Mohon tunggu...
Firdaus Different
Firdaus Different Mohon Tunggu... -

just share\r\ntak bermaksud menggurui, hanya ingin berbagi :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengembalikan Kampus UIN (Catatan Lawas Isu Pelarangan Cadar)

28 Maret 2018   17:51 Diperbarui: 29 Maret 2018   01:04 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampus UIN Sunan kaljaga by SihirBumi

Saat ini kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta sedang ramai dibicarakan yakni terkait berbagai isu pelarangan cadar bagi para mahasiswinya meskipun ini bukanlah hal pertama kali adanya pelarangan cadar di negeri ini yang mayoritas beragama Islam tapi phobia akan syariat Islam. 

Hal tersebut masih ada sampai sekarang ini bisa kita telusuri di awal reformasi tatkala negeri ini baru merayakan kebebasan dari belenggu rezim tirani akan tetapi malah terdengar adanya pelarangan cadar terhadap dua mahasiswi kedokteran USU (Universitas Sumatera Utara) pada 30 November 1999. 

Dua mahasiswi tersebut menerima surat resmi pelarangan cadar dikarenakan alasan bahwa cadar dapat menghalangi aktivitas belajar dan komunikasi dengan dosen. Begitupula pada tahun 2003 Summayah Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) dikeluarkan oleh pihak kampus karena adanya pelarangan memakai cadar di kampus tersebut. 

Juga tahun 2015 terjadi pelarangan cadar bagi mahasiswi di kampus Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Alasannya karena menganggu proses belajar mengajar bahkan bila masih mengotot disarankan untuk mencari perguruan tinggi lain. Di kampus Islam yang dinaungi langsung oleh Kementrian Agama sendiri Institut Agama Islam Negeri IAIN Jember pada tahun 2017 diberlakukan aturan larangan bercadar. 

Alasannya, Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik IAIN Jember, Nur Salikin mengatakan bahwa cadar dinilai tidak mencerminkan Islam yang ramah dan menyejukan. Dan yang terbaru adalah pelarangan cadar di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (meskipun keputusan terakhir diperbolehkannya mahasiswi untuk menggunakan cadar di kampus tersebut).

Berawal dari pelarangan tersebut banyak komentar-komentar yang memojokkan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai instansi yang mengeluarkan aturan tersebut dan tidak sedikit yang mencemooh tanpa memberikan solusi terkait permasalahkan tersebut bahkan ada yang menantang untuk menyuarakan agar para siswa/siswi untuk tidak masuk di kampus-kampus dibawah Departemen Agama seperti STAIN, IAIN, dan terkhusus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait polemik ini saya teringat sore itu saya menyodorkan sebuah buku lama yang lumayan berukuran besar yang berjudul "Ada Pemurtadan di IAIN" karya Hartono Ahmad Jaiz kepada salah satu dosen di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat itu saya bertanya "Maaf Pak apakah benar apa yang ditulis dibuku ini? Lalu dengan santai serta tertawa ringan beliau menjawab "Iya benar mas" lalu beliau melanjutkan. 

"Mas buku itu dulu sempat booming dan pernah dibedah di sini juga (UIN) bahkan tokoh-tokoh yang dimaksud (l iberal) disitu juga datang menghadiri langsung bahkan pak Rektor saat itu juga sempat dituding-tuding diruangan tersebut tapi toh semua menanggapi dengan santai dan tersenyum karena inilah dunia akademisi siapapun boleh melontarkan pendapat suka maupun yang tidak suka.

Kembali saya mulai terdiam lalu beliau melanjutkan "Jujur saya tidak mau menutupi ada tidaknya dosen maupun oknum yang dianggap liberal sebagaimana yang tertulis dalam buku tersebut tetapi ada suatu catatan buat kita, saya dan njenengan, kampus megah ini adalah perguruan tinggi milik umat (Islam) bila tidak suka jangan langsung kita menutupnya.

