Mohon tunggu...
Firda Kamilah
Firda Kamilah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Panic Buying di Masa Pandemi Covid-19

16 Juli 2021   17:21 Diperbarui: 16 Juli 2021   17:54 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi  SARS-Cov-2 dan termasuk golongan betacoronavirus. Penyebaran COVID-19 terjadi tak terkendali ke seluruh benua sampai pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menyatakan bahwa COVID-19 sebagai pandemi. Data yang diperoleh dari website resmi WHO pada tanggal 6 Juli 2021, jumlah kasus COVID-19 telah mencapai 183.198.019 kasus terkonfirmasi yang tersebar di 223 negara dan jumlah kematian sebanyak 3.971.687 kasus. Sementara itu, jumlah kasus terkonfirmasi di Indonesia pada tanggal 7 Juli 2021 sebanyak 2.379.397 dan jumlah kematian 62.908 kasus yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sebagian masyarakat merasakan kecemasan selama pandemi COVID-19. Kecemasan ini dapat mengakibatkan sebagian masyarakat melakukan panic buying. Panic buying adalah aksi memborong suatu barang karena khawatir tidak kebagian, harganya melambung, dan sebagainya. Perbuatan panic buying ini dilakukan sebagian masyarakat sebagai bentuk antisipasi apabila diberlakukan lockdown. Panic buying merupakan fenomena orang-orang membeli bermacam barang dalam jumlah banyak mulai dari keperluan medis seperti hand sanitizer, masker, oxymeter, tabung oksigen, obat-obatan khusus COVID-19, sampai produk makanan dan minuman. Contoh nyatanya yaitu salah satu produk susu steril yang harganya melambung tinggi karena stoknya habis

Dilansir dari gaya.tempo.co, menurut Mega Tala Harimukthi, seorang psikolog klinis dewasa dari Universitas Indonesia berpendapat ada beberapa situasi yang menyebabkan fenomena panic buying di Indonesia. Pertama, adanya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat di Jawa dan Bali pada 3 - 20 juli 2021. Dengan adanya PPKM Darurat masyarakat tidak perlu merasakan kecemasan. Pada tahun 2020 pun masyarakat sudah mempunyai pengalaman saat kegiatannya dibatasi melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan akan baik-baik saja selama semua orang mematuhi aturan.

Dalam persoalan PPKM Darurat, masyarakat tidak perlu panik sampai menimbulkan kesan akan terjadi kelangkaan kebutuhan sehari-hari sehingga terjadilah panic buying. Menurut Tala yang dilansir dari gaya.tempo.co, kondisi PPKM Darurat ini hanya dibatasi untuk tidak keluar saat tidak ada kepentingan, ini untuk kebaikan kita dan keluarga. Untuk kebutuhan bulanan, setiap keluarga umumnya mempunyai daftar kebutuhan seperti vitamin atau makanan. Cukup ikuti daftar tersebut dan tidak perlu bersikap cemas ataupun panik. Pada awal pandemi COVID-19, sempat terjadi panic buying dimana masyarakat berbondong-bondong menimbun masker dan hand sanitizer karena takut kehabisan stok sehingga susah ditemukan di kemudian hari. Akhirnya timbul pola pikir untuk menimbun dahulu dan ketika harga naik akan dijual kembali untuk mendapatkan untung.

Untuk menghindari perilaku panic buying, kita harus yakin bahwa kebutuhan pokok tersebut stoknya masih tersedia. Perlu diketahui selama produksi suatu barang masih berjalan dan lancar, maka stok barang pasti masih tersedia. Selain itu, ketika Anda akan membeli barang pikirkan terlebih dahulu. Jika Anda membeli barang dalam jumah banyak, pikirkan apakah barang tersebut terpakai atau justru merugikan orang lain. Jangan karena panik, Anda membeli barang dalam jumlah banyak dan menyesal di kemudian hari.

Jika kepanikan terjadi karena sebuah informasi yang tersebar, pastikan dahulu apakah informasi tersebut benar adanya. Cari sumber asli dari informasi yang tersebar dan jangan membaca informasi hanya setengah-setengah. Jangan sampai Anda membeli sesuatu karena mengikuti trend atau karena termakan omongan orang lain. Jadilah pembeli yang bijak, jangan sampai panic buying membuat kita bisa merugikan diri sendiri atau bahkan orang lain. Maka dari itu, untuk mengantisipasi adanya perilaku panic buying, masyarakat berharap kepada pemerintah agar melakukan tindakan cepat dalam menangani COVID-19, memastikan ketersediaan stok barang di pasaran, dan menyediakan bantuan-bantuan sosial pada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun