Mohon tunggu...
Firdaus Ferdiansyah
Firdaus Ferdiansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Lagi asyik ngampus di universitas nomor satu

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Rokok Jelas Memperparah Penerapan KTR dan KLA di Tengah Status KLB Covd-19 Surakarta

16 Juni 2020   13:38 Diperbarui: 16 Juni 2020   13:36 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjangkau perokok aktif dengan mengintervensi ruang geraknya serta melindungi perokok pasif dari paparan asap masih menjadi penekanan yang terus dilakukan, hingga masyarakat benar-benar terbebas dari ancaman bahaya asap rokok. Itu semua tidak semerta-merta menolak masyarakat yang masih menjadi perokok aktif. Setidaknya, itu hak mereka untuk melakukan aktivitas merokok. Di satu sisi, ada pilihan untuk tidak merokok untuk menjaga kesehatan diri dan juga lingkungan sekitar.

Selama ini, prinsip yang biasa digunakan dalam mengendalikan aktivitas merokok di masyarakat setidaknya dilakukan dengan dua cara yaitu melindungi perokok pasif dan mengintervensi ruang gerak perokok aktif. Itu dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung seperti penerapan regulasi, pengaturan bea cukai rokok, dan lain sebagainya. Laporan yang dikemukakan oleh Yayasan KAKAK setidaknya menampilkan berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi di sekitar area Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Surakarta. Sebut saja Taman Cerdas, Jebres yang menjadi pantauan mereka selama ini, disana masih saja terdapat banyak orang yang merokok dan para penjual rokok. Ini juga dapat kita lihat bagaimana di sekeliling Taman Cerdas tercium bau asap rokok dan ditemukan puntung rokok berceceran di tanah.

Hingga kini (15/06) tercatat setidaknya ada 34 Kelurahan dari total 54 kelurahan di Surakarta yang sudah menerapkan Kampung Tanpa Asap Rokok (KTAR). Perlu diketahui bahwa penerapan KTAR di masing masing kelurahan itu hanya sebatas 1-2 RW atau lebih. Meski demikian dari seluruh kelurahan yang dimaksud, tidak dapat dijadikan justifikasi perihal keamanan dan kenyamanan masyarakat untuk dapat terhindar dari paparan asap rokok atau menjadi secondhand smoker. Sejauh ini, Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan menargetkan penerapan KTAR bisa rampung di tahun 2023.

Program yang dikenal untuk menjamin tanggung jawab masyarakat terhadap paparan asap rokok tersebut tak lain merupakan bagian dari pelaksanaan Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang telah diundangkan pada 19 Agustus lalu. Area yang dimaksud dalam KTR dinyatakan dilarang untuk berkegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan Produk Tembakau.

Area yang menjadi objek hukum masih membutuhkan waktu penyesuaian sekitar 1 tahun untuk dapat optimal dalam pelaksanaannya. Area yang menjadi sasaran penerapan Perda KTR antara lain : fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya.

Sayangnya, data Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Kota Surakarta menunjukkan masih terdapat cakupan keluarga yang merokok sekitar 43% dari total populasi yang berpotensi dapat merugikan orang orang di sekitarnya. Mengapa demikian, karena asap rokok juga tidak hanya berdampak pada perokok aktif, melainkan dampaknya juga ikut menyebar ke secondhand smoke atau perokok pasif yang secara langsung terpapar asap rokok di lingkungan.

Diketahui dalam asap rokok terdapat asap utama, asap sampingan, dan beberapa kandungan bahan berbahaya seperti Tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO) serta bahan kimia atau zat radikal lainnya. Selama bertahun-tahun melalui berbagai macam riset, terbukti di dalam kandungan rokok tersebut menimbulkan dampak negatif pada kesehatan. Salah satunya penyakit kanker yang disebabkan oleh kandungan Tar karena sifat karsinogenik-nya.

Rokok dan COVID-19

Di masa pandemi COVID-19 sekarang ini, tentu ada baiknya masyarakat mawas diri terhadap kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Sehingga, perlu adanya penerapan beberapa protokol kesehatan untuk dapat mencegah penyebaran luas penyakit COVID-19. Di ujung berakhirnya status kejadian luar biasa (KLB) COVID-19 yang awalnya memang tak akan diperpanjang lagi, wali kota Rudy mengumumkan perpanjangan status hingga 14 hari ke depan terhitung sejak 8 Juni 2020.

