Pagi yang cerah, dengan sedikit sinar matahari yang terpancar menerangi bumi telah membawa kehangatan bagi penghuninya, kehangatan yang terpancar dari raut wajah para siswa menyambut tangan Bapak dan Ibu gurunya untuk memberikan salam, dan sehangat senyum Bapak dan Ibu guru menyambut siswa-siswinya di halaman sekolah.
Tiba-tiba Ustdzah Lina Kepala Sekolah memberikan selamat kepada Bu Eka Wali kelas 7 A. "Selamat Ya Bu." kata Bu Lina." Â "Ada apa toh Bu?" tanya Bu Eka Heran. "Nanti aku jelaskan di kantor." kata Ibu berkacamata dan berjilbab panjang itu. Bu Eka langsung menuju kelasnya yang terletak di lantai dua.
"Siap beri salam." "Assalammualaikum Warohmatullahi Wabaraokatuh." "Waalaikum salam  Warohmatullahi Wabaraokatuh. Pagi anak-anak?" Sapa Bu Eka "Pagi Bu Guru." Jawab anak-anak. "Siapa yang tidak masuk hari ini?" "Tidak ada Bu, semuanya masuk." sahut Fadhil ketua kelas. "Baik hari ini kita akan ulangan matematika. Apakah kalian sudah siap?" "Siap Bu Guru." "Baik kalau begitu siapkan alat tulisnya sekarang.Â
Dan selama ulangan berlangsung kalian dilarang menyontek atau mengeluarkan catatan dalam bentuk apapun. Ibu akan bangga kepada kalian, jika hasil ulangan kalian merupakan hasil kerja sendiri walaupun hanya dapat nilai di bawah lima, daripada kalian mendapat nilai sepuluh tapi hasil menyontek." Terang Bu Eka. Sejurus kemudian mata Bu Eka tertuju pada Farhan yang sedang melamun.Â
"Pagi Farhan." Sapa Bu Eka. "Kenapa denganmu, apa kamu sakit?" "Tidak Bu, saya baik-baik saja." "Lalu kenapa kamu melamun!" "Saya... saya takut sama Mama Bu." Kenapa takut sama Mama?" Jika ulangan saya jelek, Mama pasti memarahi saya lagi." Kamu tidak perlu takut. Biar nanti Ibu yang bicara dengan Mamamu. Nah sekarang kerjakan ulangannya ya."
Selang lima menit berlalu Bapak Suhandi Wakil Kepala Sekolah datang ke kelas meminta Bu Desvi untuk datang ke kantor Kepala Sekolah. "Bu Desvi diminta hadir di Ruang Kepala Sekolah sekarang." Pinta Pa Suhandi. "Ada apa ya Pak?" Tanya Bu Eka Heran. "Saya tidak tahu!" "Lalu bagaimana dengan anak-anak saya Pak?" "Biar saya gantikan Ibu sementara."Â
Kemudian Bu Eka bergegas menuju ruangan Kepala Sekolah. "Assalammualaikum." "Waalaikumsalam, silakan masuk Bu Eka." "Mohon maaf Ibu memanggil saya?" "Iya Bu Eka silakan masuk, silakan Ibu baca ini." Kata Bu Lina sembari menunjukkan Majalah BOBO edisi terbaru." Di cover depan tertulis Farhan Wicaksono Juara 1 Lomba menulis Cerpen anak tingkat Nasional diraih oleh siswa kelas 7 SMPIT Ummul Quro Bogor.Â
"Itu siswa Ibu kan?" Kata Bu Lina. "Betul Bu, Alhamdulillah tulisannya menjadi juara 1, awalnya saya ragu untuk mengirimkan naskahnya, tapi terbukti dia memiliki bakat menulis." "Jangan diberitahukan Farhan dulu ya Bu. Biar jadi kejutan untuk dia." Kata Bu Lina "Lalu bagaimana dengan orang tuanya apa perlu saya beritahukan sekarang?" "Iya silakan, Ibu menghubungi orang tuanya biar menjadi kejutan juga bagi mereka." Bu Eka bergegas menuju ruang TU dan langsung menghubugi orang tua Farhan.
 "Kriing.., kriing..., kriing..!"
"Halo Assalammualaikum bisa bicara dengan Mama Farhan?"
"Waalaikumsalam ya saya sendiri. Saya sedang bicara dengan siapa ini?" Tanya Bu Nina.
"Saya Bu Eka, Wali kelasnya Farhan kelas 7 A."
"Oh iya mohon maaf Bu saya hampir tidak mengenali suara Ibu." "Ada apa ya Bu?"
 "Ada yang perlu kita bicarakan terkait Farhan Bu?"
"Apakah Farhan berkelahi lagi Bu, atau dia tidak masuk lagi hari ini?" Tanya Bu Nina cemas.
