana pintu tersebut tidak terkunci. Mereka masuk, menyusuri setiap ruangan yang ternyata juga kosong kemudian keluar dari pintu belakang dimana juga tidak terkunci.

Kembali mereka berjalan, menyusuri setiap gang yang mereka tahu, berjalan dengan was - was karena harus menolehkan kekanan - kiri dan belakang untuk melihat ada orang atau tidak disana.

Setelah keluar dari jalan - jalan kecil. Mereka mempersiapkan diri dengan membawa pisau. Berjalan menyusruri jalan besar, saling menjaga satu sama lain. Cukup aman untuk ukuran jalan yang besar dan juga sepi.

Sesampainya di tempat tujuan Annisa dan Abangnya masuk ke dalam kantor polisi, disana lah ia tidak bisa berkata apa - apa. Melihat tumpukan mayat yang berseragam polisi tergeletak tidak berdaya, dengan kondisi yang miris bahkan beberapa ada yang kehilangan anggota tubuhnya.

Sedangkan laki - laki yang bersama dengan Annisa tidak terlalu menghiraukan orang - orang tersebut. Ia dengan capat membuka laci meja satu persatu, untuk mencari senjata ia menemukan 4 pistol disana tetapi sayangnya peluru dari pistol tersebut tidak ada.

"Sa bantu abang mencari isi peluru pistol - pistol ini" Annisa menganggukkan kepala. Ia memasuki salah satu ruangan yang bertuliskan 'Staff Only'.

"Bang" panggil perempuan itu yang sudah masuk kedalam ruang itu, ia melambaikan tangan dan memunculkan setengah badan.

"Ada apa?" laki - laki itu berjalan masuk kedalam ruangan yang di masuki oleh Annisa disana ia melihat beberapa pistol dan senjata lainnya.

Laki - laki itu berjalan mengambil sekotak peluru pistol kemudian di isi 4 pistol yang ia temukan di depan tadi, ia juga mengambil senjata yang cukup besar kemudian ia juga mengisikan peluru.

"Nih" Abang Annisa memberikan 2 pistol kepada Annisa, kemudian ia memberikan satu senjata yang besar untuk perempuan itu kalungkan di bahunya. "Balik badan" Annisa menurut kemudian perempuan itu sedikit terjengkang kebelakang karena terasa berat tas perempuan itu.

"Apa bang isinya berat bener" tanya Annsia kepada Abangnya.

"Isi peluru buat pistol kardusnya warna hijau, buat isi peluru yang senjata besar ini warna biru".

Anak itu menganggukkan kepala berkali - kali memahami apa yang di katakan oleh abangnya.

setelah semua sudah siap mereka berjalan menuju keluar, tetapi terhenti karena di luar sana terdapat dua orang pria yang ternyata sama dengan orang di depan rumah mereka kemarin, mereka tahu karena dari suara orang tersebut.

"Sembunyi" kata si Abang, kemudian mereka bersembunyi di balik rak rak tinggi yang ada di bagian pojok ruangan.

Annisa yang sudah berjongkok di sudut ruangan melihat ada benda berwarna hitam panjang di rak tersebut. Ia tahu bahwa itu adalah peredam suara untuk pistol, karena ia pernah berpengalaman memainkan games yang menggunakan senjata seperti itu.

# # # #

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun