Berbeda dengan Kemenaker yang hingga saat ini masih memandang pemagangan merupakan kegiatan untuk menambah pengalaman serta meningkatkan kompetensi dan keterampilan.
Kerancuan seperti ini, pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengakali mendapatkan tenaga kerja dengan upah murah. Dengan dalih pemenuhan nilai akademik, pada praktiknya mahasiswa kerap kali bertindak sebagai pekerja dan mendapati pekerjaan yang sebetulnya dilakukan oleh pekerja betulan.Â
Meskipun hanya dibatasi 30% dari total pekerja, kehadiran magang menjadi salah satu alternatif perusahaan dalam upaya menekan biaya produksi melalui upah murah dan berpotensi menggeser keberadaan pekerja tetap sebelumnya.
Dalih bahwa mahasiswa melakukan pemagangan tidak untuk tujuan mencari kerja dan/atau meningkatkan skill kerja, melainkan secara sukarela dan bertujuan untuk menyelesaikan kewajiban akademik bukan berarti menggugurkannya dari resiko kecelakaan atau kematian saat magang. Dan bukan berarti perlindungan hukum atas keberadaan mahasiswa magang bisa dikesampingkan begitu saja.Â
Pemerintah melalui Kemendikbud dan Kemenaker kiranya perlu duduk bersama untuk mengeluarkan aturan hukum yang mengakomodir perlindungan hukum atas mahasiswa-magang agar di kemudian hari tidak terjadi perkara hukum yang tidak diinginkan, terlebih dengan dikeluarkannya kebijakan Kampus Merdeka tersebut.
Pelaksanaan kebijakan Kampus Merdeka yang membawa mahasiswa ke dunia kerja selama 1 sampai dengan 1,5 tahun pasti akan memiliki dinamika yang tinggi.
 Tanpa ada kejelasan jaminan sosial dan pemenuhan hak hak perlindungan sosial lainnya, tentu akan melanggengkan praktik upah murah di kalangan para pemagang yang berdampak pengurangan buruh ditambah kondisi dan lingkungan kerja yang tidak aman bagi keselamatan dan kesehatan para pemagang/pekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H