Indonesia merupakan negara yang memiliki lebih dari 17.000 pulau yang kaya akan keberagaman budaya, etnis, dan agama telah menjadi rumah bagi beragam kelompok masyarakat yang hidup berdampingan selama berabad-abad. Dari Sabang sampai Merauke, setiap sudut negeri ini menyimpan cerita unik dan tradisi yang mewarnai kehidupan sehari-hari penduduknya.
Keberagaman ini tercermin dalam beberapa aspek kehidupan, mulai dari bahasa, adat istiadat, pakaian tradisional, seni, dan budaya. Dalam setiap tradisi suku terkandung nilai-nilai luhur yang telah diwariskan dari nenek moyang. Tradisi turun temurun yang merupakan warisan nenek moyang memang perlu dilestarikan. Namun, terdapat beberapa tradisi adat yang berlaku di Indonesia dinilai bertentangan dengan undang-undang serta dianggap mengabaikan hak asasi manusia.
Salah satu tradisi yang ada di Indonesia yang dianggap ekstrem adalah tradisi Iki Palek. Tradisi Iki Palek merupakan tradisi Suku Dani yang merupakan sebuah kelompok etnis yang mendiami wilayah Lembah Baliem di Pegunungan Tengah Papua.
Latar Belakang Tradisi Iki Palek
Tradisi Iki Palek merupakan tradisi potong jari yang dilakukan oleh Suku Dani. Tradisi ini dilakukan untuk mengungkapkan kesetiaan dan rasa kehilangan yang mendalam terhadap anggota keluarga yang telah meninggal. Sebagaimana (Alecia 2018) mengungkapkan bahwa menurut anggota Suku Dani, menangis saja tidak cukup untuk untuk melambangkan kesedihan yang dirasakan.
Rasa sakit dari memotong jari dianggap mewakili hati dan jiwa yang terluka karena kehilangan. Suku Dani juga meyakini bahwa jari merupakan simbol harmoni, persatuan, dan kekuatan. Bagian tubuh tersebut melambangkan hidup bersama sebagai satu keluarga, satu marga, satu rumah, satu suku, satu nenek moyang, satu bahasa, satu sejarah, dan satu asal.
Tradisi Iki Palek biasanya dilakukan oleh perempuan. Ketika ada anggota keluarga yang meninggal, perempuan di keluarga tersebut akan memotong jari mereka. Tradisi ini dilakukan dengan menggunakan kapak batu yang tajam. Meskipun tradisi ini umumnya dilakukan oleh kaum wanita, namun kaum pria juga punya cara tersendiri untuk menunjukkan kesedihan dan rasa kesetiaan mereka.
Kaum pria yang sedang berkabung akan mengiris daun telinga mereka dengan sebilah bambu tajam. Di akhir tradisi ini, kaum pria akan mandi lumpur sebagai pertanda bahwa manusia yang hidup akan kembali lagi ke tanah.
Iki Palek dalam Perspektif Hukum
Tradisi Iki Palek diakui dan dilindungi dalam hukum adat Suku Dani. Tradisi ini dianggap sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi orang yang meninggal dan simbol ikatan yang tidak terputus dengan leluhur. Dalam perspektif hukum nasional, tradisi Iki Palek tidak dikriminalisasi. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga tidak secara eksplisit melarang tradisi yang diwariskan secara turun temurun ini. Meskipun dalam kenyataan nya tradisi Iki Palek dapat dilihat sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Namun, dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, mengatur tentang hak setiap orang atas kesehatan, termasuk hak untuk terhindar dari tindakan yang membahayakan diri sendiri. Tradisi Iki Palek jika dilihat dari perspektif kesehatan dapat membahayakan kesehatan karena bisa menyebabkan infeksi dan tetanus.
Tradisi Iki Palek menjadi contoh konkret dari hukum adat di Indonesia yang diatur oleh kebiasaan dan norma-norma adat yang telah ada sejak turun temurun. Dilansir dari “Jurnal Hukum Caraka Justitia tahun 2023” Hukum adat merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dengan kebudayaan, dengan kata lain bahwa hukum adat merupakan refleksi dari gagasan kebudayaan yang menjadi satu sistem.