 Misal bila gara-gara ada oknum dosen dikampus Islam yang terindikasi berpaham liberal langsung kita tutup kampusnya, apa anda rela bila anak-anak generasi muslim mereka kelak bersekolah dikampus-kampus non muslim atau dikampus liberal sekuler?

Sambil terbata-bata beliau melanjutkan "Mas perguruan tinggi ini adalah asset umat Islam, yang dibangun atas inisiatif dan semangat para tokoh-tokoh agama, kyai, ulama yang menginginkan agar umat Islam Indonesia memiliki kampus Islam disamping kampus Nasionalis Sekuler yang lebih dahulu berdiri."

" Kita itu lebih suka merubuhkan bangunan umat Islam daripada menjaganya. Mas ini adalah tugas kita untuk mengembalikan kampus UIN ke Khittah (tujuan awal) sebagaimana tujuan cita-cita para ulama mendirikan kampus ini dan mari kita jaga kampus kebanggan milik umat Islam ini dari orang-orang yang ingin merusaknya"

Mendengar itu dada saya semakin sesak pundak saya terasa berat memanggul tanggung jawab dari cita-cita para leluhur ulama-ulama kita terdahulu.

Seorang kawan lulusan Sekolah terbaik di Indonesia yg dibina langsung oleh Kementrian Perindustrian saya tanya kenapa kamu lebih memilih kuliah di UIN yang kamu lebih tau banyak hal rancu didalamnya? Dengan bahasa khas seorang aktifis dia menjawab "Smooth Seas Do Not Make Good Sailors" yang intinya kalau ingin menjadi pelaut yg handal jangalah berlayar dilautan yang teduh.

Niat yang baik terbukti saat dia masuk disalah satu acara televisi milik negeri ini. Berbagai tempaan yang ia dapatkan di kampus UIN melahirkan retorika yang dia bawa dapat membungkam logika para liberalis, pluralis dan feminis pada acara tersebut sama sebagaimana Pak Hartono Ahmad Jaiz bisa mengkounter paham Liberal di kampus IAIN dengan menulis buku diatas karena ia paham dan pernah menjadi bagian dari kampus tersebut.

Lantas apakah dengan sedikit perilaku segelintir oknum sebagaimana isu saat ini malah menjadikan kita begitu mudahnya melepaskannya, menghancurkan apa yang telah para ulama terdahulu perjuangakan dengan sesuatu yang kita tidak tahu apa-apa kecuali sedikit di dalamnya?

Marilah kita mulai bijak dalam berfikir adil dalam bersikap...pernah saya bertanya dengan salah satu dosen UIN terkait program baca Al Qur'an di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mewajibkan seluruh mahasiswa mahasiswinya mengikuti program tersebut. Lalu beliau pun menjawab "Lho apa salahnya bila kampus ini mewajibkan para mahasiswa dan mahasiswinya untuk bisa membaca Al Qur'an dan memahaminya, bukankah ini kampus Islam, seharusnya hal-hal yang berbau Islami inilah yang harus digencarkan di kampus ini dan inilah seharusnya yang menjadi pembeda diantara kampus-kampus umum lainnya"

Itulah harapan yang muncul dari dalam kampus itu sendiri. Berharap kedepannya kampus-kampus berlabel Islam terkhusus UIN dinegeri ini dapat menjadi oase, penyejuk bagi kehausan umat Islam akan kampus yang bukan hanya menyuguhkan ilmu agama tapi juga menghadirkan ilmu-ilmu umum sehingga melahirkan tokoh-tokoh agamawan berintelektual dan para ilmuwan yg agamis serta pejabat yg berintegritas dan itu tugas kita untuk menjaganya bukan malah merusaknya dengan cara meninggalkannya.

Terakhir hendaknya kita sebagai sesama muslim selain mengkritisi juga mendokan, bila kita mengkritik sekali doakan ia sepuluh kali bila kita mengkritisi sepuluh kali maka doakan ia seratus kali karena terkadang doa yang tulus lebih menembus hati daripada kritik seribu kali.

Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun