Mohon tunggu...
Firda NurmalaSari
Firda NurmalaSari Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi PPG

Guru Bahasa Indonesia SMA Labschool Cibubur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Peristiwa Perpeloncoan di SMA pada MPLS dan Kaitannya dengan Kajian Psikologi Pendidikan

4 Oktober 2022   19:18 Diperbarui: 4 Oktober 2022   19:24 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejalan dengan hal di atas, bahwa setiap satuan pendidikan pun harus dengan disiplin patuh kepada peraturan pemerintah mengenai penyelenggaraan pengenalan sekolah. Peran guru yang biasanya minim di setiap kegiatan tersebut yang justru sering digantikan oleh peran siswa senior, seharusnya diubah. Guru tetap menjadi panitia pelaksana yang memegang peran penting dalam proses pembinaan.
Ketika kita runut jauh ke dasar hakikat pendidikan, sudah sangat dipastikan bahwa perploncoan ini sangat bertentangan dengan hakikat pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Oleh karena itu, siswa yang “takut” atau memiliki rasa atau ambisi balas dendam karena rasa tertindas ketika dulu menjadi siswa baru.

Ketika guru “kecolongan” terhadap siswanya yang menjadi pelaku atau korban, guru harus tahu penyebab, akibat dan solusinya. Ini merujuk ke psikologi pendidikan, yakni sebuah studi yang sistematis tentang psikologi yang membahas dan mempelajari anak didik dalam situasi dan lingkungan pendidikan. Lingkungan yang aman dan nyaman tentunya menjadi harapan dan usaha yang terus dilakukan oleh para guru khususnya karena berhubungan dengan siswanya. Guru pun harus selalu membina, mendidik, membimbing para siswanya agar berperilaku baik dan senantiasa menanamkan kenyamanan di sekolah.

Pembahasan psikologi pendidikan mencakup proses belajar-mengajar, terutama bagaimana seharusnya siswa belajar, guru mengajar, serta bagaimana proses belajar dan mengajar seharusnya dilaksanakan. Guru perlu menguasai aspek psikologi pendidikan karena dalam proses dan penerapan pembelajaran tidak pernah pernah sepi dari permasalahan, terutama rendahnya prestasi belajar siswa. Dengan demikian, psikologi pendidikan berperan penting dalam mendampingi dan membimbing guru dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran.

Menurut Crow & Crow dalam bukunya dengan judul “Educational Psychology” menerangkan bahwa: Educational Psychology describes and explains the learning experiences of an individual from birth through old age. Its subject matter is concerned with the conditions that affect learning yang artinya bahwa psikologi pendidikan merupakan pengalaman belajar artinya segala perubahan yang terjadi atau dilakukan seseorang yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak berakhlak menjadi berakhlak. Sejalan dengan konsep psikologi pendidikan itu, guru pun tetap berada pada posisi membimbing, sehingga pelaku perploncoan tetap dibina, diarahkan, dan didengarkan alasannya agar siswa tersebut tidak merasa disudutkan. Jika sudah melebar ke ranah hukum, guru tetap menemani siswa tersebut sebagai bentuk pendampingan agar mental siswa tetap baik dan menyadari kesalahannya dengan lapang dada, tidak ditinggalkan begitu saja. Hal ini dilakukan bahwa prinsip sekolah adalah pendidikan, sehingga selalu ada proses perbaikan karakter agar siswa menjadi siswa yang terdidik.

Siswa yang melakukan dan menjadi korban perploncoan juga dapat terus dibina dan dibimbing di sekolah dengan maksimal serta bekerja sama dengan orang tua atau wali. Tujuannya agar pembawaan siswa barubah menjadi baik karena faktor lingkungan sekolah dan peran serta manusia di dalamnya. Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi pendidikan, pembawaan ialah seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi) yang dapat suatu individu dan yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwajutkan (direalisasikan). Oleh sebab itu, potensi siswa diharapkan dapat diwujudkan ke  rah yang lebih baik lagi.
Selain itu, pemerintah pun sebenarnya sudah menggalakkan program Sekolah Ramah Anak yang tertera dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No.8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak. Berdasarkan peraturan tersebut bahwa sekolah harus memiliki sifat aman, bersih, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, demi menjamin, memenuhi, serta melindungi hak anak serta perlindungan anak sekolah dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan di bidang pendidikan.

Melalui kebijakan pemerintah dan Langkah yang dilakukan sekolah, praktik perploncoan di Indonesi semakin berkurang. Hal ini dapat dibuktikan melalui data jumlah kasus pengaduan kekerasan anak di lingkungan pendidikan. Datanya sebagai berikut:

Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak, kasus kekerasan di pendidikan adalah sebagai berikut.

Dokpri
Dokpri

Berdasarkan data di atas, bahwa ada hasil yang positif dari kebijakan pemerintah dan Langkah sekolah yang diterapkan. Sejak tahun 2016 angka kekerasan di sekolah semakin berkurang. Tentu dengan adanya angka di atas 50 kasus tetap menjadi masalah serius mengingat ini berkaitan dengan jiwa dan mental siswa.


Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun