Adapun  pendidikan dengan kesadaran kritis yang ingin diserukan  oleh Freire adalah pendidikan  kritis  yang  mendidik manusia untuk peka terhadap realita dan masalah yang ada disekitar. langkah  awal  yang  paling  menentukan dalam upaya pendidikan  pembebasan Freire  yakni  suatu  proses  yang  terus menerus,  suatu  "commencement",  yang selalu "mulai dan mulai lagi", maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses  yang  sebagian  (inherent)  dalam keseluruhan  proses  pendidikan  itu sendiri. Maka,   proses   penyadaran   merupakan proses   inti   atau   hakikat   dari   proses pendidikan  itu  sendiri.  (Abdillah, R. : 2017).
Penerapan pembelajaran kaloboratif digunakan sebagai model pembelajaran yang menjadi upaya dari guru untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, sebagai suatu strategi pemecahan masalah pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.Â
Merujuk pernyataan yang sudah disampaikan diatas, bahwa pembelajaran kaloboratif siswa tidak lagi dipandang secara pasif, tetapi aktif untuk belajar sendiri,  belajar mengutamakan proses aktif siswa mengkonstruksi makna, guru juga membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar, tidak hanya  dalam hal pengetahuan mereka, tetapi juga pandangan mereka terhadap belajar dan mengajar yang dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam kelas.
Disamping itu, penggunaan teknologi dalam pembelajaran kolaboratif akan menjadi katalisator dalam tujuan tersebut. Melalui teknologi, siswa menjadi setara kedudukannya dalam hal kontribusi pengetahuan. Ketika terkoneksi dengan internet, mereka mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbagi ide, informasi, pengalaman, dan kemampuan.
Langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran kaloboratif ini ialah pemberian masalah kepada siswa untuk diselesaikan, dimana masalah yang diberikan sudah dipilih sedemikian rupa oleh guru sehingga akan dapat "membimbing" dan menantang siswa untuk menemukan definisi/aturan/prinsip/konsep/rumus/algoritma, atau meningkatkan pemahaman, penalaran, komunikasi, koneksi, representasi, dan juga kemampuan pemecahan masalah yang harus mereka selesaikan dengan mandiri secara berkelompok. Â
Dalam hal ini, masalah yang diberikan akan mengklarifikasi pemahaman siswa, mengkritisi ide/gagasan teman dalam kelompoknya, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah yang diberikan. Belajar dalam kelompok ditekankan pada terjadinya interaksi sosial melalui diskusi/dialog, saling bertanya dan memberi pendapat untuk meningkatkan pemahaman masing-masing. Interaksi yang demikian ini merupakan bagian dari cara untuk meningkatkan pemahaman, penalaran, kemampuan berfikir kritis, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan komunikasi matematis.Â
Bukan hanya itu saja, dalam "pendidikan hadap masalah" yang dikemukakan oleh Paulo Freire, guru belajar dari siswa dan  siswa belajar  dari  guru.  Guru  menjadi  rekan  siswa  yang  melibatkan  diri  dan merangsang  daya  pemikiran  kritis  para  siswa.  Dengan  demikian  kedua belah pihak  bersama-sama mengembangkan  kemampuan  untuk  mengerti  secara  kritis dirinya  sendiri  dan  dunia  tempat  mereka  berada. " hal ini sesuai pernyataan yang diusung oleh Paulo Freire yang menyatakan dasar pendidikan  yang  diusulkannya dari humanisme,  yaitu posisi guru  dan  siswa  sebagai  subjek dalam  keberlangsungan  pendidikan  dan keduanya pun akan saling berkembang. (Abdillah, R. : 2017).
Komponen dalam pembelajaran yang membebaskan yang diusung Paulo Freire yaitu, adanya  guru yang dapat membuka  kesempatan dan  menumbuhkan  harapan  kepada  siswa. Disamping itu juga bisa mencarikan cara yang tepat bagi siswa untuk belajar. Yang kedua, adanya siswa yang dapat berperan  aktif  dalam  proses  belajar  yang sedang  berlangsung.  Terakhir ialah materi pelajaran, menurut  Freire,  isi  pelajaran  atau  kurikulum  memang senantiasa  harus  dikritisi.  Pendidik  dan  siswa perlu  bekerja sama dalam  menentukan  isi  yang  mau  dipelajari.Â
Oleh karenanya, paradigma  kritis  dalam  pendidikan yang dipandang oleh Paulo Freire ini dalam cakupan pembelajaran kaloboratif adalah untuk  melatih  siswa  agar  mampu  mengidentifikasi  ketidakadilan  dalam sistem  dan struktur yang ada, kemudian menganalisis bagaimana sistem itu bekerja, serta bagaimana  mentransformasikannya. Tugas  pendidikan  dalam  paradigma  ini adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar siswa terlibat aktif dalam proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik
Penerapan pembelajaran kolaboratif perlu diaplikasikan di sekolah- sekolah. Cara-cara  pembelajaran kolaboratif lebih mendorong para siswa untuk aktif dan interaktif serta saling bekerjasama dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam kelas. Dalam hal ini siswa dapat mencari sendiri sumber pengetahuan. Pembelajaran kolaboratif lebih menekankan proses pembelajaran sebagai "learner-centered" dan bukan, "teachercentered". Pengetahuan dipandang sebagai suatu konstruk sosial, difasilitasi melalui interaksi antar kelompok sebaya, evaluasi dan kerja sama.Â
Oleh sebab itu, peran  pembelajaran kaloboratif diusung untuk melihat bagaimana siswa dapat mengkontruksikan pengetahuan yang mereka dapat dari berbagai sumber yang ada. Dalam pembelajaran kaloboratif ini, siswa akan terlibat dalam proses belajar dimana keterlibatan secara menyeluruh dan mendapatkan sebuah makna dari pembelajaran tersebut didalam diri siswa itu sendiri.