Mohon tunggu...
Firdaus Ferdiansyah
Firdaus Ferdiansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Lagi asyik ngampus di universitas nomor satu

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Start yang Mengecewakan, Oh KPK

23 Januari 2020   11:06 Diperbarui: 23 Januari 2020   11:27 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih dengan media yang sama, editorial koran Tempo yang berjudul "Panjang Umur Gerakan Mahasiswa" menyebutkan bahwa "..... segala kekacauan ini semestinya menjadi pelajaran bagi pemerintah dan DPR. Jika sejak awal  pembuatan peraturan perundangan yang penting bagi hajat hidup orang banyak yang dibahas terlebih dahulu bersama publik secara memadai, kegaduhan tak akan terjadi. Mereka pun tak perlu menunggu mahasiswa turun ke jalan untuk mengoreksi kengawuran. Untunglah mahasiswa di berbagai kota dari beragam kampus terpanggil untuk meluruskan kebatilan. Angkat topi untuk mahasiswa. Kami bersama mereka"

Perpanjangan tangan yang dilakukan oleh media tersebut seakan tak lepas dari keberpihakan terhadap publik atas perlawanannya menghadapi Pemerintah dan DPR atau orang orang dibalik kekuasaannya. Cukup jelas ketika kamu oligark tidak akan pernah angkat kaki dari kondisi politik Indonesia saat ini.. Justru berkat celah celah sistem yang ada memungkinkan mereka memperoleh akes dan koneksi. Mereka ada dan bahkan "beranak-pinak" atas kekuasaannya meski tanpa tokoh Orba di masa lampau. Pastinya, disadari atau tidak mereka ada di sekitar kita.

Termasuk juga editorial Tirto.id pada 24 September 2019 yang berjudul "Kami Bersama #GejayanMemanggil" yang menekakan "Kami bersama mereka" kepada gerakan elemen sipil mahasiswa baik #GejayanMemanggil, #Bengawan Melawan, #SurabayaMenggugat, #SemarangBergerak dan masih banyak lagi. Ini menunjukkan perlawanan sebagai bentuk sikap solidaritas media yang ikut serta dalam gerakan sipil terwujud secara signifikan.

Tirto.id bahkan mengutip sebuah percakapan menarik dari novel Bumi Manusia,

"Nyo" begitu kata Nyai Ontosoroh pada Minke, "Aku tak punya sesuatu pengertian bagaimana harus melawan, apa yang dilawan, siapa, dan bagaimana. Aku tak tahu alat-alat apa sarananya. Biar begitu : melawan!" . Minke menjawab singkat "Berlawan, Mama, berlawan. Kita melawan!"

Dari 2 media tersebut, kita melihat ada frasa yang digunakan itu sama "Kami Bersama Mereka". Menunjukkan dukungan moril yang kuat, menandakan keterlibatan media dalam menjaring aspirasi masyarakat hingga mampu disebarkan maupun disampaikan kepada penguasa. Media menjadi sepakat dan setuju atas apa yang dilakukan oleh masyarakat sipil pelajar mahasiswa yang tak lain adanya problema dari beragam kebijakan yang dikeluarkan oleh negara sehingga memicu kegaduhan kehidupan politik Indonesia.

Fenomena solidaritas ini tidak menjadi dominansi media yang hanya dilakukan oleh satu dua media saja melainkan solidaritas juga muncul dalam bentuk lain seperti yang keluarkan oleh Vice Indonesia yang berjudul "Mengecam Serangan Aparat pada Solidaritas Sosial dan Agenda Mahasiswa" dengan tegas menyebutkan bahwa Indonesia sedang dalam keadaan tidak baik baik saja bagi banyak pihak dimana muncul gerakan sosial yang diinisiasi oleh anak muda, mahasiswa pelajar yang di dukung elemen sipil yang mayoritas tidak secara langsung mengalami penindasan Orde Baru. 

Belakangan diketahui Vice Indonesia menampilkan sikapnya atas kejadian penjemputan oleh kepolisian yang menimpa aktivis sekaligus jurnalis Dandhy Dwi Laksono berkat cuitannya soal Papua di salah satu media sosial dan juga Ananda Badudu yang sempat menggalang dana untuk mendukung kegiatan aksi mahasiswa. Menyusul kabar buruk pada aksi demontrasi yang menggugurkan 2 mahasiswa di Kendari.

Hal yang serupa juga muncul di media koran Republika di tanggal 25 September 2019, atau sehari setelah aksi demontrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa yang berjudul "Menanti Ketegasan dan Keberpihakan". 

Dalam editorialnya, Republika menyimpulkan bahwa  harus ada ketegasan terhadap yang salah dan keberpihakan kepada kepentingan rakyat. Koran Republika mencontohkan soal isu Papua dan KPK adalah soal keberpihakan pada rakyat dan ketegasan hukum yang dibutuhkan untuk kasus kebakaran lahan dan hutan "...... kita akan melihat bagaimana pemerintahan ini memulai periode kedua-nya dengan start yang mengecewakan. Ini jelas bukan yang diinginkan oleh seluruh elemen bangsa"

2 OTT hasil revisi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun