Mohon tunggu...
Firdausia Hadi
Firdausia Hadi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Edukasi Pesantren Ala Militer

15 Februari 2018   19:35 Diperbarui: 15 Februari 2018   19:46 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Harus dipahami pesantren saat ini, berbeda dengan pesantren dahulu. Jika dahulu pesantren dikenal sebagai pendidikan yang identik dengan kitab-kitab agama, kitab tata bahasa (nawu, sharaf, imriti), kitab tata cara beradab (ta'lim mu ta'alim) dan masih banyak lainnya. selain itu, para santri juga memiliki corak khusus dalam berpakaian, yaitu santriwan identik dengan sarung dan kopyahnya dan santriwati identik dengan rok panjang, baju panjang dan kerudung persegi empat.

Metode dan corak pesantren dahulu lambat laun berubah sedikit demi sedikit mengikuti jaman. Pesantren modern adalah adaptasi pesantren tradisional dengan tidak mengindahkan corak pensatren dahulu. Perbedaan dapat terlihat dan metode dan corak pesantren saat ini, bila dahulu pensatren kebanyakan tidak menawarkan pendidikan formal (pelajaran umum seperti Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Kewarganegaraan dan lainnya), maka pesantren modern menawarkannya.

CORAK PENDIDIKAN

Pesantren sebagai lembaga pendidikan non-formal memiliki corak khas yang membedakannya denga lembaga lainnya. Kekhasan ini nampak pada sistem yang gradasi, pemilihan materi pelajaran, buku acuan, pembagian waktu pelajaran dan kegiatan edukasi lainnya. Meskipun demikian bukan berarti pendidikan pesantren bersifat chose tanpa bentuk. Secara substansial pensantren memiliki kriteria, yang dapat mengekslusikan bentuk lembaga pendidikan, materi pembelajaran baku, sumber acuan pelajaran yang diakui, sistem pengajaran dan pembelajaran.

Model pembelajaran pesantren secara tradisional selalu mengedepankan agama dan nilai-nilai moral kepada para santrinya. Tradisi yang familiar disebut wetonan, sorongan, mentoring, dan setoran hafalan. Wetonan disini merupakan tradisi pembelajaran yang dilakukan secara klasikal, yaitu Kiai atau ustadzah/ ustadz menyampaikan secara langsung materi-materi pembelajaran. 

Sedangkan sorongan dilakukan tatkala santri ingin mendalami suatu kitab tertentu. Monitrong berarti meberikan pembelajaran tambahan kepada santri yang masih belum menguasai betul materi, namun ini hanya dilakukan antar santri. Dan yang terakhir, model pembelajaran dengan metode hafalan, dalam hampir semua materi keagamaan di pesantren dilakukan dengan metode hafalan. Misalkan menghafal ayat-ayat al-Quran, Hadist, mohfudhot, balaqahdan masih banyak lainnya.

Belakangan pensatren tradisional mulai sulit didapatkan, melihat perkembangan jaman yang menuntut lembaga pendidikan untuk terus menyesuaikan. Pensantren modern merupakan transformasi pensantren tradisional yang tetap mempertahankan kekhasan corak edukasinya. Selain, memberikan pembelajaran yang menekankan pada agama dan nilai-nilai moral. Pensantren modern juga memberikan pengajaran umum, baik yang bersifat formal, seperti pembelajaran matematikan, ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial. Tidak hanya itu saja, pendidikan pensantren kini telah banyak melakukan perubahan dan berinovasi dalam metode pembelajaranya. Belakangan banyak pensantren yang memberikan pembelajaran literasi, dengan harapan santri juga dapat menulis apapun, bukan hanya saja pandai mengaji dan berdalil. Namun santri juga dapat menuangkan pendapat dan idenya dalam bentuk tulisan.

PENDIDIKAN ALA MILITER

Model pendidikan yang khas dimiliki pesantren menjadi wajah tersendiri di hati masyarakat. Selain model pendidikan agamamis, pesantren juga mendidik para santrinya menjadi bibit-bibit yang unggul dalam segala bidang. Pesantren mendidik para santri menjadi kuat, tangguh, disiplin, tegas, berwibawa, bertanggung jawab, berpikiran luas, bermoral. Dalam hal ini pesantren juga memiliki metode yang berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.

Kebanyakan pesantren-pesantren modern kini mewajibkan para santrinya untuk menetap di pondok atau asrama. Meskipun masih ada juga, pensantren yang tidak mewajibkan santrinya menetap, hanya sekedar menimba ilmu di pesantren sedang mereka tetap tinggal di rumah masing-masing. Karena santri menetap atau tinggal di asrama dalam kurun waktu yang cukup lama, sesuai dengan jangka wakti ia menuntut ilmu di pesantren tersebut. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, dua puluh empat jam no stop santri dalam pengawasan pesantren.