"Oh... tidak-tidak, Farhan masuk sekolah Bu hari ini, cuma ada beberapa catatan saja terkait dengan motivasi belajar Farhan Bu?"
"Kenapa dengan Farhan Bu?"
"Belakangan ini saya perhatikan Farhan kok seperti tidak ada gairah belajar, kenapa ya Bu?"
"Memang anak saya yang satu ini bodoh tidak seperti kakaknya yang perempuan pintar, nilai matematikanya selalu mendapat seratus dan selalu rangking pertama di kelasnya. Kalau belajar tanpa harus disuruh. Kalau Farhan di suruh belajar susahnya bukan main, saya harus teriak--teriak dulu baru dia mau pegang buku."
"Mohon maaf Bu Nina, setiap anak yang dilahirkan tidak ada yang bodoh. Hanya orang tua yang egoislah menganggap anaknya bodoh apabila dia tidak bisa mengerjakan soal-soal suatu mata pelajaran. Alangkah menyakitkan kata-kata itu jika terdengar oleh mereka, padahal jika kita mempelajari kemampuan anak-anak kita ada keistimewaan yang akan kita temukan dalam dirinya.Â
Mungkin Ibu pernah mendengar atau mengetahui cerita Hi Ah Li dari Korea negeri ginseng itu, seorang anak yang dilahirkan dalam keadaan cacat dan terbelakang dalam sisi motorik namun dirinya bisa menunjukkan bahwa dia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh anak-anak normal seusianya.Â
Dia hanya memiliki empat buah jari tetapi dia piawai memainkan piano dengan indahnya. Begitupun dengan Farhan anak Ibu, ada keistimewaan lain yang belum Ibu ketahui. Baiklah jika dia kurang dalam sebuah mata pelajaran seperti Matematika, apakah lantas kemudian kita memberikan dia lebel anak bodoh.Â
Sisi kecerdasan anak tidak bisa diukur dengan nilai matematika Bu, tapi bagaimana kita mengetahui ada kecerdasan lain yang dimiliki oleh seorang anak. Oleh karena itu kalau boleh saya memberikan saran, Pertama perlakukan dia sama layaknya dengan kakaknya karena dia butuh pengakuan.Â
Kedua hindari membanding-bandingkan antara dia dengan kakaknya karena itu akan menyakiti perasaannya dan yang ketiga, Selamat..! Farhan putra Ibu Juara 1 Lomba menulis cerpen tingkat nasional yang di selenggarakan oleh Majalah Bobo bulan lalu." "Subhanallah, apakah itu benar Bu?" Tanya Bu Nina dengan wajah berkaca-kaca. "Benar Bu, anak Ibu itu luar biasa, sambutlah dia dengan suka cita ketika pulang nanti." "Baik Bu." "Assalammualaikum." "Wa'alaikumsalam."
Bel pulang telah berbunyi, jam di tangan sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Matah!ripun telah menunjukkan keperkasaannya, dengan pancAran sinarnya yang hampir membakar kulit.Â
Sejenak Farhan mengusap peluh di kenifgnya$ pulang dengan membawa tas gendong berwarna hitam, berjalan menyusuri sisi jalan dan berjalan tak tentu arah, sambil membayangkan apa yang akan Mamanya katakan saat dia tunjukkan hasil ulangan matematikanya kepada mamanya. Sudah pasti mamanya akan marah, mencacinya dan mengatainya dengan anak bodoh.Â
Setibanya dirumah Farhan langsung membuka pintu dengan perlahan, matanya melirik keseluruh penjuru ruangan berharap Mamanya sedang belanja ke warung, jadi dia bisa lolos dari sergapan sang Mama. "Kenapa tidak mengucapkan salam?" Sahut Bu Nina yang sudah menunggunya di depan pintu masuk.Â
"Ma..maaf Ma, aku pikir tidak ada siapa-siapa di rumah! Jawabnya enteng dan setengah kaget. "Farhan, sudah berapa kali Mama harus katakan, ucapkan salam terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam rumah sekalipun penghuninya tidak ada, karena nanti yang akan menjawab salam kita adalah para malaikat." Terang Bu Nina. "Baik mah aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi."Â
Kata Farhan. "Kenapa kamu terlihat gugup seperti itu?" Tanya Bu Nina. "Apa ada ulangan hari ini?" sambungnya. "A...ada Mah?" Jawab Farhan dengan terbata. "Apa itu matematika? boleh Mama lihat." Pinta Bu Nina. Perlahan dia buka tas gendongnya dan mengambil kertas yang sudah tergulung. Lalu diberikannya kertas ulangan tersebut kepada Ibunya lalu dibukanya."Subhanallah...! Kau memang anak Mama yang  pintar." "Jadi mama tidak marah kalau nilai matematikaku dapat lima?" "Tidak nak, Mama tidak marah bahkan Mama sangat bangga padamu, kemari nak berikan mama pelukan" Terang Bu Nina sambil meneteskan air mata. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H