WHO berpesan merokok dapat meningkatkan risiko terjangkit COVID-19 & berisiko terhadap kondisi yang lebih parah jika terjangkit COVID-19. Studi yang dilakukan oleh Liu W dkk menunjukkan merokok dapat meningkatkan risiko pneumonia pada COVID-19. Dalam studi yang sama menyatakan bahwa perokok bahkan memiliki risiko kematian 14x lebih tinggi karena COVID-19 dibanding bukan perokok. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Guan pada Februari tahun 2020 lalu menyebutkan bahwa 58% penderita COVID-19 adalah laki laki dimana laki laki memiliki kebiasaan merokok 20 kali lebih sering daripada perempuan.

Korelasi antara rokok dengan COVID-19 tentunya dapat dilihat bagaimana para perokok memiliki risiko mengalami COVID-19 yang berat dibanding dengan bukan perokok. Ketika seseorang merokok, orang tersebut berpotensi mengalami gangguan di dalam sistem imunitas saluran pernapasan dan paru. Hal ini diperparah dengan perilaku merokok yang sering memegang mulut untuk menghisap rokok tanpa cuci tangan sebelumnya. Tangan yang terkontaminasi dan digunakan berulang kali ketika merokok dapat mentransfer virus ke dalam tubuh.

Merokok meningkatkan risiko penyakit paru kronik. Kondisi ini menyebabkan gangguan oksigenasi (pemenuhan akan kebutuhan oksigen) tubuh. Infeksi paru akan lebih mudah terjadi akibat kondisi penyakit paru kronik, dan dalam kondisi ini mempermudah terjadinya infeksi COVID-19.

Rumah Sakit Persahabatan Jakarta yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan pemerintah dalam penanganan COVID-19 memaparkan bahwa sebanyak 63% dari total 386 pasien mengalami penyakit komorbid seperti : gagal jantung, hipertensi, jantug koroner, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, diabetes, gagal ginjal, dan juga stroke yang dapat meningkatkan infeksi COVID-19. Bahkan dalam studi Wang Y menyebutkan tingkat kematian dengan komorbid pada COVID-19 sangat tinggi dibanding tanpa komorbid yang hanya sekitar 0,9%.

Narasi Kontraproduktif Terhadap Peluang Rokok Menyembuhkan/Mencegah COVID-19

Belakangan, sempat beredar informasi atau kabar palsu yang timbul di masyarakat adanya narasi menyebutkan rokok dapat dijadikan pencegahan / penyembuhan COVID-19. Beredar juga di media sosial maupun media massa informasi yang menyebutkan bahwa merokok mengurangi risiko terjangkit COVID-19 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Makoto Miyara dkk.

Penelitian yang berjudul "Low Rate of Daily Active Tobacco Smoking in Patients with Symptomatic COVID-19" menyimpulkan bahwa perokok aktif dapat terlindungi dari gejala COVID-19. Penelitian tersebut sempat dibantah oleh Iwan Ariawan dari Departemen Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengingat lokasi penelitian di salah satu rumah sakit universitas pendidikan di Paris, Perancis yang sebagian besar kasus positif COVID-19 adalah tenaga kesehatan. Mereka kemungkinan besar terinfeksi oleh/dari pasien positif COVID-19 di rumah sakit dan bukan terinfeksi dari komunitas/lingkungan luar. Penelitian ini dianggap tidak dapat menjawab pertanyaan tentang risiko terinfeksi COVID-19 di masyarakat antara perokok dibandingkan dengan bukan perokok mengingat proporsi perokok pada tenaga kesehatan yang terbilang cukup rendah dibanding dengan profesi lain.