Selain mendidik santri secara tekstual, yaitu dengan model ceramah di dalam kelas atau di luar kelas, santri juga dididik secara kontekstual. Kontekstual disini maksudnya adalah santri dijejali pembelajaran mental agar santri tidak hanya menjadi manusia yang berintelek, namun juga manusia yang memiliki integritas dan moral yang baik. Karena kita tahu saat ini, generasi menilenia yang jauh dari harapan dan cita-cita bangsa. Generasi muda yang jauh dari nilai-nilai moral, tidak bertanggung jawab, mudah terpengaruh dan sebagainya.

Ada pepatah familiar yang sering terdengar di pesantren, "dibiarkan masuk neraka atau dipaksa masuk surga?", mungkin itu terdengar seperti pertanyaan biasa. Namun bila kita telaah kembali pertanyaan tersebut, penuh dengan makna. Dibiarkan tanpa aturan yang mengikat atau bebas melakukan apapun tanpa batasan, mencampur baurkan kebaikan dengan keburukan, atau dipaksa melakukan kebaikan yang kemudian menjadi kebiasaan, sehingga lupa akan keburukan.

Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, para santri dituntut mengikuti aturan yang berlaku dalam pesantren. Pukul tiga dini hari jaros(bel) sudah terdengar melengking mengoyongkan gendang telingga. Santri diwajibkan untuk melakukan khiyamul lail(sholat tahajud), yang pada dasarnya sholat ini sunnah. Tidak hanya itu saja, semua yang sunnah menjadi wajib seperti puasa senin-kamis, puasa putih (puasa dipertengahan setiap bulan), mengucap salam, berjabat tanggan dan semua sunnah yang diperintahkan Rasul menjadi wajib. Bukan hanya itu saja, disetiap kegiatan apapun, santri dituntup untuk selalu disiplin, kuat, dan tekun. Jangan coba bermalas-malasan, karena setiap gerak-gerik santri dalam pengawasan yang super duper dasyat. Setiap pelangaran sekecil apapun, akan dapat hukuman.

Pendidikan mental di pesantren persis seperti pendidikan militer. Bagaimana tidak, setiap gerak-gerik selalu diawasi, setiap kegiataan selalu pakai hitungan, setiap pelangaran mendapat hukuman. Tiap santri yang telah melanggar dihukum berbagai macam hukuman, salah satunya adalah men-jasus(memata-matai setiap pelangaran temanya), misalkan telat masuk sekolah, telat masuk masjid, atau tidak menggunakan bahasa resmi (bahasa arab/inggris). Dalam rangka mendisiplinkan santri agar selalu menghargai waktu sebagaimana pepatah yang menggungkapkan; "al-waktu asmanu minna dhahabi"yang dapat diartikan; waktu itu cepat berlalu. Yang bila kita maknai secara bebas, gunakan waktu sebaik-baiknya karena waktu itu terasa cepat berlalu. Seorang mudhabir/mudhabirah(sebutan untuk santri yang menjadi pengurus, dan biasa kakak kelas paling atas atau telah lama nyantri) akan menghitung agar santri lekas beranjak mengerjakan sesuatu atau lekas menyelesaikan sesuatu. Konsekuensi dari setiap pelanggaran pasti adalah mendapatkan hukuman. Tiap hukuman yang diberikan sesuai pelanggaran, hukumnya pun beragam. Mulai dari hukuman men-jasus,menulis istigfar ratusan hingga ribuan kali, hafalan al-quran, hadist, mahfudhat, bersih-besih, menulis artikel, pidato dan hukuman lainnya yang tetap pada koridor pendidik. Bukan hukuman-hukuman buling, senioritas, atau egoism semata.

Perlakuan yang dilakukan berulang kali dalam waktu yang lama, maka akan membentuk kebiasaan yang melekat pada diri seseorang. Sebagaimana yang diungkapkan Bourdieu (1979) habitus adalah suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah (durable, transposable) yang berfungsi sebagai basis generative bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara objektif. Semua kegiatan di pesantren dirancang secara terstruktur dan terpadu, tidak lain untuk menanamkan nilai-nilai moral, kedisiplinan, berani, kuat, sabar, jujur, dan tanggung jawab pada diri santri. Meskipun pada awalnya terkesan dipaksakan, namun metode ala militer ini sangat ampuh mendidik santri menjadi figur yang dapat diandalkan. Sehingga banyak pesantren yang melahirkan orang-orang besar seperti KH Muhammad Dahlan, KH Hasyim Asyari, bahkan perempuan penegak emansipasi wanita Kartini, juga pernah mengeyam pendidikan di pesantren.

Kabiasaan yang telah melekat dalam diri seseorang akan sulit ditinggalkan. Ia akan merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya, tatkala meninggalkannya. Kebiasaan disiplin, jujur, berani, kuat, dan bertanggung jawab yang telah ditanamkan dalam pesantren, akan terus terbawa di luar pesantren. Alangkah dasyatnya, bila mana seseorang mempraktikkan nilai-nilai moral yang ada di pesantren dalam kehidupan sosial masyarakat. Sudah dapat dipastikan bahwa kantor KPK sepi akan koruptor, penjara akan sepi dari penjahat, dan prostitusi, kolusi, nepotisme akan lenyap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun