[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Mendiang Eve Ngantung (Sumber: Kompas.com)"][/caption] Kabar duka itu saya terima tadi pagi (4/9) lewat SMS seorang kawan. Hetty Evlyn Mamesah, istri mantan Gubernur DKIÂ Henk Ngantung wafat di RS UKI, Rabu (3/9) malam. Beliau meninggal dalam usia 75 tahun, meninggalkan tiga orang anak dan delapan cucu. Seketika, ingatan saya kembali pada April 2013, saat pertama kali menyambangi rumahnya di Gang Jambu, kawasan Cawang, Jakarta Timur. Saat itu, kedatangan saya untuk melakukan reportase edisi khusus ulang tahun Jakarta. Pertemuan pertama yang begitu berkesan di hati, sehingga saya akhirnya kembali bertandang pada Agustus - September 2013. Kali ini, bukan untuk liputan atau u rusan pekerjaan. Saya hanya ingin main saja sambil menengok dan membawa sedikit buah tangan.
"Aduh, kamu ini bawa apa sih? Enggak usahlah bawa-bawa biskuit segala," katanya waktu menyambut kedatangan saya. Enggak tahu ya, rasanya melihat Ibu Eve itu seperti melihat nenek sendiri. Inginnya bawa oleh-oleh tiap kali main. Naluri cucu yang kangen sama neneknya. Seperti biasa, saya duduk di taman, yang juga jadi tempat favorit Ibu Eve di rumah. Walaupun lima anjingnya berseliweran, taman itu teduh dan bikin betah. "Kamu sudah makan belum? Makan bareng yuk. Saya tadi habis bikin kornet sama telur ceplok. Ya, begini saja menunya," ujar Ibu Eve yang kala itu ditemani adiknya, Sylvia Mamesah dan anak bungsunya, Kamang. Saya jawab 'sudah makan' pun, beliau tetap memaksa. Akhirnya, jadilah kami makan bersama. Menu-nya sederhana sekali. Hanya telur ceplok dan kornet sapi. Sebagai pelengkap, keripik tempe dan saos sambal kemasan.
Kami bercerita hal-hal ringan seputar pekerjaan dan kabar masing-masing. Sesekali bercanda dan yaah..seperti layaknya keluarga saja. Kornet dan telur ceplok itu terasa nikmat sekali. Oh ya, satu lagi kebiasaan Ibu Eve yang saya ingat, dia harus dandan dulu sebelum difoto. Katanya, biar selalu terlihat cantik. "Biar sudah tua tetap harus kelihatan segar dong," ujarnya. Saya sendiri kadang tak menyangka bisa kenal keluarga mantan orang nomor satu di Jakarta, seakrab itu. Ibu Eve layaknya seorang nenek selalu berpesan agar hidup itu jangan dibawa stres karena nanti cepat tua dan digerogoti penyakit. "Jalani saja hidup ini apa adanya, enggak usah neko-neko. Toh, pada saatnya kita kembali juga pada Tuhan," katanya. Januari 2014, saya kembali main ke rumahnya. Tak disangka, itulah pertemuan saya yang terakhir dengan Ibu Eve. Saat itu, beliau masih tampak cantik, sehat, dan bugar. Meski harus diakui, sudah mulai pikun. "Pengaruh umur kayaknya, Mbak," ujar Kamang. Saya kembali main, selain mau silahturahmi, juga ingin menengok progres rumah yang tengah direnovasi Pemprov DKI. Terlihat sudah jauh lebih bagus dibanding saat pertama kali saya lihat. Bahkan, rencananya mau dibuatkan sanggar seni berisi koleksi lukisanÂ
Henk Ngantung. "Nanti kalau sudah jadi, kamu main-main lagi dong ke sini. Gratis kok," ujar Ibu Eve. Ya, saya memang berniat me-review rumah hasil renovasi tersebut. Namun, selalu saja terbentur banyak urusan pekerjaan. Terakhir, saya sempat mem-posting tulisan tentangÂ
Henk Ngantung di Kompasiana, lalu mendapat respon luar biasa. Mas Kamang bahkan langsung menelepon saya. Ibu Eve pun sama. "Kamu ini tulis soal kisah cinta saya kaya anak muda saja deh. Jadi malu saya. He-he," kata Ibu Eve. "Terimakasih ya tulisannya bagus. Kamu kapan main lagi? Main-main dong ya," lanjutnya. Belum sempat saya datang lagi, Ibu Eve keburu dipanggil menghadap Tuhan. Saya ingat betul, ketika itu beliau pernah mengutarakan keinginan, "Jika suatu saat Tuhan memanggil, semoga saya bisa dimakamkan berdampingan dengan PakÂ
Henk,". Dan, keinginan itu terkabul. Besok (5/9), jasadnya dikebumikan satu liang denganÂ
Henk Ngantung di TPU Menteng Pulo, Jakarta. Kenangan saya tentang Ibu dan keluarga tetap saya simpan di kotak termanis dalam perjalanan saya sebagai seorang jurnalis. Ibu Eve, selamat jalan ya. Semoga Tuhan menempatkanmu di sisiNya yang paling baik. Terimakasih untuk semua cerita yang engkau bagi untuk saya. Terimakasih untuk kornet dan telur ceplok yang pernah kita nikmati bersama..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Catatan Selengkapnya