Seperti yang kita ketahui bahwa ketika melakukan kuesioner mandiri yang dilakukan oleh peneliti terhadap pasien di rumah sakit itu sangat memungkinkan terjadi social desirability bias. Schofield & Hill menyebutkan hanya 63% pasien yang terklasifikasi sebagai perokok berdasarkan tingkat nikotin pada uji urin yang terbukti sebagai pada catatan registrasi rumah sakit. Ada kemungkinan pasien di rumah sakit akan mengatakan bahwa dirinya bukan perokok atau mantan perokok. Dengan kemungkinan terjadinya social desirability bias, kesimpulan penelitian menjadi bias jika hanya membandingkan proporsi perokok aktif pada pasien COVID-19 di Perancis yang hanya 7% dan tidak memperhatikan proporsi eks perokok aktif yang jauh lebih tinggi sekitar 59% dibanding populasi eks perokok di Perancis yang berkisar 31%. Menurut Iwan, kemunculan banyaknya bias dalam desain penelitian ini baik melalui pengukuran maupun analisis membuat kesimpulan yang dihasilkan sangat diragukan ketepatannya.

KTR sebagai perwujudan Kota Layak Anak, Bagaimana mungkin?

Kota Surakarta memulai perjalanan predikat Kota Layak Anak sudah sejak 14 tahun yang lalu atau tepatnya pada tahun 2006 yang dilanjutkan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak.

PP No. 59 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Koordinasi Perlindungan Anak memang menyaratkan ketersediaan kawasan tanpa rokok dan larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok untuk mewujudkan Kota Layak Anak. Ini yang kemudian membuat pemerintah Kota Surakarta berusaha untuk dapat mengimplementasikan secara optimal dalam pelaksanaan KTR di wilayah Surakarta terkhusus untuk mendapat predikat dengan grade tertinggi "Kota Layak Anak" dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Setelah disahkan, sosialisasi demi sosialisasi mengenai Perda KTR terus digencarkan oleh Dinas Kesehatan yang dimulai dari UPT Puskesmas dilanjutkan oleh masing masing kepala organisasi perangkat daerah, penanggung jawab fasyankes, orgranisasi profesi kesehatan, persatuan apotek, klinik kesehatan, perwakilan agama, kepala stasiun dan terminal, televisi, radio, perguruan tinggi, pusat perbelanjaan, dan lain lain.

Jauh sebelum terjadinya pandemi COVID-19 yang memungkinkan Pemerintah Kota Surakarta menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB), ada beberapa persoalan yang terjadi selama proses penyesuaian Perda KTR. Hal ini coba dirangkum oleh Yayasan KAKAK yang bekerjasama dengan Forum Anak Surakarta dan Pendamping Forum Anak. Hasilnya, dari 10 sekolah yang masuk dalam radar monitoring 81% area masih saja terdapat puntung rokok dan tercium bau asap rokok meskipun terdapat tanda dilarang merokok. Sekolah yang seharusnya menjadi salah satu garis terdepan untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, serta terbebas dari asap rokok justru menjadi incaran para pedagang dan industri rokok menjadi tempat strategis sebagai bentuk kerjasama.

Meski demikian, data menunjukkan 56% aktivitas merokok di pintu keluar masuk menjadi salah satu upaya untuk memenuhi rasa aman/nyaman pada orang lain. Ini juga didukung dengan adanya beberapa aktivitas merokok di tempat khusus merokok.

engoo.com
engoo.com
Dengan penerapan status Kejadian Luar Biasa membuat masyarakat diminta untuk work from home atau study from home yang meningkatkan kemungkinan bertemu/berkumpul-nya perokok pasif dengan perokok aktif. Orang dewasa yang menjadi perokok aktif akan secara langsung meningkatkan paparan asap terhadap para perokok pasif. Anak-anak akan menjadi kelompok rentan berisiko terpapar asap rokok jika tinggal atau berada di lingkungan seorang perokok aktif. Kelompok rentan adalah mereka yang memiliki masalah kesehatan, seperti penyakit kardiovaskular, pernapasan, dan diabetes yang kemungkinan memiliki kebiasaan merokok. Hal ini yang menunjukkan, perokok lebih berisiko menderita reaksi parah atas COVID-19. Ini tentu akan menimbulkan risiko signifikan terhadap kesehatan anak-anak.

Perlindungan anak sudah seharusnya menjadi tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Perwujudan Kawasan Tanpa Rokok menjadi salah satu alternatif untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Bagaimana kemudian masyarakat mencoba melindungi anak anak untuk menjadi perokok aktif, serta melindungi mereka dari perokok pasif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun