Sunrise of Java adalah salah satu sebutan ternama Kota Banyuwangi. Sangat pas dan cocok mengingat Kabupaten Banyuwangi adalah Kabupaten yang terletak paling ujung timur di Pulau Jawa, berbatasan langsung dengan selat Bali.
Selain sebutan tersebut masih banyak lagi sebutan yang disandang oleh kabupaten ini. Seperti kota seribu festival, kota pariwisata, kota kopi, bahkan kota bahari juga melekat pada kota ini. Salah satu kecamatan yang cukup menjadi sorotan dari Kabupaten Banyuwangi adalah Kecamatan Muncar.
Kecamatan ini terletak kurang lebih 35 Km dari jantung kota Banyuwangi. Kecamatan ini adalah penghasil ikan laut terbesar di Kabupaten Banyuwangi dan Propinsi Jawa Timur. Juga menjadi penghasil ikan laut terbesar nomer dua setelah Bagan Siapi-api.
Produksi ikan di Muncar berkisar 27.748 ton perharinya. Namun ironisnya, meskipun di cap sebagai penghasil ikan terbesar kedua di Indonesia, fasilitas penunjang pelabuhan masih sangatlah minim, terutama pengolahan perikanan.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, Muncar kini mulai melebarkan sayapnya. Jika dulu para nelayan Muncar hanya mengandalkan pasar dan pengasinan untuk mengolah hasil tangkapannya, kini mulai menjamur industri pengolahan ikan dan juga cold storage. Hal ini sangatlah membantu para nelayan agar nilai jual ikan dapat tetap terjaga dan tidak merosot tajam.
Produksi ikan olahan juga mulai diekspor ke Eropa, Jepang, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan Kanada sebanyak 1.562. 249,72 kg perbulannya dengan nilai ekonomi hampir Rp 20 miliar.
Eksternalitas adalah suatu dampak dari kegiatan seseorang ataupun kelompok terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi kepada orang yang terkena dampak tersebut. Terdapat dua bentuk eksternalitas jika ditinjau dari segi dampaknya, yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif.
Eksternalitas positif adalah suatu tindakan seseorang atau suatu pihak yang dapat memberikan efek positif bagi orang lain atau pihak lain.. Tetapi orang yang mendapatkan efek positif tersebut tidak perlu untuk membayar sejumlah harga atas keuntungan yang telah ia dapatkan.
Eksternalitas negatif adalah suatu tindakan seseorang atau suatu pihak yang dapat memberikan efek negatif bagi orang/ pihak lainSalah satu contoh dampak dari eksternalitas negatif  adalah limbah pembuangan pabrik yang ada di Muncar.
Industri pengolahan ikan yang ada di Muncar kian hari kian menjamur. "Setidaknya sudah ada Sembilan perusahaan pengolahan ikan yang berdiri. Terdiri atas lima pabrik tepung ikan, dua pengalengan ikan, satu pengolahan minyak ikan, dan satu lagi pakan ikan" kata Aminoto, salah seorang nelayan Muncar.
Nyatanya industri pengolahan ikan yang ada di Muncar ini tidak hanya memberi dampak positif pada kehidupan masyarakat, yang secara ekonomi semakin membaik, tetapi ternyata kehadiran industri pengolahan ikan ini juga berdampak negatif terhadap lingkungan di wilayah Muncar dan sekitarnya.
Ironisnya industri-industri yang ada dan telah berdiri cukup lama tersebut belum mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sehingga pabrik pengolahan ikan tersebut membuang limbah industrinya langsung ke sungai dalam kondisi yang masih keruh dan bau.
Limbah hasil industri tersebut langsung dialirkan ke sungai melaui pipa-pipa, menyebabkan bau yang sangat menyengat. Akan menyebabkan endapan limbah yang mengeras, terutama saat musim kemarau tiba. Selain berdampak pada pendangkalan sungai, limbah-limbah industri ini juga menyebabkan polusi udara.
Setiap wisatawan atau orang yang baru pertama kali mengunjungi Muncar pasti mengeluhkan bau Muncar yang sangat mengganggu indra penciuman. Bau ini disebabkan oleh industri pengolahan ikan yang membuang limbahnya tanpa melalui proses. Hal ini pastinya akan mempengaruhi jumlah wisatawan yang ingin mengunjungi salah satu sentra ikan terbesar yang ada di Indonesia ini.
Polusi limbah yang mencemari sungai di Muncar ini kian hari kian menjadi, terutama dalam musim ikan. Dikarenakan pada musim ini, industri pengolahan ikan pastinya beroperasi lebih dari biasanya. Pastinya jumlah limbah yang ada di sungai juga semakin bertambah.
Lemahnya pengawasan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyuwangi, membuat persoalan pencemaran sungai ini menjadi sebuah persoalan yang tak perlu ada penyelesaiannya.
Masyarakat sekitar juga sudah mulai mengeluhkan masalah polusi limbah ini dan berharap dinas terkait dapat memberikan tindakan serta sanksi tegas kepada pemilik usaha industri pengolahan ikan yang membuang limbah pabriknya langsung ke sungai. Juga perlunya dilakukan uji lab air tanah dan sungai yang ada di sekitar pabrik untuk mengetahui apakah air disekitar sungai Kali Mati tersebut masih layak konsumsi atau tidak.
Selain warga masyarakat yang mengeluh karena limbah pabrik menyebabkan polusi bau, ada satu hal lagi yang sangat sering sering dikeluhkan oleh Masyarakat Muncar terutama para nelayan. Para nelayan mengeluhkan pendapatan mereka semakin merosot hingga 70%.
Diduga merosotnya pendapatan ini karena limbah pabrik yang juga ikut mencemari sekitar pelabuhan. Nelayan juga terpaksa harus mencari ikan ke tengah laut, hingga ke laut Jawa karena berkurangnya tangkapan ikan. Hal ini otomatis mengakibatkan biaya melaut menjadi meningkat. Masalah ini juga sudah dilaporkan kepada Pemerintah Kabupaten Banyuw
ngi dan DPRD setempat namun hasilnya nihil. Tidak ada tindakan nyata dari pemerintah. Pabrik-pabrik pengolahan ikan terus berproduksi. Jika hal ini terus berlanjut, di khawatirkan nelayan Muncar akan banyak yang gulung tikar, karena populasi ikan yang semakin menipis.
Selain persoalan polusi bau dari limbah yang ada dan berkurangnya pendapatan nelayan, nyatanya limbah dari pabrik pengolahan ikan juga memberi berkah pada warga yang tinggal sekitar pabrik. Air limbah yang sangat keruh dan berbau tersebut diambil dari sungai atau selokan di sekitar pabrik tersebut dikumpulkan dan diolah untuk dibuat minyak ikan.
Cara pengolahan limbah tersebut dapat dibilang cukup mudah. Namun banyak warga yang enggan melakukakan profesi tersebut dikarenakan bau limbah yang memang tidak sedap. Cara pengolahannya yaitu mengambil limbah dari saluran pembuangan pabrik.
Selanjutnya limbah tersebut akan diendapkan dalam wadah khusus berupa tong yang telah dimodifikasi. Lalu setelah mengendap limbah tersebut akan dijemur hingga kering.
Kemudian diolah dan dimasaka dengan cara dipanggang ditungku hingga limbah dan minyak terpisah. Nantinya minyak dan air akan terpisah dengan sendirinya. Harga dari minyak ikan ini lumayan mahal, untuk ukuran mnyak berisi 15 hingga 20 liter, dihargai sekitar Rp 100 ribu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H