"Saya Bu Eka, Wali kelasnya Farhan kelas 7 A."
"Oh iya mohon maaf Bu saya hampir tidak mengenali suara Ibu." "Ada apa ya Bu?"
 "Ada yang perlu kita bicarakan terkait Farhan Bu?"
"Apakah Farhan berkelahi lagi Bu, atau dia tidak masuk lagi hari ini?" Tanya Bu Nina cemas.
"Oh... tidak-tidak, Farhan masuk sekolah Bu hari ini, cuma ada beberapa catatan saja terkait dengan motivasi belajar Farhan Bu?"
"Kenapa dengan Farhan Bu?"
"Belakangan ini saya perhatikan Farhan kok seperti tidak ada gairah belajar, kenapa ya Bu?"
"Memang anak saya yang satu ini bodoh tidak seperti kakaknya yang perempuan pintar, nilai matematikanya selalu mendapat seratus dan selalu rangking pertama di kelasnya. Kalau belajar tanpa harus disuruh. Kalau Farhan di suruh belajar susahnya bukan main, saya harus teriak--teriak dulu baru dia mau pegang buku."
"Mohon maaf Bu Nina, setiap anak yang dilahirkan tidak ada yang bodoh. Hanya orang tua yang egoislah menganggap anaknya bodoh apabila dia tidak bisa mengerjakan soal-soal suatu mata pelajaran. Alangkah menyakitkan kata-kata itu jika terdengar oleh mereka, padahal jika kita mempelajari kemampuan anak-anak kita ada keistimewaan yang akan kita temukan dalam dirinya.Â
Mungkin Ibu pernah mendengar atau mengetahui cerita Hi Ah Li dari Korea negeri ginseng itu, seorang anak yang dilahirkan dalam keadaan cacat dan terbelakang dalam sisi motorik namun dirinya bisa menunjukkan bahwa dia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh anak-anak normal seusianya.Â
Dia hanya memiliki empat buah jari tetapi dia piawai memainkan piano dengan indahnya. Begitupun dengan Farhan anak Ibu, ada keistimewaan lain yang belum Ibu ketahui. Baiklah jika dia kurang dalam sebuah mata pelajaran seperti Matematika, apakah lantas kemudian kita memberikan dia lebel anak bodoh.Â